Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud Md menanggapi surat terbuka Pegiat antikorupsi Emerson Yuntho terkait dugaan pungutan liar atau pungli di lingkungan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat).
Menjawab surat terbuka yang ditujukan ke Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit, Mahfud meminta agar Emerson terbuka dan menyebut Samsat yang menjalankan Pungli.
Advertisement
"Mas Eson yang konkret saja, Samsat mana? pelaku dan korbannya siapa? Kalau kebijakan kan sudah jelas, sudah ada aturan dan jejaring pengawas," tulis Mahfud dalam Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, seperti dikutip Rabu (22/9/2021).
Mahfud melanjutkan, siap melakukan tindakan tegas jika Emerson membeberkan lebih detil. Mahfud pun berkomitmen untuk memperbaiki bila aduan dalam surat yang dilayangkan pada 14 September itu benar terbukti.
"Yang konkret saja kasusnya, biar bisa langsung ditindak. Anda kan sudah dipanggil ke Kantor Saberpungli. Ok, kita perbaiki, keperluan kita sekarang menindak," tegas Mahfud.
Terkait jawaban Mahfud, Emerson ingin langkah diambil tidak parsial dan hanya sebatas menindak. Dia ingin kasus sejenis benar selesai dan tidak terulang.
"Pak Mahfud yang baik, konsen saya penyelesaiannya "masalah yang dianggap kecil" ini tidak parsial & semusim sebatas menindak 1, 2 orang pelaku. Korban belum tentu mau bersaksi atau lapor (takut/uang kecil). Tapi fakta ini sudah banyak diungkap di medsos masyarakat sebagai korban," jawab Emerson.
Pungli di Samsat Kebon Nanas
Sebelumnya, melalui surat terbukanya, Emerson menceritakan soal pengalamannya saat berkunjung ke Samsat Kebon Nanas, Jakarta Timur. Kala itu, Emerson tengah mendampingi sang istri untuk membayar pajak kendaraan.
Dia pun mengamati, proses pelayanan publik di sana. Dalam pengamanatannya, Emerson menemukan praktik pungli yang tidak hanya terjadi di satu titik dengan nominal Rp 20 ribu.
Mulai dari proses legalisir hasil cek fisik, mobil atau pun motor, hingga pendaftaran perpanjangan STNK yang dimintai uang kepada mereka yang tidak membawa surat kuasa dari pemohon.
"Proses yang seharusnya gratis, tapi di loket oknum petugas meminta uang Rp 20 ribu untuk setiap dokumen yang masuk," kritik Emerson.
Advertisement