Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha alat kesehatan mengeluh syarat wajib sertifikasi halal untuk alat kesehatan (Alkes). Syarat ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 464 tahun 2020.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Teguh mengatakan, syarat wajib sertifikasi halal ini berpotensi menjadi komersialisasi. Kewajiban ini juga berpotensi menambah ketidakpastian bagi investasi dari luar negeri.
Advertisement
"Jangan sampai produk yang tidak perlu sertifikat halal, dikenakan, sehingga sertifikasi ini tidak mencapai tujuan awalnya," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Jakarta, Senin (27/9/2021).
Mekanisme sertifikasi itu, menyulitkan pabrikan karena bahan baku hingga kini harus disuplai dari berbagai pihak agar sesuai ketentuan. Sementara itu, infrastruktur pelabelan halal untuk alat kesehatan belum sesiap obat dan makanan.
"Kalau untuk obat dan makanan sangat jelas pelabelan halal. Sementara untuk alkes kita masih kebingungan," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komunitas Inovator
Dalam hal penyediaan alkes dalam negeri, Gakeslab telah membangun kerja sama dengan 11 universitas untuk menciptakan komunitas inovator dimana produk-produk penelitian bisa dilakukan penghiliran oleh industri.
Gakeslab juga menggandeng Persatuan Insinyur Indonesia untuk mendukung kesiapan berupa komponen bahan baku dan mesin, serta memobilisasi sarana produksi. Namun demikian, pemerintah masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk dibereskan.
Salah satunya yakni skema penghitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) khusus untuk sektor alat kesehatan. "Sepertinya belum ada kejelasan apabila kami mempunyai penelitian dan pengembangan bekerja sama dengan universitas, apakah ini bisa menaikkan bobot TKDN," tandas Randy.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement