Liputan6.com, Jakarta - Upaya mengendalikan pandemi COVID-19 menuju endemi, menurut Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, kasus aktif harus dijaga agar tidak menembus lebih dari 500.000. Jumlah tersebut dengan melihat kapasitas ketersediaan tempat tidur COVID-19 di rumah sakit.
"Total kapasitas (tempat tidur) rumah sakit 400.000. Itu juga masih ada yang sakit selain COVID-19 (untuk perawatan penyakit lain). 30 persennya untuk COVID-19 menjadi 120.000," jelas Budi Gunadi saat acara Wealth Class - How To Live With COVID-19 In The Long Run baru-baru ini.
"Kalau 120.000 (tempat tidur) yang disiapkan, secara deskriptif, kasus aktif kita jangan sampai lebih dari 500.000 atau 600.000. Itu saja target kita mengendalikan COVID-19."
Baca Juga
Advertisement
Pada lonjakan COVID-19 Juli 2021, lanjut Budi Gunadi Sadikin, kasus aktif Corona di Indonesia nyaris di angka 500.000. Namun, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, yang dilanjutkan PPKM mampu menekan kasus aktif.
"Kemarin pas lonjakan, kita hampir kena 500.000 (kasus aktif). Tapi kita masih bisa kendalikan, sehingga ke sininya (sampai sekarang) terkendali," lanjutnya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Tak Ada Pandemi yang Selesai Cepat
Budi Gunadi Sadikin menegaskan, setiap pandemi yang terpenting upaya menghambat laju penularan. Hal itu mencegah banyaknya pasien masuk rumah sakit.
"Agar at any single time (setiap saat), orang yang harus dirawat itu (jumlahnya) selalu di bawah kapasitas rumah sakit. Untuk COVID-19 tidak se-mematikan tuberkulosis (TBC) dan HIV," tegasnya.
"Dari 100 orang, misalnya, yang kena COVID-19, average (rata-rata) dunia itu 80 persen sembuh sendiri, 20 persen masuk rumah sakit, 5 persennya masuk ICU, dan sekitar 1,7 sampai 2 persen meninggal dunia."
Dalam perjalanan sejarah, manusia sudah beberapa kali dihadapkan pada pandemi. Budi Gunadi Sadikin mencontohkan, wabah Black Death (abad 14) dan Flu Spanyol (1918-1920). Kemudian ada polio, cacar, dan HIV.
"Kalau kita lihat sejarah, wabah yang menghantam umat manusia itu enggak ada yang selesainya cepat. Paling cepat 5 tahun. Tapi HIV sampai sekarang belum selesai, masih ada virusnya," jelas Menkes Budi.
"Para epidemiolog belajar dari kenyataan, bahwa menghilangkan virus pandemi bagai pungguk merindukan bulan. Yang penting adalah kita bisa mengendalikan pandemi menjadi endemi."
Advertisement
Strategi Kurangi Laju Penularan Virus Corona
Strategi menjaga agar kasus aktif dapat ditekan dan mengantisipasi lonjakan COVID-19 sebagaimana upaya dari WHO. Terutama deteksi, terapeutik, dan vaksinasi.
"Ada yang strategi untuk orang sehat (deteksi), ada lagi strategi kalau kepepet sakit (perawatan), ngurusin masuk rumah sakit dan lainnya," jelas Budi Gunadi Sadikin.
"Untuk yang vaksinasi adalah salah satu di antaranya. Tapi vaksinasi ini bukan the only strategic (satu-satunya strategi) ya. Kita perkuat juga dengan protokol kesehatan 3M (mencuci tangan, pakai masker, jaga jarak), deteksi 3T (testing, tracing, treatment)."
Sejumlah strategi di atas juga bertujuan mengurangi laju penularan dan tingkat replikasi virus Corona. Contohnya, disiplin atau kepatuhan dalam penerapan 3M berguna dalam mengurangi penularan.
"Lalu kenapa perlu testing dan tracing? Ya, supaya kita cepat deteksi, tahu siapa saja yang kena (terpapar), kemudian bisa diisolasi cepat. Intinya, menuju flattering the curve," pungkas Menkes Budi.
"Terus kenapa vaksinasi penting? Supaya membuat antibodi di dalam tubuh kita siap. Kalau virus sudah masuk, kita bisa cepat melawan. Efeknya, masa penularan atau infeksius jadi lebih pendek, bisa 5 hari, 4 hari, 3 hari sehingga mengurangi laju penularan."
Infografis Gerakan 3T dan Jurus Jitu Landaikan Kasus Covid-19
Advertisement