Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) terus menggencarkan penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) dalam perdagangan bilateral khususnya kawasan ASEAN. Langkah ini salah satunya untuk mengurangi tekanan nilai tukar mata uang terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Hal inilah yang mendorong Bank Indonesia untuk kerja sama LCS dengan negara-negara lain. Saat ini sudah ada empat negara yang menerapkan LCS dengan Indonesia yakni bank sentral Jepang, Malaysia dan Thailand, yang terbaru, Bank Indonesia bekerjasama dengan bank sentral China atau People's Bank of China (PBoC).
Advertisement
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi menjelaskan terdapat 3 fitur utama framework LCS berbasis Appointed Cross Currency Dealers (ACCD). Pertama pemberian fleksibilitas dari aturan transaksi di pasar valas.
“Pertama adalah ada pemberian fleksibilitas dari aturan transaksi di pasar valas. Kenapa itu diperlukan? karena sampai sekarang Indonesia itu masih menganut rezim di mana rupiah itu bersifat non internasionalisasi. Jadi kita tidak memperbolehkan rupiah itu ditransaksikan di luar negeri,” kata Doddy dalam Diskusi Dampak Penerapan LCS Diperluas, (23/9/2021).
Alasannya karena memang pasar valas Indonesia sangat kecil dibandingkan dengan pasar valas global yang luar biasa besarnya. Sehingga kalau dibiarkan rupiah digunakan transaksi secara bebas, maka kemampuan Bank Indonesia mengendalikan akan semakin turun.
“Makanya sampai saat ini masih sifatnya non internasionalisasi. Tapi tentu berimplikasi kepada kalau rupiah tidak bisa ditransaksikan otomatis kemudian pembentukan nilai tukar terutama untuk mata uang dengan negara-negara non dolar itu menjadi terbatas,” ujarnya.
Kendati demikian, Bank Indonesia ingin mendorong perkembangan pasar valas non dolar, mau tidak mau kata Doddy Bank Indonesia harus bisa membuka secara perlahan penggunaan rupiah di luar negeri melalui LCS.
“Inilah menjadi konsepnya. Bagaimana caranya kita bisa meningkatkan penggunaan mata uang lokal melalui pemberian ruang bagi penggunaan rupiah di luar negeri, tapi tanpa membuat kita mengelola stabilitas menjadi terganggu,” jelasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengawasan dan Monitoring
Fitur kedua, mekanisme pengawasan dan monitoring, dan berbagi informasi antar bank sentral/otoritas untuk memastikan kepatuhan ACCD terhadap persyaratan yang ditetapkan bank sentral.
“Pemberian fleksibilitas yang terbatas dengan aturan tertentu maka kemudian supaya rupiah tidak disalahgunakan, kita perlu ada mekanisme pengawasan monitoring elemen,” ujarnya.
Selanjutnya fitur ketiga adalah kemampuan dalam mengelola dan memastikan transaksi local currency ini tidak disalahgunakan. Yang mana transaksi itu dilakukan atau difasilitasi oleh bank-bank yang sudah Bank Indonesia tunjuk.
“Tentu kemampuan kita memonitor mengawasi menjadi berkurang makanya aspek ketiga adalah ada penunjukan bank-bank tertentu yang kita sebut appointed cross currency dealers yaitu bank yang ditunjuk baik itu di Indonesia maupun bank-bank yang ditunjuk di negara mitra kita untuk memfasilitasi transaksi local currency,” pungkasnya.
Advertisement