Liputan6.com, Jakarta - Pasar saham global telah waspada tinggi karena Evergrande China menghadapi ujian utama pekan ini.
Dilansir dari BBC, Jumat (24/9/2021) pengembang real estat paling berhutang di dunia itu kini telah mencapai kesepakatan atas pembayaran bunga obligasi domestik senilai USD 35,9 juta (sekitar Rp 498 miliar) - juga masih memiliki utang pembayaran lain sebesar USD 83,5 juta pada obligasi luar negeri.
Advertisement
Perusahaan itu telah mulai membayar investor dalam bisnis manajemen kekayaannya dengan properti.
Tetapi Evergrande dilaporkan telah melewatkan pembayaran ke setidaknya dua bank besar karena berjuang untuk mengumpulkan dana untuk memenuhi kewajiban.
Sekilas Tentang Perusahaan Evergrande
Pengusaha Hui Ka Yan mendirikan Evergrande, sebelumnya dikenal sebagai Grup Hengda, pada tahun 1996 di Guangzhou, China selatan.
Evergrande Real Estate saat ini memiliki lebih dari 1.300 proyek di lebih dari 280 kota di seluruh China.
Grup Evergrande yang lebih luas sekarang mencakup lebih dari sekadar pengembangan real estat.
Bisnisnya berkisar dari manajemen kekayaan, membuat mobil listrik dan manufaktur makanan dan minuman. Perusahaan itu bahkan memiliki salah satu tim sepak bola terbesar di China - Guangzhou FC.
Hui Ka Yan juga pernah menjadi orang terkaya di Asia dan, meskipun melihat kekayaannya anjlok dalam beberapa bulan terakhir, ia memiliki kekayaan pribadi lebih dari USD 10 miliar, menurut Forbes.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masalah Apa yang Dihadapi Evergrande?
Evergrande berkembang secara agresif menjadi salah satu perusahaan terbesar di China dengan meminjam dana lebih dari USD 300 miliar.
2020 lalu, Beijing memberlakukan aturan baru untuk mengendalikan jumlah utang pengembang real estat besar.
Langkah-langkah baru itu membuat Evergrande menawarkan propertinya dengan diskon besar untuk memastikan uang masuk dan menjaga bisnis mereka tetap bertahan.
Sekarang, perusahaan tersebut tengah berjuang untuk memenuhi pembayaran bunga atas utangnya.
Ketidakpastian ini telah membuat harga saham Evergrande jatuh sekitar 80 persen tahun ini. Obligasinya juga telah diturunkan oleh lembaga pemeringkat kredit global.
Seberapa Besar Dampaknya Jika Evergrande Runtuh?
Ada beberapa alasan mengapa masalah Evergrande serius.
Pertama, banyak orang membeli properti dari Evergrande bahkan sebelum pekerjaan pembangunan dimulai. Mereka telah membayar deposit dan berpotensi kehilangan uang mereka jika bangkrut.
Ada juga perusahaan yang berbisnis dengan Evergrande. Perusahaan-perusahaan itu termasuk perusahaan konstruksi dan desain serta pemasok material yang berisiko mengalami kerugian besar, yang dapat memaksa mereka bangkrut.
Ketiga, dampak potensial terhadap sistem keuangan China.
"Kejatuhan keuangan akan jauh jangkauannya. Evergrande dilaporkan berutang kepada sekitar 171 bank domestik dan 121 perusahaan keuangan lainnya," kata Mattie Bekink dari Economist Intelligence Unit (EIU) kepada BBC.
Jika Evergrande gagal membayar utang, bank dan pemberi pinjaman lainnya mungkin terpaksa meminjamkan lebih sedikit.
Hal ini dapat menyebabkan apa yang dikenal sebagai krisis kredit, ketika perusahaan berjuang untuk meminjam uang dengan harga terjangkau.
Krisis kredit akan menjadi berita yang sangat buruk bagi ekonomi terbesar kedua di dunia yakni China, karena perusahaan yang tidak dapat meminjam merasa sulit untuk tumbuh, dan dalam beberapa kasus tidak dapat terus beroperasi.
Ini juga dapat membuat investor asing bingung, yang dapat melihat China sebagai tempat yang kurang menarik untuk menaruh uang mereka.
Advertisement
Apakah Evergrande Terlalu Besar Untuk Gagal?
Potensi kejatuhan yang sangat serius dari perusahaan yang dililit hutang besar seperti Evergrande telah menyebabkan beberapa analis menyebut bahwa China mungkin turun tangan untuk menyelamatkannya.
Mattie Bekink dari EIU juga memiliki pendapat yang sama.
"Daripada mengambil risiko mengganggu rantai pasokan dan membuat marah pemilik rumah, kami pikir pemerintah mungkin akan menemukan cara untuk memastikan bisnis inti Evergrande bertahan" kata Bekink.
Sementara itu, pendapat lain disampaikan oleh pemimpin redaksi berpengaruh dari surat kabar China, Global Times, Hu Xijin.
Dalam sebuah posting di aplikasi obrolan dan platform media sosial China, yaitu WeChat, Xijin mengatakan Evergrande tidak boleh bergantung pada pemerintah dan sebaliknya perlu menyelamatkan dirinya sendiri.
Ini juga sejalan dengan tujuan China untuk mengendalikan utang perusahaan, yang berarti bahwa profil tinggi seperti itu dapat dilihat sebagai contoh yang buruk.