Melihat Dampak Neraca Dagang RI yang Positif terhadap Pasar Modal

Dengan data makro ekononi seperti neraca dagang yang positif akan mendorong aliran dana investor asing masuk ke obligasi.

oleh Agustina Melani diperbarui 20 Sep 2021, 06:31 WIB
Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Data makro ekonomi antara lain neraca dagang dan transaksi berjalan akan jadi sentimen positif untuk investor asing. Dengan data ekonomi tersebut akan mendorong aliran dana investor asing masuk ke obligasi.

Dalam laporan mingguan Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Senin (20/9/2021), Indonesia mencatat surplus neraca dagang pada Agustus 2021 menjadi sinyal indikator makro ekonomi akan lebih baik. Neraca transaksi berjalan pun diprediksi tidak alami defisit pada akhir 2021.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan berturut-turut dalam 15 bulan terakhir, sejak April 2020. Indonesia membukukan surplus neraca dagang sekitar USD 4,74 miliar atau setara Rp 67,5 triliun (kurs Rp 14.250 per dolar AS).

Sedangkan sepanjang Januari-Agustus 2021, surplus neraca perdagangan mencapai USD 19,17 miliar. Indonesia mencatat ekspor menyentuh USD 21,4 miliar pada Agustus 2021, dan relatif stabil impor USD 16,6 miliar. Ekspor tumbuh 63,6 persen year on year (yoy) dari perkiraan konsensus tumbuh 36,1 persen.

Ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mencatat pertumbuhan yang kuat. Ekspor CPO tumbuh 70,1 persen yoy mencapai USD 4 miliar atau sekitar Rp 56,92 triliun. Sementara itu, ekspor batu bara tumbuh 53,5 persen yoy. Ekspor batu bara sekitar USD 2,9 miliar atau sekitar Rp 41,26 triliun.

Kontribusi ekspor terbesar lainnya dari besi dan baja tumbuh 9,1 persen yoy menjadi USD 1,7 miliar atau sekitar Rp 24,19 triliun.

Tiga komoditas tersebut meningkat hingga double digit selama sebulan. Di sisi lain, impor juga meningkat yang didorong minyak dan gas. Namun, impor yang lebih didorong minyak dan gas ketimbang modal barang itu menunjukkan siklus belanja modal masih lemah.

Surplus neraca dagang secara keseluruhan merupakan kejutan yang positif pada 21 Agustus 2021. “Kami pasti sudah menunggu kontribusi ekspor lebih kuat dari CPO dan batu bara untuk mendukung perbaikan struktural di  neraca perdagangan besi dan baja,” demikian mengutip dari laporan tersebut.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Dampak terhadap Pasar Modal

Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG menguat 0,34 persen atau 21 poin ke level 6.296 pada penutupan perdagangan Senin (13/1) sore ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, neraca transaksi berjalan diperkirakan tidak defisit pada kuartal III 2021. Hal ini pertama kali sejak awal 2020, neraca menjadi surplus seiring impor berhenti pada saat awal pandemi COVID-19.

“Kami melihat neraca transaksi berjalan yang surplus akan mendorong mata uang yang menguat dan indikator makro ekonomi lainnya,” tulis laporan itu.

Apa dampaknya bagi pasar modal?

Ashmore melihat dari sudut pandang investor asing, arus yang dolis akan mendorong neraca transaksi berjalan mengubah keseluruhan risiko Indonesia. Secara keseluruhan risiko menurun, valuasi Indonesia akan menjadi lebih menarik terutama karena mata uang yang menguat.

Melihat sejarah, aliran dana investor asing akan lebih dulu masuk ke obligasi sebelum ke sektor saham yang diuntungkan dari kenaikan konsumsi karena modal dan nilai mata uang yang lebih murah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya