Menang Sengketa Pajak, Apa Dampaknya ke Kinerja Keuangan PGN?

PGN memenangkan perkara Peninjauan Kembali (PK) terkait sengketa pajak PPN penjualan gas bumi ke konsumen dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak senilai USD16 juta.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2021, 21:46 WIB
PGN sebagai bagian dari Holding Migas PT Pertamina (Persero) berkomitmen melaksanakan mandat pemerintah untuk mendorong pemanfaatan gas bumi sebagai core business.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memenangkan perkara Peninjauan Kembali (PK) terkait sengketa pajak PPN penjualan gas bumi ke konsumen dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak senilai USD16 juta atau sekitar Rp 228,8 miliar (asumsi kurs 14.300 per dolar AS).

Hal tersebut berdasarkan Putusan PK oleh Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 000518.16/2018/PP/M.XVIB tahun 2019 tersebut ditetapkan pada 16 September 2021 oleh tiga Hakim Agung yaitu Dr. H, Yodi Matono Wahyunadi, SH., MH., Dr Yosran, SH. MHum dan Dr. Irfan Fachruddin, SH., CN dengan panitera Muhammad Usahawan, SH.

Kemenangan PK untuk PGN ini merupakan yang keempat kalinya, setelah di bulan Mei 2021 PGN juga telah memenangkan PK atas tiga perkara sengketa pajak PPN penjualan gas bumi ke konsumen senilai Rp 698 miliar. Dari tiga perkara pajak tersebut, 2 sengketa pajak tahun pajak 2012 dan 1 sengketa pajak untuk tahun pajak 2013.

“Keputusan MA ini tentunya akan berdampak positif terhadap kinerja keuangan PGN. Paling tidak dari empat perkara yang telah dimenangkan PK-nya oleh MA, PGN bisa menarik dana pencadangan sebagai pendapatan lain-lain. Sehingga laba bersihnya tahun ini akan semakin positif,” ujar Founder & CEO Finvesol Consulting Indonesia, Fendi Susiyanto, Selasa (21/9/2021).

Sengketa pajak yang yang telah diputuskan oleh MA di ini merupakan bagian dari 24 perkara sengketa pajak PPN yang melibatkan PGN dan dirjen pajak. Dengan keputusan PK atas 4 perkara pajak ini, maka PGN akan dapat menarik kembali dana pajak senilai Rp926,8 miliar yang sudah dicadangkan tahun lalu sebagai pendapatan lain-lain di tahun ini.

Perkara pajak PPN yang melibatkan PGN dan Ditjen Pajak ini menjadi salah satu faktor yang menjadikan bisnis perseroan tertekan. Dalam laporan keuangan konsolidasi PGN tahun 2020, PGN telah melakukan provisi sengketa pajak sebesar USD294,3 juta. Provisi tersebut meliputi beban atas 24 sengketa pajak PPN sebesar Rp 4,15 triliun (setara dengan USD 278,4 juta) dan USD 15,9 juta sebagai kerugian selisih kurs.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Menanti 2 Putusan Perkara lain

Petugas mengecek instalasi pipa metering regulating station PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) di PT Lion Metal Works di Jakarta, (28/10/2015). PGN berkomitmen memperluas pemanfaatan gas bumi di sektor Industri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Saat ini PGN masih menantikan keputusan MA terkait dua perkara sejenis, untuk tahun pajak 2012 dan 2013. “Dengan tambahan pendapatan lain-lain itu, diluar bisnis organik PGN di tahun 2021 yang diproyeksikan tumbuh positif, secara fundamental PGN akan semakin solid. Dampaknya, juga akan positif terhadap harga saham PGN di pasar,” jelasnya.

Keputusan PK dari MA yang memenangkan PGN dalam empat perkara sengketa pajak tersebut juga diharapkan dapat menjadi pendorong bagi terwujudnya kepastian hukum pajak. Pasalnya, 24 perkara sengketa pajak PPN antara PGN dan Ditjen Pajak tersebut, sejatinya terjadi pada obyek yang sama.

“Mestinya tiga putusan MA yang memenangkan PGN itu dijadikan novum untuk memasukkan PK atas 18 perkara lainnya. Menjadi aneh jika obyek pajaknya sama tapi keputusan hukum pajaknya berbeda. Apalagi PGN juga selalu menang di pengadilan khusus pajak, dimana kasus ini awalnya dipersidangkan,” ujar Fendi.

Pada tiga bulan pertama 2021 PGN membukukan laba bersih sebesar USD61,57 juta atau setara dengan Rp870 miliar (kurs Rp 14.147/USD), naik 29 persen dari periode yang sama tahun lalu USD47,77 juta. Kenaikan laba bersih ini didorong oleh pendapatan yang mencapai USD733,15 juta atau setara dengan Rp10,37 triliun.

Dari pendapatan tersebut, PGN mencatat laba operasi sebesar USD95,90 juta dan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) sebesar USD191,24 juta.

“Jika perkara sengketa pajak bisa tuntas tahun ini dan PGN menjadi pemenang seperti empat perkara terakhir, laba bersih PGN bisa semakin besar di akhir tahun. Dan pemerintah yang akan untung. Selain nilai saham PGN yang akan kembali meningkat, dengan laba bersih yang besar, sebagai pemegang saham mayoritas pemerintah lewat Pertamina bisa menarik dividen lebih besar di 2022,” imbuhnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya