Perjuangan Muna Masyari, Penulis Madura Bermental Baja Jaga Eksistensi Lewat Karya

Kegigihan yang berbuah manis. Konsistensi berujung eksistensi diri dalam berkarya.

oleh Mina Megawati diperbarui 27 Sep 2021, 19:00 WIB
Muna Masyari - Sutasoma 2020

Liputan6.com, Denpasar - - Muna Masyari, begitu nama pena yang tertera pada setiap karyanya. Penulis perempuan dari tanah Madura ini telah mendedikasikan dirinya pada dunia tulis-menulis sejak belasan tahun lalu.

Bagi Muna, menulis adalah sebuah kesenangan yang tak dapat tergambarkan. Prosa pun dipilihnya menjadi media untuk menyuarakan banyak hal tentang budaya Madura dari sisinya sebagai perempuan.

"Memang banyak penulis yang menggali budaya Madura, tapi sebagian besar dari mereka menuliskannya dalam bentuk puisi. Kalau pun ada versi prosa, itu sedikit dan dari sudut pandang maskulin. Maka dari itulah, saya menuliskannya dari sudut pandang perempuan," ungkap peraih penghargaan Sutasoma itu pada sesi wawancara dengan Liputan6.com, Kamis (23/09/21).

Sajian tulisan berlatar budaya yang dikemas apik membawanya menjadi nominator cerpen Kompas tahun 2016, 2018, dan 2020. Sejak kecil, segala hal tentang lokalitas budaya sudah menarik minat perempuan yang juga gemar menjahit itu. Baginya, itu bisa menambah pengetahuan dan khazanah perbendaharaannya untuk menulis kelak.

"Saya belajar banyak dari karya-karya penulis senior. Misalnya, belajar mendeskripsikan alam dan lingkungan dari karya Ahmad Tohari, belajar mengangkat latar budaya dari karya Oka Rusmini," sambungnya.

Simak video pilihan berikut ini:


Tentang Budaya Madura

Madura memiliki ragam budaya, di mana daerah satu dengan daerah lainnya sering tidak sama. Ini yang membuatnya sedikit kesulitan harus melakukan riset ke daerah-daerah yang cukup jauh dari tempatnya. Bahkan, kadang lintas kabupaten. Namun, ia tidak menyerah, sebab latar tradisi-budaya harus berlandasan fakta lapangan meskipun dikemas dalam bentuk fiksi.

Selain riset, bagi Muna masa yang cukup berat adalah saat menemukan ide kemudian menginkubasinya sampai betul-betul siap dituliskan. Ini paling menguras energi sepanjang proses penulisannya. Ide itu kerap didapatkannya dari suara-suara perempuan Madura yang ada di lingkupnya.


Dari Ide hingga Tembus Media Nasional

"Fase mengerami ide menjadi penentu," ujarnya menegaskan.

Pemilihan diksi juga jadi perhatiannya. Tahapan memilah lalu memilih diksi dilakukannya dalam masa swasunting. Ini diyakininya tidak akan mengganggu proses menulis yang laiknya mengalir mengikuti pola cerita.

Usaha kerasnya tak selalu berbuah manis. Targetnya memasukkan tulisan ke beberapa media nasional kerap pupus. Namun, Muna tak menyerah. Meski dia mengirim, ditolak, mengirim lagi, ditolak lagi. Penolakan demi penolakan makin menguatkan mental pun mematangkan mutu karyanya.

Jika sudah melewati masa tunggu dan tetap tak ada kabar, ia menyiasati dengan memermak cerpen itu untuk kemudian dikirimkannya ke media lain.


Mental dan Eksistensi Penulis

Muna Masyari 2020

Dahaganya belum juga terpuaskan, dia kembali menggali ide baru, menulis, lalu mengirimkan ke media incarannya. Hasil tak akan pernah mengkhianati usaha. Pada pertengahan 2011, angin sejuk dari salah satu media nasional melegakan helaan nafasnya. Di sanalah karyanya pertama kali dimuat media nasional.

Karakter perempuan Madura yang tak mudah patah semangat begitu lekat dengannya. Kesuksesan menembus Republika dilanjutkan dengan tembusnya tulisan ke media-media besar.

"Siapa pun yang mau jadi penulis harus membekali dirinya dengan mental yang kuat bak baja," katanya penuh penekanan.

Mental lembek dan mudah menyerah akan membuat talenta itu terpendam selamanya. Belum sempat dieksplorasi si penulis sudah gulung tikar lebih dahulu.

"Tugas penulis ya menulis, masalah menang atau kalah, diterima atau ditolak jangan lantas dijadikan beban. Kalah ya usaha lagi pun kalau ditolak ya coba lagi," dia mengisahkan.

Selain kuat mental, penulis juga harus sabar dan tabah. Mengingat proses panjang yang harus rela dilewati sebelum memetik hasilnya.


Peran Penulis untuk Generasi Muda

Baginya, penulis juga berperan dalam memajukan minat baca generasi muda Indonesia. Alih-alih ingin menginspirasi mereka dengan apa yang ditulis, tetapi mereka urung membaca. Inilah tugas para penulis.

Diperlukan kecakapan dalam menghadirkan bacaan-bacaan yang memanggil rasa ingin tahu. Menemukan trik jitu membuat mereka mengambil jeda, untuk sesaat bersedia masuk ke dalam bilik kata yang disusun, kemudian mendapati pesan-pesan implisit di dalamnya.

Kemampuan untuk menyentuh rasa ingin tahu mereka tentu memerlukan usaha yang tak singkat. Konsistensi berkarya mutlak diperlukan. Seperti cerita latar budaya dalam setiap karya-karya Muna yang disuguhkan dengan apik dari segi diksi, alur, penokohan, pun latarnya.

Cara semacam ini kiranya mampu menggait minat baca generasi Indonesia. Bangsa yang baik tingkat literasinya akan berdampak positif pada mutu generasi muda Indonesia pada masa mendatang.

"Pada dasarnya anak-anak itu punya rasa ingin tahu yang tinggi. Pintarnya kita saja memantik. Mereka tak hanya akan terinspirasi oleh hasil karya, namun juga pada kegigihan penulis dalam menciptanya," pungkas Muna menutup perbincangan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya