Dukung Langkah Mensos, Pengamat: 9,7 Juta Warga Miskin Berpeluang Terima Bansos

Kemensos telah membuka kesempatan bagi pemerintah daerah mengisi kuota warga miskin untuk menerima bansos sebesar sekitar 9,7 juta data.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2021, 14:42 WIB
Mensos Risma blusukan ke kampung-kampung di Kota Gudeg menemui sejumlah warga dan berdialog, Senin (19/7)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Birokrasi Varhan Abdul Aziz tidak sepakat dengan pandangan sejumlah pihak bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) telah menghilangkan hak warga miskin menerima bantuan sosial (bansos).

Sebaliknya, ia berpendapat Kemensos telah membuka kesempatan bagi pemerintah daerah mengisi kuota warga miskin untuk menerima bansos sebesar sekitar 9,7 juta data.

"Justru, yang terjadi Kemensos membuka kuota bagi warga miskin untuk mendapatkan bansos dari negara. Besarnya yakni 9.746.317. Sekarang tinggal giliran pemerintah daerah yang harus bekerja keras mengisi kuota ini. Karena, data warga miskin datang dari daerah," kata Varhan yang juga Wakil Sekretaris Jenderal LSM Lumbung Informasi Rakyat (Lira) di Jakarta, Selasa (28/9/2021).

Pernyataan Varhan menyikapi siaran pers BPJS Watch yang mensinyalir Kemensos telah menghilangkan kesempatan kepada 9 juta warga miskin untuk menerima bansos.

Selanjutnya dia berharap daerah serius melakukan perbaikan data masyarakat miskin di wilayah masing-masing, sehingga subsidi benar-benar tepat sasaran. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, data fakir miskin yang berhak menerima bantuan itu diusulkan dari daerah.

Varhan juga mengapresiasi langkah Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini memastikan bansos disalurkan tepat sasaran. Di antaranya dengan memastikan data berdasarkan NIK dan padan dengan data Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Kemudian data tersebut masuk ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Saya kira ini langkah yang bagus. Karena Kemensos telah menegakkan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara," katanya.

Varhan mengungkapkan sebelumnya juga memang banyak masyarakat yang mengeluhkan akan data yang acak-acakan dan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat di lapangan. Dengan keputusan Mensos yang melakukan pemutakhiran data secara periodik, hal itu tidak akan terjadi lagi.

"Yang dilakukan Mensos merupakan awal yang baik untuk ke depannya agar masyarakat tidak lagi mengeluhkan bantuan dari pemerintah yang tidak tepat sasaran akibat dari data yang tidak sesuai," kata dia.

Selain itu, pemutakhiran data ini harus dilakukan secara konsisten tidak boleh berhenti agar tidak ada lagi anggapan dari masyarakat yang menyebutkan pemerintah tidak pernah memperbaharui data penerima bantuan, bahkan sampai bertahun-tahun.


Periodik dan Sistematis

Diketahui, sebelumnya Mensos mengatakan pemerintah pusat akan terus melakukan pemutakhiran data secara periodik dan sistematis guna memastikan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial. Kemensos terus melakukan pemadanan data penerima bantuan dengan DTKS dengan NIK yang terdaftar di Dukcapil.

Akurasi DTKS menjadi agenda serius Risma, sebab DTKS merupakan basis data untuk program bantuan sosial pemerintah di semua kementerian, sebagai data rujukan bagi program bantuan sosial dari berbagai kementerian termasuk Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Kementerian Kesehatan.

Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) dipersyaratkan merupakan warga miskin dan memiliki NIK yang padan dengan data Dukcapil.

"Data yang tidak padan dengan NIK di Dukcapil tidak bisa diberikan bantuan. Data yang belum padan ini harus dikeluarkan. Sebabnya bisa karena pindah segmen, meninggal dunia, data ganda, atau mungkin sudah tidak lagi termasuk kategori miskin," kata Risma dalam konferensi pers di kantornya, Senin (27/9/21).

Kemensos akan menetapkan data yang telah padan sebulan sekali. Kemensos menunggu perbaikan dan usulan daerah sampai dengan tanggal 12 setiap bulan.

"Saya menetapkan PBI JK itu sebulan sekali. Jadi di minggu pertama setelah saya menetapkan DTKS, saya buka kesempatan kepada daerah untuk mengirimkan data hasil verifikasi mereka, sebelum saya tetapkan di pertengahan bulan," kata Risma.

Kemudian, Mensos menjelaskan alasannya menghapus lebih dari 9 juta orang miskin dari daftar penerima Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2021 atau BPJS Kesehatan.

Data yang dihapus ini, ujar Risma, terdiri dari 434.835 orang meninggal, lalu data ganda sebanyak 2.584.495, dan data mutasi sebanyak 833.624. Selanjutnya, ditemukan data non DTKS yang tidak padan dengan Dukcapil sebanyak 5.882.243.

"Ya masak kalau sudah meninggal dimasukkan, itu ya salah aku malah. Jadi, yang dikeluarkan (dari data) itu kan meninggal. Lalu, data ganda. Kemudian mutasi, dia sudah bisa bayar sendiri, ya salah (kalau disubsidi)," ujar dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya