Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyebutkan ada dua syarat pembangunan bandara antariksa di Indonesia.
Menurutnya, kedua syarat yang dimaksud adalah kesiapan lahan dan investor. Pria yang karib disapa Handoko ini mengatakan, jika kedua syarat tersebut terpenuhi, BRIN akan memulai pembangunan roket pengorbit satelit.
Pasalnya, pembangunan bandara antariksa bersifat besar dan membutuhkan investasi modal serta melibatkan konsorsium penanaman modal yang besar.
“Kami akan bermitra dengan konsorsium swasta. Bandara ini nantinya bukan sekedar fasilitas negara untuk riset tetapi juga untuk bisnis peluncuran satelit,” kata Handoko, dikutip dari keterangan resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Handoko mengakui, sudah ada beberapa konsorsium yang menyatakan minat untuk membiayai pembangunan bandara antariksa ini.
Namun karena sifatnya yang confidential atau rahasia, hal itu tidak dapat disebutkannya. Terlebih menurutnya, bisnis ini multinasional sehingga membutuhkan kerjasama internasional.
Lebih lanjut, Handoko mengatakan, posisi geografis Indonesia lebih menguntungkan untuk meluncurkan satelit.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Posisi Indonesia Menguntungkan untuk Peluncuran Satelit
“Ada potensi penghematan bahan bakar karena gravitasi di Indonesia lebih mendukung dan lebih menguntungkan daripada India. Indonesia berharap memiliki kemandirian dalam meluncurkan satelit untuk komunikasi, surveilans, mitigasi perubahan iklim, mitigasi bencana, dan sebagainya,” ujarnya.
Mengenai Space X yang dikabarkan pernah berkomunikasi dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN (yang sebelumnya adalah LAPAN) Erna Sri Adiningsih menegaskan bahwa komunikasi yang pernah berlangsung dengan Space X bukan dalam konteks pembangunan antariksa.
“Space X saat itu membantu memetakan lokasi penerbangan penumpang komersial antarbenua dengan menggunakan roket agar lebih hemat energi dan waktu dibandingkan jika menggunakan pesawat,” ujarnya.
Menurut Erna, sebelumnya LAPAN sudah melakukan studi feasibilitas pada lahan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di Biak.
Advertisement
Jajaki Potensi Lokasi Selain Biak
“Lokasi Biak diketahui sudah sesuai dalam hal teknis dan lingkungan secara fisik. Namun untuk luasannya harus diperluas karena belum memenuhi persyaratan minimum 1000 hektar untuk kebutuhan yang lebih besar, selain itu ada aspek sosial budaya yang harus dipikirkan secara serius,” katanya, memberikan penjelasan.
Lebih lanjut Erna menjelaskan, stasiun bumi di Biak sudah ada sejak lama sebelum BRIN terbentuk. Menurutnya, posisinya stasiun bumi ini berbeda dengan lokasi yang diisukan akan dibangun bandara roket pengorbit satelit.
Dalam kesempatan tersebut, Handoko juga menyampaikan, Morotai adalah salah satu dari beberapa lokasi lainnya yang dipilih sebagai alternatif lokasi bandara roket pengorbit satelit.
“Biak bukan satu-satunya lokasi ideal dan BRIN belum investasi apapun. Saat ini BRIN masih melakukan evaluasi terhadap perencanaan awal. Kajian serupa juga sudah dilakukan di beberapa lokasi lainnya,” katanya.
(Tin/Ysl)
Infografis Tentang Satelit Milik Indonesia
Advertisement