Liputan6.com, Jakarta Asian Development Bank (ADB) menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi 2021 untuk negara berkembang Asia menjadi 3,1 persen, di tengah berlanjutnya kekhawatiran atas pandemi penyakit virus COVID-19.
Ekonomi di Asia Tenggara dinilai akan pulih lebih lambat, kecuali untuk Singapura dan Filipina. Sementara itu, pada tahun 2022, ADB memprediksi Asia Tenggara akan tumbuh sebesar 5,3 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,4 persen.
Advertisement
Varian baru dari virus pandemi ini mengalami mutasi baru sehingga penerapan kembali berbagai tingkat pembatasan dan penguncian, dan peluncuran vaksin yang lambat dan tidak merata membebani prospek kawasan ini.
“Negara berkembang di Asia masih rentan terhadap pandemi COVID-19 karena varian baru memicu wabah yang mengarah pada pembatasan sosial dan mobilitas di beberapa negara,” kata Pejabat Kepala Ekonom ADB Joseph Zveglic.
Melansir laman CNBC, ADB, Jumat (24/9/2021) menyebutkan jika negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan Vietnam melaporkan peningkatan tajam dalam infeksi dan kematian di setiap harinya dalam beberapa bulan terakhir.
Lonjakan tersebut membuktikan varian baru yang ada memiliki tingkat penularan yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini cukup berimbas secara global, mengingat Asia Tenggara memainkan peran utama dalam rantai pasokan manufaktur global.
Penguncian dan langkah-langkah jarak sosial di kawasan itu telah memperpanjang kekurangan semikonduktor global, dan membatasi pasokan barang-barang seperti kopi dan pakaian. Menanggapi hal tersebut, Zveglich kembali memaparkan beberapa solusi.
“Seharusnya kebijakan yang ada tidak hanya fokus pada penahanan dan vaksinasi, tetapi mendukung juga perusahaan, rumah tangga, dan reorientasi sektor ekonomi untuk beradaptasi dengan 'new normal' setelah pandemi mereda,” tambahnya.
Rincian Revisi Pertumbuhan Ekonomi Negara Asia Tenggara
Di seluruh negara bekembang di Asia, banyak negara masih lambat dalam melaksanakan program vaksinasi kepada masyarakatnya. Tentu, hal tersebut menjadi salah satu faktor terhambatnya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dari suatu negara.
“Jika Anda melihat wilayah Asia secara keseluruhan, sekitar 35 persen dari populasi telah divaksinasi lengkap. Hal ini masih jauh dibandingkan AS dan Eropa,” direktur penelitian ekonomi makro di ADB Abdul Abiad.
Berikut revisi prediksi pertumbuhan ekonomi Asian Development Bank untuk setiap negara berkembang di Asia Tenggara.
- Brunei Darussalam -0,7 persen (dari 2,5 persen menjadi 1,8 persen)
- Kamboja - 2,1 persen (dari 4 persen menjadi 1,9 persen)
- Indonesia - 1,0 persen (dari 4,5 persen menjadi 3,5 persen)
- Laos - 1,7 persen (dari 4 persen menjadi 2,3 persen)
- Malaysia - 1,3 persen (dari 6 persen menjadi 4,7 persen)
- Myanmar - 8,6 persen (masih negatif) (dari 9,8 persen menjadi 18,4 persen)
- Filipina tidak mengalami perubahan di posisi 4,5 persen
- Singapura 0,5 persen (dari 6 persen menjadi 6,5 persen)
- Thailand - 2,2 persen (dari 3 persen menjadi 0,8 persen)
- Timor Leste - 1,2 persen (dari 3,4 persen menjadi 2,2 persen)
- Vietnam - 2,9 persen (dari 6,7 persen menjadi 3,8 persen
Advertisement
Prediksi Kenaikan Inflasi
Perkiraan untuk Asia Tenggara dan Pasifik juga telah diganti lebih rendah karena ekonomi di subkawasan ini terus bergulat dengan varian virus baru, penerapan penguncian dan pembatasan sosial yang berkelanjutan, dan pelaksanaan program vaksin yang lambat.
Proyeksi pertumbuhan Asia Tenggara untuk tahun 2021 dan 2022 telah diturunkan masing-masing menjadi 3,1 persen dan 5,0 persen, sedangkan dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,4 persen dan 5,1 persen pada bulan April.
Sementara itu, ekonomi Pasifik akan berkontraksi sekitar 0,6 persen tahun ini (2021), dibandingkan dengan pertumbuhan 1,4 persen yang diproyeksikan pada April 2021, sebelum meningkat sebesar 4,8 persen pada 2022.
Kabar baiknya, inflasi di kawasan Asia Tenggara, khususnya negara berkembang, diperkirakan akan tetap terkendali, yaitu sebesar 2,2 persen di 2020 dan 2,7 persen pada 2022.
Kemungkina besar, faktor pemicu kenaikan inflasi di beberapa wilayah diakibatkan adanya tren harga komoditas dan pangan internasional yang lebih tinggi saat ini.
Reporter: Caroline Saskia