Pengusaha Hotel dan Restoran Tolak Rencana Wajib Sertifikasi CHSE

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menolak rencana pemerintah untuk mewajibkan sertifikasi CHSE bagi industri pariwisata.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Sep 2021, 15:00 WIB
PT Hotel Indonesia Natour (Persero) (HIN) siap menyambut bisnis New Normal (dok: HIN)

Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menolak rencana pemerintah untuk mewajibkan sertifikasi CHSE bagi industri pariwisata, khususnya sektor hotel dan restoran. Adapun CHSE merupakan kepanjangan dari Clean, Health, Safety dan Environment.

"Kami Pimpinan BPD PHRI Jakarta menolak rencana tersebut jika dilakukan saat ini karena bersifat kontraproduktif dari upaya kami yang berusaha bangkit dari keterpurukan," kata Ketua BPD PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, Jakarta, Senin (27/9/2021).

Sutrisno menjelaskan beberapa alasan penolakan oleh PHRI. Sejak kemunculan dan penerapannya, CHSE tersebut belum memberikan dampak signifikan terhadap usaha Hotel dan Restoran. Sehingga hal tersebut dinilai hanya bersifat sebagai 'marketing gimmick' dengan labeling 'I do care'.

"Namun sejatinya praktik Clean, Health, Safety, Environment sudah menjadi best practice hotel dan juga sudah termasuk dalam penerapan standar laik sehat, food safety management system dan OHSA," jelasnya.

Protokol Kesehatan yang diterapkan pada sektor hotel dan restoran, kata Sutrisno, telah dilaksanakan dengan baik. Bahkan, hotel dan restoran adalah sektor yang paling siap dalam mengimplementasikan prokes tersebut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Seluruh Industri Pariwisata

Mulia Bali siap menyambut new normal dengan sejumlah protokol kesehatan WHO. Seperti apa pelaksanaannya? (Foto: Mulia Bali)

Dia melanjutkan, CHSE ini digadang-gadang akan diterapkan pada seluruh industri pariwisata, termasuk Desa Wisata dan lain-lain. Padahal, sertifikasi CHSE tersebut menelan dana yang besar dan tidak sebanding dengan pendapatan pengusaha.

"Apabila akan didorong menjadi sertifikasi mandiri dengan mekanisme OSS berapa banyak kapitalisasi dana yang akan terhimpun dari program yang kurang bermanfaat ini dan tentunya akan sangat membebani pengusaha," tandasnya.

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya