Wall Street Bervariasi Imbas Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS

Wall street beragam pada perdagangan Senin, 27 September 2021 seiring imbal hasil obligasi AS menguat.

oleh Agustina Melani diperbarui 29 Sep 2021, 06:40 WIB
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan Senin, 27 September 2021. Hal ini seiring imbal hasil obligasi AS naik dan trader bersiap hadapi pasar yang bergejolak pada pekan terakhir September 2021.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 tergelincir 0,28 persen ke posisi 4.443,11. Indeks Nasdaq susut 0,52 persen ke posisi 14.969,97 karena saham teknologi yang tertekan. Indeks Dow Jones naik 71,37 poin menjadi 34.869,37 seiring saham energi dan bank yang menguat.

Indeks utama yang bervariasi tersebut didorong imbal hasil surat berharga yang naik. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun meningkat karena optimisme ekonomi dan kekhawatiran inflasi. Imbal hasil obligasi sentuh 1,5 persen, dan tertinggi sejak Juni dan naik dari 1,3 persen pada akhir Agustus.

“Kami percaya pergerakan (pasar obligasi) ini telah memberikan percikan untuk ‘value rip’ lainnya di seluruh pasar ekuitas,” kata Chris Senyek dari Wolfe Research dilansir dari CNBC, Selasa (28/9/2021).

Ia menambahkan, arah suku bunga jangka panjang harus tetap menjadi pendorong pengembalian pasar, rotasi sektor dan kinerja tematik pada pekan mendatang.

Perdagangan untuk pesanan barang tahan lama juga lebih baik dari perkiraan pada awal pekan ini. Di sisi lain, saham teknologi termasuk Alphabet, Apple, dan Nvidia lebih rendah pada awal pekan ini sehingga membebani S&P 500 dan Nasdaq.

Saham teknologi dipandang sensitif terhadap kenaikan imbal hasil obligasi karena peningkatan biaya utang dapat menghambat pertumbuhannya dan tingkat lebih tinggi dapat membuat arus kas tampak kurang berharga.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Saham Energi dan Keuangan Menguat

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Akan tetapi, saham yang berkaitan dengan kembalinya ekonomi meningkat. Hal ini dipengaruhi kasus COVID-19 di AS. Berdasarkan data Universitas John Hopkins, kasus di AS rata-rata sekitar 120.000 per hari. Turun dari rata-rata 7 hari pada awal September 166.000. CEO Pfizer, Albert Bourla menuturkan, AS dapat kembali normal dalam setahun meski vaksinasi mungkin diperlukan.

Saham Carnival Corp naik 3,7 persen, saham United Airlines bertambah 0,6 persen, dan saham Boeing melonjak 1,3 persen.

Kenaikan imbal hasil juga mendorong saham keuangan dengan indeks Bank KBW naik 2,9 persen. Saham Goldman Sachs dan JPMorgan Chase naik lebih dari dua persen sehingga mencatatkan kinerja terbaik di indeks Dow Jones.

Selain itu, saham energi juga menguat pada awal pekan ini. Saham Exxon Mobil dan Occidental Petroleum naik seiring harga minyak mentah WTI melampaui USD 75 per barel. Harga gas alam juga naik pada awal pekan ini karena investor memantau kekhawatiran kekurangan energi di Eropa.

“Pergerakan untuk saham energi menunjukkan ada kekhawatiran atas pasokan di pasar minyak mentah dan gas alam,” ujar Manajer Portofolio dan Direktur Pelaksana CIBC Private Wealth, Adam Karpf.

“Kami telah berbicara di masa lalu tentang ini benar-benar menjadi pemulihan yang didorong oleh permintaan dan reli dengan pembukaan kembali perdagangan. Itu adalah bagian dari apa yang terjadi tetapi saya pikir peningkatan terbaru juga merupakan fungsi dari kekhawatiran pasokan,”.


Investor Pantau Potensi Penutupan Pemerintah AS

Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Selain itu, investor juga memantau kondisi di Washington ketika anggota parlemen mencoba mencegah penutupan pemerintah, gagal bayar pada utang AS, dan kemungkinan agenda ekonomi besar-besaran Presiden AS Joe Biden tidak terlaksana.

Ketua DPR Nancy Pelosi mengharapkan RUU infrastruktur bipartisan senilai USD 1 triliun akan disahkan pekan ini. Akan tetapi, pemungutan suara untuk undang-undang tersebut dapat didorong kembali dari jadwal aslinya.

Kongres harus meloloskan anggaran baru pada akhir September untuk menghindari penutupan, dan anggota parlemen juga harus mencari cara untuk meningkatkan dan menangguhkan plafon utang pada Oktober sebelum AS gagal membayar utangnya untuk pertama kali.

“DC akan mulai mengumpulkan lebih banyak perhatian dalam beberapa minggu mendatang karena kalkulus politik seputar pengesahan tagihan infrastruktur dan debat plafon utang kemungkinan menjamin beberapa berita utama pergerakan pasar,” ujar Intitutional Equity Strategist Raymond James, Tavis McCourt.

Investor juga memantau pergantian di Federal Reserve seiring dua presiden regional mengumumkan pensiun dini pada awal pekan ini.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya