Menguak Siasat Perampasan Tanah Petani di Urut Sewu Kebumen

Petani di Urut Sewu tak terkejut jika TNI AD bersiasat untuk mendapatkan hak pakai tanah di pesisir selatan Kebumen itu

oleh Rudal Afgani Dirgantara diperbarui 25 Sep 2021, 14:03 WIB
Pagar dari penel beton yang dipasang TNI di Desa Kaibon Petangkuran, Kecamatan Ambal sebagai pembatas area latihan menembak, Selasa (23/3/2021). (Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Dirgantara)

Liputan6.com, Kebumen - Senyum mengembang di wajah Sofyan A Djalil, Menteri ATR/ Kepala BPN Republik Indonesia pada hari penyerahan sertifikat tanah hak pakai untuk TNI AD di Makodam IV/ Diponegoro, Rabu (12/8/2020). Dari atas podium Aula Makodam IV/ Diponegoro, Sofyan menyerukan sertifikasi tanah akan mengakhiri konflik agraria di Urut Sewu secara adil. Ia mengisyaratkan cara ini akan menjadi role model penyelesaian setiap konflik agraria antara warga dengan TNI.

Petani di Urut Sewu tak terkejut jika TNI AD bersiasat untuk mendapatkan hak pakai tanah di pesisir selatan Kebumen itu. Yang mengejutkan para petani, justru sikap pemerintah sebagai representasi negara yang justru menelantarkan para petani pemilik tanah. Sebab sebelum terbit sertifikat hak pakai untuk TNI AD, warga Urut Sewu sedikit banyak masih menggantungkan harapan bahwa suatu saat negara akan hadir di tengah warga untuk menyelesaikan konflik agraria di Urut Sewu.

Dengan terbitnya sertifikat lima bidang tanah di lima desa ini, maka perjuangan warga mempertahankan tanahnya akan semakin sulit. Lima sertifikat ini antara lain untuk bidang tanah di Desa Ambal Resmi, Kenoyojayan, Sumberjati di Kecamatan Ambal, dan Desa Tlogodepok di Kecamatan Mirit.

Belakangan, BPN kembali menerbitkan sertifikat dua bidang tanah masing-masing di Desa Brecong, Kecamatan Buluspesatren dan Desa Mirit, Kecamatan Mirit. Bahkan pada 4 September lalu, Kanwil BPN Jateng kembali menyerahkan dua sertifikat hak pakai untuk tanah di Desa Lembupurwo, Kecamatan Mirit, dan Desa Entak, Kecamatan Ambal.

Dengan demikian, sembilan dari 15 bidang tanah telah telah bersertifikat hak pakai. Kini tinggal menyisakan enam bidang tanah di enam desa yang belum bersertifikat hak pakai TNI AD.

Bupati Kebumen, Arif Sugiyanto, pada acara serah terima sertifikat di Makorem 072/Pamungkas Yogyakarta mengatakan proses setifikasi enam bidang tanah terus berjalan. Dari proses pendaftaran enam bidang tanah ini, satu di antaranya hanya tinggal menunggu waktu.

"Tinggal PR kami dengan Pak Dandim tinggal sekitar lima, ini juga terus kami kuatkan. Kemudian Pak Camat juga turun dengan Komandan Koramil," ujar Arif.

Namun, ada yang janggal dengan proses penerbitan sertifikat ini. Selain terkesan tertutup, proses pengukuran juga tidak melibatkan warga.

Untuk mengetahui duduk perkara persoalan ini, kami menelusuri fakta di lapangan terkait peroses pendaftaran tanah oleh TNI AD. Dari kesaksian sejumlah warga pemilik tanah di Urut Sewu, mereka sama sekali tak dilibatkan pada proses pematokan hingga pengukuran.

"Tokoh masyarakat Ambal Resmi biar satu dua belum ada yang tahu, belum ada yang tahu ngukur seperti itu. Seperti colongan," kata Basiran, satu di antara pemilik tanah di Desa Ambal Resmi, Kecamatan Ambal.

Basiran dan petani lain mengetahui setelah berita serah terima sertifikat hak pakai untuk TNI AD tersiar di media massa. Begitu tahu BPN menerbitkan sertifikat untuk TNI AD di atas tanahnya, ia dan petani pemilik tanah lain melayangkan protes ke Kementerian ATR/BPN melalui Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah.

Ia datang dengan pendampingan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dan Yogyakarta yang tergabung dalam Tim Advokasi Perjuangan Urut Sewu Kebumen (TAPUK). Namun usaha ini tak membuahkan hasil.

"Sepriki dereng wonten jawaban (Sampai sekarang tidak ada jawaban)," ujar dia.

Suturno, petani lain juga mengatakan tidak tahu kapan proses pematokan dan pengukuran berlangsung. Ia tahu dari Seniman, peternak asal Kaibon Petangkuran, Kebumen yang tak sengaja menemukan patok saat mencari rumput untuk kambing-kambingnya.

Keluarga pemilik tanah niku mboten wonten sing ditareni (Keluarga pemilik tanah tidak ada yang diberi tahu),” ucapnya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


'Penumpang Gelap' Program PTSL

(Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Dirgantara)

Yazid Mahfudz, Bekas Bupati Kebumen, menggelar perjamuan malam di rumah jabatan bupati, Senin (27/1/2021). Pada perjamuan malam itu, Yazid memaparkan ambisinya untuk mengakhiri konflik agraria di Urut Sewu sebelum masa jabatannya berakhir.

Ketika itu, jadwal menuju pemilihan kepala daerah (Pilkada) hanya menyisakan delapan purnama. Pilkada sedianya digelar pada 23 September 2020. Namun akhirnya diundur hingga 9 Desember 2020 karena pandemi kala itu kian tak terkendali.

Acara bertajuk ramah-tamah itu menjadi ajang paparan rencana program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang sehari sebelumnya telah dibicarakan dengan pemerintah desa di Kecamatan Buluspesantren. Yazid mengatakan program pendaftaran tanah ini akan menjadi solusi sengketa tanah antara warga dan TNI AD karena menurutnya dengan progam ini masing-masing warga akan memiliki sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan yang sah.

Malam itu juga Yazid mengumumkan akan memulai pematokan tanah bagian dari program PTSL pada Selasa tanggal 28 Januari 2020, atau keesokan harinya. Desa Brecong menjadi prioritas pada pelaksanaan program ini karena lebih kondusif dibanding Desa Setrojenar dan Ayam Putih.

Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 4 Februari 2020, Kodam IV/Diponegoro mengajukan permohonan pengukuran tanah latihan tembak di Urut Sewu ke Kanwil BPN Jateng. Menindaklanjuti permohonan ini, BPN kemudian menggelar rapat koordinasi dan survei lapangan di kantor BPN Kebumen pada 18 Februari 2020. Pada rapat ini BPN mengundang 15 kepala desa di wilayah Urut Sewu.

"Pelaksanaan pengukuran lapang mulai tanggal 19 Februari tahun 2020 dengan surat tugas nomor sekian. Pengukuran bertahap desa demi desa dengan penunjukan batas oleh TNI didampingi oleh masing-masing perangkat desa," kata Embun Sari, Kepala Kanwil BPN Jateng yang kini menjabat sebagai Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) Kementerian ATR/BPN ketika ditemui di Semarang 7 Juni 2021 yang lalu.

PTSL di Desa Brecong tuntas pada 21 Oktober 2020. Brecong menjadi desa pertama di Urut Sewu yang menyertifikatkan seluruh lahannya melalui program PTSL, termasuk lahan di wilayah Urut Sewu.

Pada hari itu, Yazid secara simbolis menyerahkan 200 sertifikat hasil PTSL secara langsung kepada warga. Total ada 3.778 peta bidang tanah dan 2.310 sertifikat di Desa Brecong. Sebanyak 1.065 sertifikat siap dibagikan saat itu. Sedangkan sisanya masih menunggu kelengkapan pemberkasan.

Sekilas kabar ini terdengar menggembirakan. Namun, warga yang selama ini konsisten memperjuangkan hak atas tanahnya mencium agenda lain yang disusupkan melalui PTSL.

Di Brecong, asal persil sertifikat tanah hasil PTSL di wilayah Urut Sewu berbunyi pemberian hak atas tanah negara, bukan konversi dari letter C desa sebagaimana yang diharapkan warga. Dengan asal persil pemberian hak atas tanah negara, maka tanah para petani dianggap sebagai tanah negara yang hak pakainya diberikan kepada para petani.

Dengan kata lain, warga tanpa sadar mengakui keberadaan tanah negara di Urut Sewu sebagaimana klaim TNI AD. Asal persil pemberian hak atas tanah negara juga ditujukan untuk tanah di utara pagar yang tercatat dalam letter c desa sebagai tanah warga.

"Di Brecong PTSL pascabentrok 2019 keluarnya asal persil pemberian hak, karena menurut BPN itu sama saja antara pemberian hak dan konversi dari C desa," kata Seniman, Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) di rumahnya di Desa Kaibon Petangkuran, Kecamatan Ambal, Maret 2021 lalu.

Menurut Seniman, jika tanah di utara pagar yang tak masuk dalam klaim tanah negara bisa dipersepsikan sebagai tanah negara, maka sangat mungkin peristiwa ini menjadi legitimasi untuk mendaftarkan tanah di selatan pagar yang memang diklaim TNI AD sebagai tanah negara.

PTSL diduga menjadi siasat untuk memuluskan penerbitan serifikat hak pakai atas nama TNI AD di Urut Sewu. Sebab, selain persoalan asal persil, PTSL juga merujuk pada peta minute yang menjadi dasar klaim keberadaan tanah negara atau government ground (GG) oleh TNI AD.

Berdasarkan peta minute, panjang tanah negara membentang 22,5 Km dari muara Sungai Lukulo di Buluspesantren hingga muara Sungai Wawar di Mirit dengan lebar rata-rata 500 meter dari pantai.

Peta minute merupakan peta buatan Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1930 yang menjadi dasar klaim tanah negara di Urut Sewu. Pada peta ini ada dua bagian tanah negara yang membentang dari barat ke timur. Pertama GG I yang merupakan tanah selebar sekitar 500 meter dari garis pantai dan GG II merupakan tanah makam.

Kembali ke soal PTSL, dari fakta asal persil pada sertifikat hasil PTSL dan penggunaan peta minute sebagai rujukan penentuan batas tanah warga, maka dengan berpartisipasi pada progam PTSL para petani pemilik tanah di Urut Sewu tanpa sadar telah mengakui keberadaan tanah negara di Urut Sewu.

Sementara, para petani pemilik tanah selama ini meyakini peta galur larak yang membagi tanah memanjang dari utara ke selatan hingga batas laut. Penataan galur larak dilakukan pada masa pemerintahan Bupati Ambal R Poerbonegoro dari tahun 1830 hingga 1870. Hingga hari ini ketentuan ini masih berlaku di Urut Sewu.

Berdasarkan peta galur larak, batas selatan tanah warga ialah banyu asin atau laut. Hal ini diperkuat dengan peta bidang tanah pada sertifikat hak milik warga dan letter c desa. Satu di antaranya sertifikat hak milik atas nama Tupon yang kini diwariskan ke anaknya, Tikem, di Desa Kaibon Petangkuran, Kecamatan Ambal.

Di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren juga ada sertifikat hak milik atas nama Mihad dan Satinah yang juga berbatasan dengan laut di sisi selatan. Dokumen ini bertolak belakang dengan klaim keberadaan tanah negara di Urut Sewu.

 


PTSL dan Sertifikat Hak Pakai TNI AD

Suasana wawancara dengan Kepala Kanwil BPN Jateng, Senin (7/6/2021). (Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Dirgantara)

Pada medio 2021, Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah menyatakan telah menerbitkan setifikat dua bidang tanah di dua desa, Brecong dan Mirit, menyusul sertifikat lima bidang tanah yang diserahterimakan Menteri ATR/Kepala BPN kepada KSAD. Belum ada yang tahu perihal kabar ini, termasuk masyarakat Urut Sewu.

Menurut Kanwil BPN Jateng, dari tujuh bidang tanah yang telah bersertifikat hak pakai atas nama TNI AD, bidang tanah di Desa Brecong menjadi satu-satunya bidang tanah, yang diklaim sebagai tanah negara, yang berbatasan dengan tanah warga. Sisanya berbatasan dengan tanah desa.

Sesuai PP No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peroses pengukuran tanah harus melibatkan pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah yang diukur. Berdasarkan aturan ini, maka proses pengukuran di Brecong harus menghadirkan warga pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah yang diukur.

Sementara warga pemilik tanah selama ini menolak klaim tanah negara di Urut Sewu. Meskipun demikian, proses pendaftaran tanah oleh TNI AD di Desa Brecong tetap berjalan. Bahkan setifikat hak pakai untuk TNI AD itu akhirnya terbit.

"Memang ada kalau enggak salah Desa Brecong ini ada yang berbatasan dengan warga. Tapi karena mereka mau ikut PTSL yang tahun 2020 akhirnya disepakati agar mereka bisa terbit sertifikat PPTSL-nya. Artinya peta TNI terbit, peta PTSL juga terbit, yang warga," kata Afandi, petugas pengukuran Kanwil BPN Jateng pada wawancara di ruang rapat Kanwil BPN Jateng 7 Juni 2021 lalu.

Praktik ini menunjukkan program PTSL menjadi cara untuk memuluskan pendaftaran tanah di Urut Sewu oleh TNI AD. Petani yang mengidamkan sertifikat tanah ditawari kemudahan mendapat sertifikat. Namun pada saat yang sama mereka sedang diajak untuk mengakui keberadaan tanah negara sesuai klaim TNI AD.

Teguh Purnomo, Koordinator Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen (TAPUK), menyadari siasat ini. Ia mengusulkan agar pemerintah desa tidak buru-buru mendaftarkan tanah melalui PTSL, khususnya untuk wilayah Urut Sewu.

Untuk bidang tanah di selatan JJLS, ia mengusulkan agar desa mendaftarkan secara mandiri untuk menghindari jebakan pencaplokan tanah berbalut program PTSL. Konsekuensinya, desa memang harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.

"Saya ingatkan bahwa kalau misalnya PTSL cukup yang bagian utara dan bagian selatan ajukan permohonan dengan sistem biasa, walaupun mungkin biayanya lebih mahal daripada yang PTSL," kata Teguh dalam wawancara secara virtual melalui aplikasi zoom.

Namun, ini pun tak akan mudah. Sebab, jika berkaca pada pengalaman di desa lain seperti Ambal Resmi dan Mirit Petikusan, warga kesulitan mendaftarkan tanah di selatan JJLS. Alasannya tanah di selatan JJLS masih bersengketa.

Pendaftaran tanah baru bisa dilakukan setelah sertifikat hak pakai TNI keluar. Ini seperti yang terjadi di Desa Ambal Resmi, Kecamatan Ambal.

"Sertifikat di selatan JJLS belum bisa karena masih ngglambyar, belum fix-lah. Kalau sekarang kan sudah fix,” tutur Kades Ambal Resmi, Wagino, melalui sambungan telepon.

 

 


Komentar Kasad Andika Perkasa

Jenderal Andika Perkasa menyampaikan sambutan pada serah terima sertifikat hak pakai TNI AD di Makorem 072/Pamungkas Yogyakarta, Sabtu (4/9/2021). (Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Dirgantara)

Untuk mendapat keterangan lebih lengkap, kami juga mengonfirmasi Kodam IV/Diponegoro. Namun, upaya kami menghubungi melalui sambungan telepon dan surat permohonan wawancara tidak mendapat respons.

Kami kemudian kembali bersurat ke Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat, dan Kodim 0709/Kebumen. Dari sekian surat yang kami ajukan, hanya Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Tatang Subarna, yang memberikan respons. Ia menyarankan agar menghadiri acara KSAD di Kebumen pada 4 September 2021 lalu.

Malam sebelum acara kami telah tiba di Kebumen. Namun pada tengah malam Brigjen Tatang mengabarkan acara digeser ke Korem 072/Pamungkas di Yogyakarta. Kami pun bergegas menuju ke Yogyakarta pada pagi harinya.

Setibanya di Korem 072/Pamungkas, acara serah terima sertifikat hak pakai TNI AD tengah berlangsung. Satu di antara sertifikat yang diserahterimakan ialah sertifikat bidang tanah di Urut Sewu, Kebumen.

Ada tambahan dua bidang tanah di dua desa yang kembali disertifikatkan sebagai hak pakai TNI AD. Dua bidang tanah itu tersebar di dua desa, yaitu Desa Lembupurwo Kecamatan Mirit dan Desa Entak Kecamatan Ambal.

Tambahan dua ini menyusul dua sertifikat di Desa Brecong Kecamatan Buluspesantren dan Desa/Kecamatan Mirit. Jika dijumlah, maka total ada sembilan bidang tanah di sembilandesa yang telah bersertifikat hak pakai TNI AD seluas 464,3 Ha.

Sementara sisa enam bidang tanah di enam desa lainnya kini dalam proses komunikasi dengan warga. Proses sertifikasi satu dari enam desa ini bahkan hampir mencapai 100 persen.

"Memang ada yang sedang kita proses, tetapi seperti yang saya sampaikan tadi bahwa jangan sampai ada tekanan kepada siapa pun," kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jendral Andika Perkasa, pada sesi wawancara usai acara serah terima sertifikat tanah.

Pada pidato sambutannya, Andika menyatakan tidak akan mengambil tindakan apapun pada lahan yang belum bersertifikat hak pakai TNI AD. Ia menegaskan TNI AD dari tingkat pusat hingga jajaran di lapangan tidak akan menyentuh, apalagi mengelola tanah yang bukan menjadi haknya secara legal.

"Kami patuh hukum dan semua jajaran kami di bawah juga demikian, jadi tidak ada lagi, Pak Arif, seperti yang terjadi waktu itu di lapangan karena kami ke bawah, Pangdam, Danrem, Dandim, semua akan memegang itu," ujar Andika kepada Bupati Kebumen, Arif Sugiyanto, yang turut hadir pada acara itu.

Terkait protes warga atas proses pendaftaran tanah untuk TNI, ia menyerahkan pada mekanisme hukum. Andika mempersilakan warga yang keberatan dengan penerbitan sertifikat hak pakai TNI AD untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

"Mereka juga punya hak, setiap warga negara, untuk misalnya, membawa tuntutan ke ranah hukum. Kami terbuka karena itu mekanisme yang paling fair-lah di Indonesia," ucapnya.

 

Bagian kedua dari 3 tulisan mengenai konflik tanah di Urut Sewu, Kebumen. Laporan ini merupakan hasil kolaborasi dengan sejumlah jurnalis, antara lain Jamal Abdun Nashr (Tempo), Irwan Syambudi (Tirto.id), Anindya Putri Kartika (KBR), dan Stanislas Cossy (Serat.id).

Kolaborasi liputan ini merupakan bagian dari program AJI Yogyakarta yang tergabung dalam konsorsium bersama Walhi Yogyakarta dan LBH Yogyakarta dengan tema "Building Citizen Awarness on the Growing Agrarian Conflict in Yogyakarta and Its Adjacent Region". Program ini didukung oleh Open Society Foundation melalui Yayasan Kurawal.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya