Liputan6.com, Jakarta - Kebutuhan akan udara bersih sudah sangat mendesak, karena polusi udara tercatat memengaruhi kesehatan masyarakat. Polusi udara bisa menyebabkan gangguan perkembangan janin, iritasi mata, masalah saluran pernapasan, memicu kanker paru, dan penurunan performa atlet.
Hal tersebut disampaikan dr Alvi Muldani, Relawan dan Konsultan Kesehatan Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), dalam webinar "Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait tuntutan udara bersih Jakarta, Apa Langkah Selanjutnya?" Kamis (7/10/2021). Ia menyebut, berdasarkan penelitian, kematian akibat Covid-19 itu berkaitan dengan polusi udara.
Baca Juga
Advertisement
Alvi mengatakan polusi udara memperparah kondisi pasien Covid-19. Dijelaskan bahwa saat masuk ke dalam tubuh, virus itu harus melewati beberapa barrier.
"Polutan ini akan bereaksi terhadap tubuh. Ada efek radiasinya, efek radikal bebas, polutan merusak DNA kita, sehingga virus di sel paru-paru lebih gampang masuk dan merusak. Dengan begitu, angka kematian jadi meningkat akibat terpapar polusi," papar dr Alvi.
Dalam kesempatan itu, dr Alvi mengatakan, tubuh mempunyai proteksi tersendiri terhadap polutan. Ketika masuk ke hidung, ada bulu hidung. "Oleh karena itu, bulu hidung jangan dicabut ketika tidak mengganggu," ungkap dr Alvi.
Bulu hidung, kata dr Alvi, dapat menyaring partikel dalam polutan 5--30 persen. Namun, karena partikel itu sangat kecil, tetap ada kemungkinan lolos.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Efek Berbahaya
dr Alvi menjelaskan, "Partikel yang lolos itu bisa masuk (ke dalam tubuh). Ketika partikel tersebut menempel dalam hidung, gejalanya bisa bersin-bersin, hidung jadi berair. Itu efek jangka pendek."
Sementara, lanjut dr Alvi, jika partikel tersebut menempel ke tenggorokan, akan menimbulkan batuk-batuk. Meski partikel tersebut kecil, tapi bisa mengendap dalam saluran pembuluh darah.
"Mulai di kepala, otak, bisa mengendap di saluran kencing, dan bisa mengendap dalam paru-paru. Partikel yang mengendap di otak bisa menimbulkan kepikunan," papar dr Alvi.
Advertisement
Mengatasi Polusi Udara
Sementara itu, terkait kemenangan warga negara terkait pencemaran udara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diinisiasi Gerakan Insiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Koalisi Ibu Kota) pada 16 September 2021, pihak pemerintah DKI Jakarta tak akan banding dan menerima hasil putusan.
Hal itu disampaikan utusan khusus Gubernur DKI Jakarta tentang perubahan iklim, Irvan Pulungan. Ia mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah-langkah lebih ketat dalam mengatasi polusi udara. Hal tersebut dilakukan demi memenuhi hak udara bersih dan sehat bagi penduduk Jakarta.
"Salah satunya dengan Instruksi Gubernur No.66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara, merintis peralihan ke energi terbarukan, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil," ujar Irvan.
Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona
Advertisement