Ekonomi Sirkular Jadi Cara Indonesia Tambah PDB dan Lapangan Kerja, Apa Itu?

Indonesia akan melakukan transformasi ekonomi ke arah yang lebih “hijau” atau sering disebut dengan ekonomi sirkular.

oleh Arief Rahman H diperbarui 26 Sep 2021, 16:04 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada acara Economics Talk: “Emphasizing Circular Economy: Scalling Up Indonesia’s Economy within Planetary and Social Boundaries" yang diadakan oleh HIMIESPA FEB Universitas Gadjah Mada (UGM).

Liputan6.com, Jakarta Upaya pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah berkomitmen untuk tidak hanya mengembalikan kondisi ekonomi sebagaimana sebelum krisis, namun juga ke kondisi yang jauh lebih baik (build back better).

Seperti diketahui, masuknya varian delta di akhir triwulan II -2021 sempat memberikan tekanan besar terhadap sektor kesehatan dan ekonomi Indonesia.

Tetapi dengan kerjasama yang solid seluruh stakeholder di pusat dan di daerah, angka kasus positif Covid-19 dapat dikendalikan dimana angka reproduction rate pandemi covid telah berada di bawah 1.

Upaya perbaikan pada sektor kesehatan dan perekonomian nasional terus berlanjut. Salah satu upaya untuk memenuhi komitmen tersebut adalah dengan melakukan transformasi ekonomi ke arah yang lebih “hijau” atau sering disebut dengan ekonomi sirkular.

Ekonomi sirkular merupakan model industri baru yang berfokus pada reducingreusing, dan recycling yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah.

Ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada acara Economics Talk: “Emphasizing Circular Economy: Scalling Up Indonesia’s Economy within Planetary and Social Boundaries" yang diadakan oleh HIMIESPA FEB Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Konsep ini  tentunya bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga selanjutnya menggunakan proses produksi dimana bahan baku dapat digunakan berulang-ulang sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam,” jelas dia.

Transformasi menuju ekonomi sirkular menjadi penting bagi Indonesia karena akan membawa banyak dampak positif, baik bagi lingkungan serta pertumbuhan berbagai sektor pembangunan di masa depan.

Selain dapat meningkatkan pertumbuhan PDB Indonesia, penerapan konsep ekonomi hijau/sirkular juga dapat berpotensi menghasilkan 4,4 juta tambahan lapangan pekerjaan.

Di mana tiga perempatnya memberdayakan perempuan dengan kesempatan yang lebih baik pada tahun 2030.

Ekonomi sirkular akan memberi kontribusi pada upaya pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.

“Di mana kita berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca pada tahun 2030 sebesar 29 persen dan apabila ada kerjasama internasional, ini dapat ditingkatkan menjadi 41 persen,” jelas Menko Airlangga.

 


5 Sektor

Pemandangan gedung-gedung bertingkat di Ibukota Jakarta, Sabtu (14/1). Hal tersebut tercermin dari perbaikan harga komoditas di pasar global. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Pengarusutamaan konsep pembangunan rendah karbon telah tercantum dalam RPJMN 2020-2024 dan peta jalan pencapaian NDC Indonesia 2030.

Terdapat lima sektor yang menjadi prioritas utama dalam dua dokumen tersebut diantaranya adalah pembangunan energi berkelanjutan, pengelolaan limbah terpadu, pengembangan industri hijau, pemulihan lahan berkelanjutan, serta inventarisasi dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan kelautan.      

Dalam hal implementasi industri hijau, tercatat sejak tahun 2010 hingga 2019 terdapat 895 perusahaan yang telah meraih green industry awards.

Sementara itu, 1.707 industri juga telah mendapatkan sertifikasi blue dan gold dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER), yang berdampak pada pengurangan Gas Rumah Kaca kurang lebih sebesar 93,83 juta ton dan pengurangan polutan sebesar 50,59 juta ton.

Program strategis juga sudah dilakukan oleh Pemerintah diantaranya melalui pengembangan Biofuel B30.

Lebih lanjut adalah terobosan pengolahan limbah menjadi bahan bakar alternatif, salah satunya melalui teknologi Refuse Derived Fuel (RDF).

“Tentunya terdapat beberapa tantangan utama dalam melakukan transformasi ekonomi. Salah satu tantangan terbesar adalah kapasitas kelembagaan serta akses finansial dan teknologi yang diperlukan untuk pengembangan teknologi hijau. Diestimasi, investasi modal tahunan yang dibutuhkan untuk Ekonomi Sirkular berkisar Rp308 triliun  atau USD 21,6 miliar,” tutup Airlangga.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya