Mengenal Dispraksia, Jenis Disabilitas yang Dimiliki Pemeran Harry Potter Daniel Radcliffe

Meski demikian, ia mengatakan dispraksia yang dialaminya tergolong ringat. Namun memang mempengaruhi kemampuannya melakukan hal sederhana dan menulis.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 21 Sep 2021, 10:00 WIB
Daniel Radcliffe nampaknya miliki nasib yang sama dengan Harry Potter. Keduanya tak lulus SMA. Hal itu dikarenakan kepercayaan dirinya bahkan dihancurkan oleh beberapa guru. (VALERIE MACON / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Pada 2008 silam, bintang Harry Potter Daniel Radcliffe mengungkapkan penderitaannya dalam melakukan hal-hal sederhana. Ia mengatakan, memiliki kondisi yang disebut Dispraksia.

Dalam sebuah wawancara yang dikutip ABCnews, Radcliffe mengatakan ia tidak pernah kesulitan dalam menghapal naskah film atau yang orang lain anggap sulit. Namun untuk hal sederhana seperti mengikat tali sepatu atau sekadar menulis ucapan terima kasih, ia sulit melakukannya.

Meski demikian, ia mengatakan dispraksia yang dialaminya tergolong ringan. Namun memang mempengaruhi kemampuannya melakukan hal sederhana dan menulis. 

Membahas dispraksia, peneliti senior di National Institute of Neurological Disorders and Strokes di Bethesda, Md. Mark Hallett mengatakan penyebab disabilitas ini belum diketahui hingga kini. 

 

"Dispraksia adalah bentuk kecanggungan, yang sebagian besar terlihat pada anak-anak dan tidak dijelaskan oleh masalah yang lebih mendasar," kata Hallett.

"Mereka yang mengalami dispraksia mungkin mengalami masalah dengan hal-hal sederhana, seperti tali sepatu, lompat tali atau melempar bola," ungkapnya lagi.

 


Cara merawat anak dispraksia

Podhajski, yang merawat anak-anak dengan ketidakmampuan belajar di Stern Center for Language and Learning di White River Junction, Vt., mengatakan bahwa seperti banyak gangguan disabilitas, dispraksia memanifestasikan dirinya dalam berbagai cara, tergantung pada kondisi anak.

"Dispraksia dapat berarti bahwa seorang anak mengalami kesulitan berbicara atau, sebaliknya, mungkin mengalami kesulitan melakukan gerakan motorik, seperti menggunakan pensil dan kertas," kata Podhajski, menambahkan bahwa, seperti Radcliffe, banyak anak yang menderita gangguan tersebut memiliki tulisan tangan yang buruk.

"Hal terpenting untuk dikenali adalah bahwa tidak semua orang memiliki level yang sama," kata Podhajski. "Kita harus belajar menghargai perbedaan individu, tetapi jika perbedaan itu sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi kehidupan -- apakah itu mengalami masalah dengan tulisan tangan saat berbicara dengan benar -- mungkin sudah saatnya untuk berkonsultasi dengan dokter anak," ujarnya.

 

 


Gejala dispraksia

Seperti dilansir Medical News Today, seseorang dengan dispraksia memiliki masalah dengan gerakan, koordinasi, penilaian, pemrosesan, memori, dan beberapa keterampilan kognitif lainnya. Dispraksia juga mempengaruhi sistem kekebalan dan saraf tubuh.

dispraksia juga dikenal sebagai kesulitan belajar motorik, disfungsi perceptuo-motor, dan DCD (developmental coordination disorder/gangguan koordinasi perkembangan). 

Menurut National Center for Learning Disabilities, individu dengan dispraksia mengalami kesulitan dalam merencanakan dan menyelesaikan tugas motorik halus dan kasar. Kisarannya dari gerakan motorik sederhana, seperti melambaikan tangan, hingga gerakan yang lebih kompleks seperti urutan langkah menyikat gigi.

Individu dengan dispraksia sering memiliki masalah bahasa, dan kadang-kadang kesulitan dengan tugas yang berkaitan dengan pemikiran dan persepsi. Meskipun dapat menyebabkan masalah belajar pada anak-anak, dispraksia tidak mempengaruhi kecerdasan seseorang.

Menurut National Health Service, Inggris, banyak anak dengan dyspraxia juga memiliki attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Sebab dispraksia memang ada derajat keparahannya.

Gejala dispraksia

Gejala cenderung bervariasi tergantung pada usia individu. Namun gejala umumnya meliputi:

- keseimbangan yang buruk

- postur tubuh yang buruk

- kelelahan

- kecanggungan

- perbedaan ucapan

- masalah persepsi

- koordinasi tangan dan mata yang buruk

Adapun dispraksia pada bayi, mungkin membutuhkan waktu lebih lama dari anak-anak lain dalam tahap perkembangan seperti duduk, merangkak, berjalan, bicara, berdiri, terlepas dari popok, dan membangun kosakata.

Sementara dispraksia pada anak-anak, mungkin tampak bermasalah dalam melakukan gerakan halus (misalnya menggunting, mewarnai, menggambar, dsb), dalam konsentrasi dan memproses pikiran, cenderung menabrak, jatuh atau menjatuuhkan sesuatu, dsb. Kalau dispraksia pada usia pra-sekolah, mungkin tampak kesulitan dalam berteman, berperilaku, tampak lamban dalam sebagian besar tindakan, tidak menggenggam pensil dengan baik, dsb.

Sementara dispraksia pada orang dewasa, mungkin tampak postur tubuh yang buruk dan kelelahan, termasuk mengkoordinasikan kedua sisi tubuh, kesulitan dalam perencanaan dan pengaturan, mudah frustasi karena terlalu sensitif terhadap rasa, cahaya, sentuhan maupun kebisingan, dan sebagainya.

 


Penyebab dispraksia

Para ilmuwan tidak tahu apa yang menyebabkan secara pasti pada dispraksia. Namun para ahli percaya sel saraf seseorang yang mengontrol otot (neuron motorik) tidak berkembang dengan benar. Jika neuron motorik tidak dapat membentuk koneksi yang tepat maka otak pun akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses data.

Kalau menurut para ahli di Disability and Dyslexia Service di Queen Mary University of London, Inggris, penelitian menunjukkan bahwa dispraksia mungkin disebabkan oleh ketidakmatangan perkembangan neuron di otak, daripada kerusakan otak tertentu. Kemudian menurut laporan dari University of Hull di Inggris mengatakan bahwa dispraksia adalah keturunan, sebab seringkali ada banyak anggota keluarga yang terkena dampak serupa.

Penyebab dispraksia

Meskipun dispraksia tidak dapat disembuhkan, dengan pengobatan, individu dapat membaik. Namun, semakin dini seorang anak didiagnosis, semakin baik prognosisnya. Adapun beberapa terapi berikut biasa merawat orang dengan dispraksia:

1. Okupasi terapis. Para ahlinya akan mengevaluasi bagaimana anak mengelola fungsi sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah. Mereka kemudian akan membantu anak mengembangkan keterampilan khusus untuk kegiatan sehari-hari yang menurut mereka sulit.

2. Terapi wicara dan bahasa. Mereka akan melakukan penilaian bicara anak, dan kemudian menerapkan rencana perawatan untuk membantu mereka berkomunikasi lebih efektif.

3. Pelatihan motorik persepsi. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan bahasa, visual, gerakan, dan pendengaran anak. Individu ditetapkan serangkaian tugas yang secara bertahap tingkat kesulitannya bertambah. Tujuannya yaitu untuk menantang anak sehingga mereka mengalami kemajuan, meskipun tidak dipaksakan sampai membuat frustasi atau stres.

4. Terapi kuda. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Alternative and Complementary Medicine , tim peneliti Irlandia, Inggris, dan Swedia mengevaluasi efek terapi kuda (therapeutic horse-riding) pada sekelompok 40 anak berusia 6-15 tahun dengan dispraksia. Anak-anak berpartisipasi dalam enam sesi menunggang kuda yang masing-masing berlangsung selama 30 menit, serta dua sesi pemutaran audiovisual selama 30 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa terapi berkuda merangsang dan meningkatkan kognisi, suasana hati, dan parameter gaya berjalan peserta, bahkan pendekatan audiovisual dengan terapi kuda menunjukkan nilai potensial.

Terakhir, para ahli menyatakan kalau bermain aktif (permainan apapun yang melibatkan aktivitas fisik) baik di luar maupun di dalam ruangan, membantu meningkatkan aktivitas motorik. Dengan bermain puola, anak-anak belajar tentang lingkungan termasuk tentang diri mereka sendiri dan ini sangat membantu khususnya untuk anak-anak usia 3-5 tahun.

Anda mendapat pembelajaran fisik dan emosional dari bermain aktif, bahkan juga membantu perkembangan bahasa dan indera mereka. Sehingga, semakin membuat anak terlibat dalam permainan aktif, semakin baik mereka berinteraksi dengan anak-anak lain.


Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya