OJK Tutup 425 Investasi Bodong

Data yang dipublikasikan OJK per 14 Juli 2021, SWI telah menghentikan 11 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 27 Sep 2021, 11:57 WIB
Ilustrasi Investasi bodong (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup sekitar 425 investasi ilegal hingga semester I 2021. Jumlah tersebut termasuk kegiatan yang berkaitan dengan money game, crypto aset tanpa izin, forex dan robot forex tanpa izin, dan kegiatan lainnya.

"Selama 2020 sampai dengan pertengahan 2021, Juni 2021, bersama Satgas Investasi kita telah menutup tidak kurang dari 425 investasi ilegal dan sekitar 1.500 fintech peer to peer lending yang ilegal juga," kata Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara dalam Webinar Wake Up Call: Building Neo Economy Society, Senin (27/9/2021).

Berdasarkan data yang dipublikasikan OJK per 14 Juli 2021, SWI telah menghentikan 11 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang.

Serta melakukan duplikasi atau mengatasnamakan entitas yang berizin sehingga berpotensi merugikan masyarakat. Daftar entitas yang dihentikan SWI:

1. PT. Bitrexgo Solusi Prima

2. PT. Payung Nuswantoro Internasional

3. PT. Sejahtera Bersama Solusindo (Good Deal Poin)

4. GIVE4DREAM

5. CV Indodata Group

6. GORICH INDONESIA/GORICH.IO

7. INDRA

8. ATM Produk

9. PT. Samudera Permata Digital

10. CANNIS

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kejahatan Siber Hantui Industri Keuangan, Begini Cara OJK Menghalau

Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Keuangan Digital Imansyah menuturkan, OJK selaku regulator sektor jasa keuangan tak akan tinggal diam untuk meminimalisir dampak kejahatan siber di industri keuangan dalam negeri.

Sebab, kejahatan siber dapat memberikan pukulan yang telak bagi industri khususnya industri jasa keuangan seperti menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat dan tentunya kerugian finansial bagi pelaku industri.

"Tingkat kepercayaan masyarakat memang menjadi salah satu prioritas utama kita dalam transaksi bisnis mereka terutama karena kerugian dalam cyber crime ini sangatlah besar," tutur Imansyah dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat, 24 September 2021.

Imansyah menuturkan, untuk meminimalisir dampak kerugian dari kejahatan siber atau cyber crime yang dihadapi pelaku industri, OJK terus membantu industri jasa keuangan untuk meningkatkan cyber resilient atau daya tahan cyber.

"Terkait dengan upaya cyber resilient dalam catatan yang lebih mikro, kami melihatnya dalam dua persfektif. Pertama, bagaimana OJK menyiapkan dan terus menyempurnakan regulasi yang ada secara berkesinambungan dan fit dengan dinamika yang ada. Dan berikutnya bagaimana kita terus mengupayakan literasi dan edukasi kepada masyarakat," ungkapnya.

Dia mengatakan, dalam tatanan regulasi, OJK telah mengambil langkah seperti penyusunan ketentuan strategi anti fraud, kemudian regulasi fintech baik itu peer to peer, securities crowdfunding, digital bank, dan equity crowdfunding.

"Dan mungkin ke depan akan terus dikeluarkan berbagai macam regulasi yang lebih spesifik mengatur tentang fintech dan termasuk penguatan aspek manajemen risiko teknologi informasi, keamanan data, regulatory compliance, information & cyber security," terangnya.

Lebih lanjut, secara spesifik dalam konteks manajemen risiko mungkin sudah waktunya juga dimulai studi cyber risk sebagai risiko yang stand alone di sektor jasa keuangan dalam konteks kerangka manajemen risiko scara umum.

"Risiko siber seharusnya sudah mulai diidentifikasi, diukur dan dievaluasi terpisah dengan operasional risk hingga proses kalibrasi dalam hitung kerugian, kmudian menyiapkan bantalan modal menjadi lebih presisi untuk mencegah kerugian lebih besar," kata Imansyah.

 


Fintech Center

Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Kemudian terkait upaya edukasi, regulator punya fintech center atau yang biasa disebut OJK Infinity. Ini merupakan wadah yang memberikan layanan konsultasi bagi industri, mahasiswa dan masyarakat secara luas terkait keuangan digital.

Selain itu, pihaknya juga melaksanakan kegiatan sosialisasi digitalisasi sektor jasa keuangan dan berperan aktif dalam satu program yang sedang kami siapkan bekerja sama dengan universitas-universitas yaitu digital financial literacy.

"Bentuknya dalam bentuk buku, ebook, video, dan game interaktif dengan tema berbagai seputar keuangan digital termasuk edukasi tentang cyber crime," paparnya.

ke depan, ujar Imansyah, OJK juga siapkan berbagai inisiatif kebijakan seperti finalisasi cetak biru transformasi bank digital, penguatan pengawasan berbasis teknologi, pengembangan aplikasi customer support berbasis AI dan big data technology.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya