Cerdas Memilih Tontonan, SMP Don Bosco 2 Berkolaborasi dengan Lembaga Sensor Film Indonesia

Webinar ini memberikan materi pentingnya memilih tontonan yang baik

oleh Liputan6dotcom diperbarui 28 Sep 2021, 16:05 WIB
Doc: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta Drama Korea, film, kartun, ajang pencarian bakat, dan FTV adalah sejumlah tontonan favorit remaja yang dapat disaksikan di televisi dan platform tertentu. Namun tidak semua tontonan dapat disaksikan begitu saja.

Sebagai bentuk edukasi dalam hal cerdas memilih tontonan, SMP Don Bosco 2 berkolaborasi dengan LSF RI menggelar webinar bertajuk Sensor Mandiri: Cerdas dalam Memilih Tontonan. Kegiatan ini digelar secara daring pada tanggal 21 September 2021 yang lalu.

Hadir dalam acara tersebut Joseph Samuel Krishna, selaku Ketua Sub Komisi Apresiasi dan Promosi LSF. Acara dipandu oleh para host yang merupakan siswa-siswi dari SMP Don Bosco 2.

Mereka adalah tim jurnalistik SMP Don Bosco 2, yaitu Jason Tanu dari 7A, Alex dan Ello 7B, serta Natasha dari 8B. Kegiatan webinar dibuka dengan kata sambutan dari Adrianus Nara Lamadua, selaku kepala SMP Don Bosco 2.

“Kita berjumpa dengan banyak informasi maka hari ini kita akan diajak oleh LSF RI tentang bagaimana cara melakukan sensor mandiri. Di tengah banjirnya in-formasi kita perlu mem-format diri agar tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak sesuai,” ungkapnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Ada game

Doc: Istimewa

Kepala SMP Don Bosco 2 turut mengapresiasi karya virtual background yang dibuat oleh Aily dari 7B dan flyer kegiatan yang dibuat oleh Kayla dari 9A. Pada kegiatan ini, tampak siswa-siswi memiliki peran penting dalam jalannya sebuah acara. Sementara siswa-siswi yang bertugas sebagai host berlatih untuk berani dan percaya diri dalam berkomunikasi.

Kegiatan juga dimeriahkan dengan game yang dirancang oleh Tiffani dari 7B, Clara, 8B, Mahalia, 8A, Feli dan Mita dari 8C hingga menonton beberapa cuplikan film seperti Penthouse, Mission Impossible, dan Sinetron Ikatan Cinta. Kegiatan dilanjutkan dalam bentuk talkshow yang dipandu oleh Host agar siswa-siswi kelas 7,8, dan 9 lebih interaktif dalam mengikuti materi tentang pentingnya sensor mandiri.

Joseph menjelaskan sensor mandiri merupakan kesadaran diri seseorang untuk menonton film, baik di TV, bioskop ataupun platform digital lainnya yang sesuai dengan usia orang tersebut. Lebih lanjut, menurut Joseph, sensor mandiri tentu saja menjadi hal yang penting.  

“Nonton film pasti memberi dampak untuk kita jadi misalnya anak kecil tapi dia nonton film orang dewasa, kan nggak ngerti sama konfliknya, alurnya. Jadi harus cerdas dalam memilih tontonan,” katanya.

 


Peran LSF

doc: Istimewa

Pada kesempatan tersebut, Joseph juga menginformasikan tentang peran serta alur kerja dari LSF RI. Biasanya sebelum film ditayangkan di TV ada pihak pertama yang bernama QC yang menilai, melihat, dan memeriksa kesesuaian adegan film dengan batasan usia yang ada. Materi itu kemudian dikirimkan ke LSF.

“Jadi tugas LSF memeriksa materi filmnya, tapi tugas kita tidak untuk memotong. LSF hanya memeriksa bagian dan materi filmnya lalu, LSF memberi catatan,” tukasnya.

Usai talk show, ada sesi tanya jawab yang dihujani oleh salah satu pertanyaan kritis dari seorang siswa tentang tanggapan LSF mengenai film horor yang ditayangkan di TV.

“Jangan sampai penyampaian agama dari film apapun ada penyimpangan karena merupakan isu yang sensitif di negara kita. Boleh saja penyampaian nilai moral agama di film horor selama proporsional dan pesan yang disampaikan sesuai,” jawab Joseph.

Kegiatan ditutup dengan foto bersama dan tampak keceriaan siswa-siswi karena mereka mendapat ilmu baru tentang pentingnya memilih tayangan yang sesuai dengan usia agar terhindar dari sejumlah dampak negatif yang mungkin saja terjadi.

 

Penulis

Pearly, Dyrene, Gabrielle, dan Astrid

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya