Liputan6.com, Richmond - Pada 28 September 1781, Jendral George Washington, memimpin kekuatan 17.000 tentara Prancis dan Kontinental, dan memulai pengepungan yang dikenal dengan Pertempuran Yorktown melawan Jenderal Inggris, Lord Charles Cornwallis dan kontingen 9.000 tentara Inggris di Yorktown, Virginia, di sebagian besar wilayah pertempuran penting dari Perang Revolusi.
Baca Juga
Advertisement
Dilansir dari laman History, Senin (27/9/2021), sebelumnya, armada Prancis yang dipimpin oleh Francois, Count de Grasse, berangkat dari St. Domingue (koloni Prancis saat itu yang sekarang menjadi Haiti) menuju Teluk Chesapeake, sama seperti Cornwallis memilih Yorktown, di mulut Chesapeake, sebagai markasnya. Washington menyadari bahwa inilah saatnya untuk bertindak.
Ia memerintahkan Marquis de Lafayette dan 5.000 tentara Amerika untuk memblokir pelarian Cornwallis dari Yorktown melalui darat sementara armada angkatan laut Prancis memblokir pelarian Inggris melalui laut.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Washington Berhasil Mengepung Cornwallis dan Yorktown
Pada 28 September, Washington telah sepenuhnya mengepung Cornwallis dan Yorktown dengan kekuatan gabungan pasukan Kontinental dan Prancis.
Setelah 3 minggu pengeboman tanpa henti, siang dan malam, dari artileri, Cornwallis menyerah kepada Washington di lapangan di Yorktown pada 17 Oktober 1781, yang mengakhiri Perang Kemerdekaan.
Mengaku sakit, Cornwallis tidak menghadiri upacara penyerahan resmi, yang diadakan pada 19 Oktober. Sebaliknya, komandan keduanya, Jenderal Charles O'Hara, membawa pedang Cornwallis ke komandan Amerika dan Prancis.
Meski perang berlangsung lama di laut lepas dan gedung teater lainya, kemenangan Patriot di Yorktown mengakhiri pertempuran di koloni-koloni Amerika.
Negosiasi perdamaian dimulai pada 1782, dan pada 3 September 1783, Perjanjian Paris ditandatangani, secara resmi mengakui Amerika Serikat sebagai negara yang bebas dan merdeka setelah delapan tahun perang.
Reporter: Ielyfia Prasetio
Advertisement