Liputan6.com, Jakarta - Dalam empat hari perdagangan pertama, Investor publik dikabarkan telah menyerap lebih dari 50 persen saham baru yang diterbitkan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BRI (BBRI) melalui rights issue.
Hal itu terjadi di tengah ramainya aksi korporasi serupa di pasar modal Indonesia. Investor pun dinilai menyambut positif aksi korporasi BRI tersebut. Hal itu pun diamini pengamat pasar modal yang juga Founder Indonesia Superstocks Community Edhi Pranasidhi.
Advertisement
Ia menilai, BRI berpotensi mendapat penghimpunan dana penuh dengan capaian tersebut. Hal ini lantaran investor publik memiliki optimisme terhadap rencana bisnis BRI yang akan memakai dana hasil rights issue untuk modal pengembangan holding ultra mikro (UMi).
"Sudah terserap lebih dari 50 persen, ini artinya sudah sangat bagus. Kalau soal potensi, saya sudah sangat yakin. Terlebih harganya harganya sangat murah (Rp 3.400),” ujar dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (17/9/2021).
Dalam catatannya, ada 10 broker besar yang investasi saham di BBRI tetapi belum catat keuntungan baik. Bahkan, beberapa di antaranya mengambil langkah cut loss tipis dari harga pembelian. Ia mengatakan, broker tersebut saat ini berpotensi besar melakukan aksi beli dan ikut menyerap hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) BRI untuk mengembalikan marginnya.
"Terlebih, saham bank BRI ini bisa melonjak ke Rp 4.750 sangat signifikan pada hari pertama perdagangan usai aksi korporasi. Itu masih kena,” tutur dia.
Ia pun tak memungkiri strategi investor untuk menyerap HMETD akan beragam. Hal ini baik menjual saham induk seluruhnya maupun sebagian. Akan tetapi, ia menilai, tidak akan ada isu perebutan dana di antara emiten karena maraknya rights issue. Hal ini lantaran dana yang tersedia lebih dari cukup baik di sisi investor dan simpanan di perbankan.
"Lagi pula, nilai bursa efek per GDP kita juga belum menyentuh 100 persen, baru sekitar 50 persen saja. Jadi masih ada potensi yang cukup besar untuk dana lebih banyak masuk lagi ke bursa saham,” kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dana Rights Issue untuk Ekspansi Jadi Sentimen Positif
Penyerapan rights issue BRI yang sangat positif saat maraknya aksi korporasi di pasar modal dinilai wajar ketika investor publik berpikir rasional.
Penasehat Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Edwin Sebayang, investor akan melihat alasan utama ditempuhnya aksi korporasi itu. Edwin menuturkan, ada sejumlah faktor yang mendorong emiten gelar rights issue pada 2021. Faktor itu antara lain pemenuhan kebutuhan modal kerja, pendanaan ekspansi bisnis, kebutuhan membayar utang.
Sementara itu, BRI akan memakai dananya untuk permodalan sumber pertumbuhan baru yang sangat menjanjikan ke depan melalui Holding UMi.
"Dari perspektif investor paling bagus kalau dia (emiten) me-rights issue bukan untuk bayar utang, tapi kelihatan rights issue ini karena memang ada tuntutan untuk ekspansi kemudian karena pemegang saham pengendali menambah modalnya mau tidak mau harus rights issue supaya tidak terjadi dilusi. Itu yang terjadi pada saham-saham BUMN,” kata dia.
Oleh karena itu, pengembangan bisnis ke depan, menurut dia akan menjadi pertimbangan utama investor untuk subscribe atau menebus rights issue itu.
Analis pasar modal dan ekonom dari LBP Institute Lucky Bayu Purnomo sependapat dengan Edwin. Ia menilai, orientasi pasar saat ini masih melihat emiten yang memiliki status fundamental yang baik dan berkomitmen menambah modal untuk pengembangan bisnis dan kemampuan ekspansi pada masa mendatang. Selain itu, untuk diversifikasi portofolio usaha.
"Pasar saat ini masih melihat market cap yang cukup besar pada emiten-emiten yang memiliki status fundamental yang baik,” ujar Lucky.
Ia menambahkan, ramainya rights issue sebagai momentum bagi pelaku pasar melihat perebutan dana itu kepada emiten-emiten yang sebenarnya memiliki proses pengelolaan yang baik. “Untuk itu kita harus melihat sektor yang menarik,” ujar dia.
Advertisement
BRI Semakin Yakin
Sementara itu, Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu RK menuturkan, sejauh ini memang rencana rights issue masih berjalan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
Viviana menuturkan, perseroan sangat yakin dan percaya, aksi korporasi ini akan disambut positif oleh stakeholders atau pemangku kepentingan.
"Mengingat, sebenarnya investment thesis yang kami usung ini tidak hanya membawa economic value namun juga social value," tutur dia.
Viviana menambahkan, dengan pembentukan ekosistem ini, pihaknya berharap dapat memperluas akses layanan keuangan formal yang lebih terintegrasi dalam satu ekosistem. Dengan demikian dapat memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha di segmen ultra mikro dalam program pemberdayaan yang tentunya akan meningkatkan skala bisnisnya.
Melalui Holding UMi yang didanai hasil rights issue, upaya pembentukan ekosistem usaha ultra mikro terbesar di Indonesia ini menurut dia akan membawa sinergi baik dari sisi revenue enhancement maupun cost efficiency.
Dalam prospektus yang diterbitkan Selasa, 31 Agustus 2021, manajemen BRI menawarkan sebanyak[1]banyaknya 28,213 miliar Saham Baru Seri B atas nama dengan nilai nominal Rp50 per saham atau sebanyak[1]banyaknya 18,62 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) I.
Harga pelaksanaan rights issue BBRI Rp3.400 per lembar saham. Pemerintah melaksanakan seluruh haknya sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya dalam BRI dengan cara penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang (Inbreng) sesuai PP No. 73/2021.
Seluruh saham Seri B milik pemerintah dalam PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM dialihkan kepada BRI melalui mekanisme inbreng. Nilai total PMHMETD I yang telah memperhitungkan inbreng) serta eksekusi hak Pemegang Saham Publik adalah sebanyak-banyaknya sebesar Rp95,92 triliun.
Dari total dana tersebut, nilai inbreng sebesar Rp54,77 triliun dan sisanya Rp41,15 triliun apabila seluruh pemegang saham publik mengeksekusi haknya sesuai porsi masing-masing.
Adapun proses pembentukan Holding UMi telah mencapai tahap final dengan ditandatanganinya pengalihan saham (Inbreng) Pegadaian dan PNM kepada BRI selaku induk Holding UMi, pada Senin, 13 September 2021.
Dia pun menuturkan, potensi besar pertumbuhan segmen usaha ultra mikro nasional dengan mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM.
Pada 2019 terdapat 65 juta usaha mikro di Indonesia. Sekitar 46 juta di antaranya membutuhkan pendanaan. Adapun sekitar 20 juta usaha ultra mikro yang telah memperoleh akses pendanaan dari sumber formal seperti bank, BPR, perusahaan gadai, koperasi maupun lembaga keuangan lainnya.
Sekitar 12 juta usaha ultra mikro lainnya mendapatkan akses pendanaan dari sumber informal seperti keluarga, kerabat dan lembaga informal lainnya. Sehingga masih terdapat sekitar 14 juta usaha ultra mikro yang belum memiliki akses pendanaan sama sekali, baik dari sumber formal maupun informal. “Inilah yang akan menjadi target pertumbuhan bisnis ultra mikro ke depan,” tutur Viviana.