Liputan6.com, Bandung - Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia Jawa Barat (PHRI Jabar) menggelar rapat koordinasi BPP PHRI bersama BPD PHRI Se-Indonesia khusus membahas sertifikat Cleanliness Health Safety Environment (CHSE). Dalam acara yang digelar virtual Jumat (24/92021) itu, PHRI Jabar meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan sertifikasi CHSE, lantaran dianggap memberatkan pelaku usaha.
Baca Juga
Advertisement
Ketua PHRI Jabar Herman Muchtar menilai keberadaan sertifikat CHSE memang cukup memberi hal yang positif terhadap penerapan protokol kesehatan dalam rangka menghambat penyebaran Covid-19. Namun, bagi PHRI Jabar, penerapan sertifikat CHSE memberi beban yang cukup berat pada APBN untuk membiayai kegiatan operasional.
Adapun nilai yang harus dikeluarkan sebesar kurang lebih Rp12 juta per perusahaan, sehingga tidak dapat menjangkau pada semua anggota khususnya hotel dan restoran se-Indonesia.
Muchtar juga menyebut, masa berlaku dari sertifikat CHSE hanya satu tahun dan harus diperpanjang pada tahun berikutnya. Hal ini akan memberatkan APBN dan pengusaha apabila dalam pelaksanaan sertifikasi ini sudah tidak ditanggung oleh pemerintah.
"Dalam pelaksanaannya di lapangan pun juga tidak ada perbedaan bagi hotel dan restoran yang telah mendapat sertifikat maupun yang belum mendapat sertifikat CHSE. Sampai dengan saat ini tamu yang datang pada umumnya tidak memperhatikan mana yang sudah dan mana yang belum bersertifikat CHSE," ujar Muchtar melalui keterangan tertulis, Senin (27/9/2021).
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Berharap Ditanggung Pemerintah
Muchtar mengatakan, apabila masih tetap ingin diberlakukan, maka PHRI Jabar berharap sertifikasi CHSE ini dibiayai oleh pemerintah dan berlaku untuk minimal lima tahun.
Selain itu, melihat poin-poin sertifikasi CHSE sebagian besar sudah tercantum pada perizinan atau sertifikasi yang sudah ada, PHRI menyarankan agar sertifikasi CHSE dapat dimasukkan ke dalam sertifikasi yang sudah ada sebelumnya. Misalnya sertifikasi laik sehat yang selama ini telah terlaksana di semua daerah yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat dengan biaya yang terjangkau oleh masing-masing perusahaan.
"Sehingga sertifikasi CHSE tidak berdiri sendiri yang akan menambah beban negara maupun pengusaha terutama pada masa pandemi ini," tuturnya.
Dengan pertimbangan tersebut, PHRI Jabar mengusulkan kepada BPP PHRI agar dapat diperjuangkan pelaksanaan sertifikasi CHSE untuk dapat dihentikan, apalagi adanya wacana bahwa sertifikasi CHSE akan dikaitkan dengan proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS).
Advertisement