Ngeri, Walhi Sebut Taman Hutan Raya Ngurah Rai Menyusut 62 Hektare

Walhi Bali menyebut Taman Hutan Raya (Tahura) mengalami penyusutan hingga 62 hektare. Ironisnya, penyusutan itu diduga lantaran diubahnya blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan.

oleh Dewi Divianta diperbarui 22 Sep 2021, 09:00 WIB
Penyusutan Tahura Ngurah Rai Bali (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Denpasar - Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai mengalami penyusutan hingga 62 hektare. Hal itu disampaikan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali. Walhi Bali bersama KEKAL Bali, Frontier, dan WALHI Bali mengkritisi revisi blok Tahura yang dirasa membuat penyusutan lahan Tahura.

Tahura Ngurah Rai terus menyusut terungkap dalam konsultasi publik terkait penataan blok di TAHURA yang digelar oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali (DKLH Bali) pada beberapa hari lalu.

Konsultasi publik terkait penataan blok Tahura Ngurah Rai tersebut dihadiri oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Kepala Dinas DKLH Bali, Kabid I DKLH Bali sebagai moderator dan Kepala UPT Tahura Ngurah Rai. Dalam konsultasi publik tersebut, WALHI, KEKAL, dan Frontier hadir dan mengkritisi dokumen penataan blok Tahura Ngurah Rai.

Perwakilan WALHI Bali Untung Pratama menegaskan dalam dokumen penataan blok Tahura Ngurah Rai menemukan luas kawasan konservasi mengalami penyusutan seluas 62 hektare.

Ia menyebut, atas temuan tersebut, Untung mempertanyakan penyebab terjadinya penyusutan. "Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, karena dari masa ke masa Tahura terus menyusut. Pada saat ditetapkan Tahura luasnya 1.203,55 hektare sekarang tersisa 1.141,41 hektare," kata Untung dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Selasa (21/9/2021).

 

Simak video pilihan berikut ini:


Belum Ada Perubahan Izin Resmi

Penyusutan Tahura Ngurah Rai Bali (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Lebih jauh, Untung menambahkan, pada dokumen penataan blok, ada temuan diubahnya blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan, dapat menjadi pintu masuk pemutihan pelanggaran zonasi karena pada tahun 2012 sebelumnya, terdapat perusahaan pernah mengajukan izin pengusahaan pariwisata di blok perlindungan.

"Kami khawatir diubahnya blok ini menjadi alat pemutihan pelanggaran zonasi Tahura. Misal ada izin terdahulu yang melanggar peruntukan blok, dengan perubahan blok, izin tersebut tidak melanggar lagi," ujar dia.

Sementara itu, Perwakilan dari Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup Bali (KEKAL Bali), Made Krisna Dinata atau yang karib disapa Bokis menyebutkan dalam arahan Dirjen KSDAE tersebut, pada kawasan konservasi juga dapat dilakukan fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial. Ia mempertanyakan alasan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan oleh DKLH Bali.

"Atas temuan diubahnya blok perlindungan Tahura yang pada tahun 2012 sempat diberikan izin pengusahaan pariwisata alam kepada PT TRB. Apakah ada izin pengusahaan pariwisata alam baru yang diterbitkan? Karena pada tahun 2012 sempat ada izin pengusahaan pariwisata alam di Tahura," dia bertanya.

Ia melanjutkan, jika kawasan Tahura adalah kawasan konservasi dengan tujuan untuk perlindungan kawasan. "Penataan blok terbaru ini sangat mengkhawatirkan karena blok perlindungan justru menyusut drastis dan blok pemanfaatan bertambah ratusan hektar," ujarnya.

Di sisi lain, Kepala UPT Tahura Ngurah Rai, I Ketut Subandi membenarkan adanya penyusutan luas kawasan konservasi seluas 62,14 hektare, karena ada pelepasan kawasan hutan yang diberikan untuk PT BTID, dan sudah mendapat penetapan dari Menteri Kehutanan tahun 2004 dan pada dokumen tahun 2015 masih dimasukkan sebagai kawasan konservasi.

"Memang ada kesalahan dokumen kami selama ini. Terkait perubahan blok perlindungan menjadi pemanfaatan belum ada izin baru dan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan bukan berarti memberikan izin kepada pengusaha. Izin baru tidak ada," dia menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya