Soal Overcrowding Lapas, Wamenkumham: Kita Tak Bisa Tolak Orang yang Telah Diputus Pengadilan

Eddy menerangkan, Lapas dalam sistem peradilan di Indonesia bak pembuangan akhir.

oleh Yopi Makdori diperbarui 21 Sep 2021, 16:53 WIB
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau akrab disapa Eddy menegaskan, pihaknya tak memiliki andil dalam kaitan over capacity atau kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Tanah Air.

Eddy menerangkan, Lapas dalam sistem peradilan di Indonesia bak pembuangan akhir. Di mana mau tidak mau, Lapas yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kemenkumham ini tak bisa menolak terpidana yang telah divonis.

"Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada kesalahan Kemenkumham soal overcrowding karena sistem pemasyarakatan sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana itu dia adalah tempat pembuangan akhir. Kita tidak bisa menolak orang yang telah diputus oleh pengadilan, kemudian dia ditempatkan di Lapas A misalnya. Kemenkumham tidak bisa menolak eksekusi dari jaksa," katanya dalam webinar daring, Selasa (21/9/2021).

Eddy menilai, kendati Lapas yang terkena imbas namun Lapas tak pernah dilibatkan dalam proses ajudikasi. Dirinya menilai bahwa persoalan inti pada over kapasitas Lapas adalah kesalahan substansi hukum dan kesalahan sistem peradilan yang dianggapnya gemar memidanakan orang.

"Ini yang saya katakan, aparat penegak hukum kita, masyarakat kita itu masih berkutat pada hukum pidana zaman Hammurabi yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam," ujarnya.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua


Paling Banyak Kasus Narkotika

Penghuni Lapas paling banyak diisi oleh narapidana kasus narkotika. Menurut Eddy jumlah terpidana kasus narkotika mencapai 160 ribu. Padahal kapasitas Lapas di seluruh Indonesia hanya 170 ribu.

"Kalau idealnya saja 170 ribu, 160 ribu diisi narkotika udah selesai tinggal 10 ribu untuk yang lain-lain," katanya.

"Yang lebih mencengangkan, dari 160 ribu penghuni Lapas (terkait narkotika) 80 persennya itu (hanya) pengguna. Dan lebih miris lagi yang pengguna itu 85 persen di bawah 0,7 gram," sambungnya.

Oleh karena itu, menurut Eddy untuk menangani over kapasitas Lapas adalah dengan mengubah aturan soal narkotika. Di mana narapidana terkait narkotika mendominasi Lapas-Lapas di Tanah Air.

"Mengapa UU Narkotika ini harus diubah? Karena sebenarnya perintah Pasal 127 UU Narkotika itu seseorang itu pengguna maka dia direhabilitasi (bukan dipenjara). Jarang sekali penuntut umum itu menuntut dengan Pasal 127 tapi Pasal 112, ya karena memang mindset-nya ingin memidana orang," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya