Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Pendidikan dari Jaringan Sekolah Digital Indonesia (JSDI), Muhammad Ramli Rahim mengkritisi langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang baru membuka data klaster Covid-19 PTM terbatas di sekolah.
Menurut Ramli, Menteri Nadiem seakan sengaja menahan data soal itu untuk dirilis saat situasi pandemi Covid-19 makin menurun.
Advertisement
"Sekarang kan sudah landai betul di hampir semua daerah, baru kemudian di rilis. Kalau saat ini sudah tak jadi masalah, kan gentingnya minggu pada saat seminggu pertamalah (lonjakan kasus)" ujar Ramli kepada Liputan6.com, Kamis (23/9/2021).
Hal itu menyusul pengungkapan 1.303 klaster Covid-19 di sekolah selama gelaran PTM terbatas oleh Kemendikbudristek lewat portal https://sekolah.data.kemdikbud.go.id/, Kamis (23/9/2021).
Menurut Ramli, publikasi temuan itu mesti jauh-jauh hari telah dilakukan. Cara yang dilakukan Nadiem, kata Ramli, guna mencegah kepanikan publik saat kasus Covid-19 masih tinggi demi melancarkan hasratnya mendorong PTM terbatas. Di mana Nadiem berkeinginan untuk mendorong PTM terbatas seluas-luasnya.
"Ya Kemendikbud sekarang begitu, lebih pada pencitraan, lebih pada menjaga persepsi publik terhadap mereka ini bukan apa yang terjadi di bawah, tapi bagaimana persepsi publik ke mereka," ujarnya.
Atas terungkapnya kejadian tersebut, Ramli minta Kemendikbudristek untuk memperketat aturan PTM terbatas yang lebih tegas. Salah satunya lewat vaksinasi.
"Jadi siswa usia 12 tahun ke atas yang belum vaksin dilarang bersekolah PTM. Itu sebaiknya seperti itu, kecuali punya penyakit," kata Ramli.
Ramli minta agar vaksinasi menjadi syarat wajib bagi siswa untuk bisa mengikuti PTM terbatas. Keculai ada kendala penyakit yang membuat mereka tak diperkenankan divaksin.
"Kalau Nadiem ngotot PTM, boleh. Tapi aturannya diperketat bahwa tanpa vaksinasi dua kali tidak boleh masuk sekolah," tandasnya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua
Sudah Diingatkan
Pada Maret lalu, Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Soedjatmiko mengingatkan potensi gelombang kedua pandemi Covid-19 di Tanah Air jika belajar tatap muka di sekolah kembali berjalan normal.
Kala itu pemerintah menargetkan pembelajaran tatap muka di sekolah pada Juli 2021 usai vaksinasi terhadap guru rampung pada Juni (yang kemudian melesat hingga saat ini).
"Kalau sekolah tatap muka, syarat-syarat tadi tidak dilaksanakan, publik kendor 5M bisa gelombang kedua," ucap Soedjatmiko kepada Liputan6.com, Rabu (3/3/2021).
Dia menjabarkan ada sejumlah syarat jika pembelajaran nekat dilakukan secara tatap muka. Pertama, jika kasus baru Covid-19 dan kematian di suatu wilayah harus turun terus menerus selama dua minggu atau lebih serta tidak ada kasus baru.
"Kalau masih fluktuatif tunda dulu," tegasnya.
Wali murid juga diminta untuk mengecek kesiapan sekolah dalam menyambut pembelajaran secara tatap muka. Hal-hal yang perlu dicek semisal soal perlengkapan kesehatan dan tempat cuci tangan.
Menurut Soedjatmiko jika kedapatan sekolah belum siap dengan itu maka lebih baik pembelajaran tatap muka ditunda dulu. Begitu pula dengan kesiapan orang tua untuk melatih anak agar mematuhi dengan protokol kesehatan.
Tak kalah penting, anak-anak kata Soedjatmiko juga harus siap mengikuti adaptasi kebiasaan baru. Karena sekolah pascapandemi dipastikan berbeda dengan sebelumnya.
"Pembukaan harus bertahap. Mahasiswa dan SMA duluan 1- 2 minggu. Kalau mereka patuh protokol kesehatan dan tidak terjadi kluster Covid di PT dan SMA lanjut SMP," urainya.
Ia berharap jika penurunan kasus saat ini bisa berlangsung lama, dan pada Agustus nanti pandemi di Tanah Air sudah terkontrol.
"Mudah-mudahan 17 Agustus 2021 Proklamasi (Kemerdekaan), Covid di Indonesia terkendali. Asal jangan muncul second peak," harapnya.
Advertisement