DBS Sebut China Bakal Atasi Gejolak Evergrande

Chief Investment Officer, DBS Bank Hou Wey Fook menuturkan, nasib Evergrande tidak akan sama seperti kejatuhan Lehman Brothers.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Sep 2021, 15:24 WIB
Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak peristiwa yang terjadi China akhir-akhir ini. Mulai dari pengetatan aturan untuk perusahaan digital, cryptocurrency atau kripto, properti, game internet. Kemudian gejolak Evergrande. Atas kabar tersebut, investor global bahkan menilai China bukan lagi pasar yang menarik untuk investasi.

"Tidak jarang mendengar dan membaca bahwa investor global menyerah dan mengatakan China bukan lagi pasar yang dapat diinvestasikan,” kata Chief Investment Officer, DBS Bank Hou Wey Fook dalam video konferensi, Selasa (28/9/2021).

Namun, ia mengatakan agar China tak dieliminasi dari salah satu negara tujuan investasi. Hal itu merujuk pada pasar saham China yang sempat alami beberapa kali kejatuhan, tetapi cepat pulih setelahnya.

"Seperti yang terjadi selama periode perang dagang AS China, atau ketika regulator memperketat langkah-langkah pembiayaan. Tapi sangat cepat pulih setelahnya. Bagaimanapun, fundamental jangka panjang China tidak berubah,” kata dia.

Hou mengatakan, nasib Evergrande tidak akan sama seperti kejatuhan Lehman Brothers yang memicu krisis ekonomi global pada 2008. Otoritas setempat diliai akan mengambil tindakan untuk mencegah krisis Evergrande mengulang momen Lehman Brothers. Sehingga tidak akan menjalar jauh ke pasar negara lain.

 “Meskipun Evergrande menjadi isu besar di China, Kami percaya kemungkinan default akan dapat dikelola,” kata dia.

Di sisi lain, Hou melihat investor sudah memposisikan diri secara defensif di pasar saham China. "Berbeda dengan krisis Lehman, saya tidak melihat daya ungkit yang sangat tinggi. Juga, Evergrande bukan lembaga keuangan,” tandasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Investor Evergrande Mulai Kurangi Kepemilikan Sahamnya

Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya, mitra bisnis lama China Evergrande Group dengan cepat melepaskan kepemilikannya di Evergrande. Chinese Estates, pengembang properti terdaftar di Hong Kong yang dikendalikan oleh Joseph Lau dan istrinya Chan Hoi Wan, mengungkapkan telah mengurangi kepemilikannya di Evergrande dengan menjual hampir 109 juta saham selama tiga minggu terakhir.

Chinese Estates mengatakan telah menerima HKD 246,5 juta atau sekitar Rp 451,13 juta (kurs Rp 14.242 per HKD) dari penjualan saham Evergrande sejauh ini. Perusahaan nampaknya juga akan menjual sisa 751 juta saham yang dimilikinya.

Dilansir dari Forbes, Jumat, 24 September 2021, Lau dan Chan juga berencana melepas 138 juta saham yang mereka miliki di Evergrande, menurut pengajuan bursa saham baru-baru ini. Pengurangan tersebut setara dengan 41 persen dalam kepemilikan pribadi mereka di Evergrande.

Pendiri Evergrande, Hui Ka Yan, telah terlibat dalam kesepakatan bisnis yang luas dengan Lau sejak lebih dari satu dekade, ketika Evergrande pertama kali terdaftar di bursa saham.

Pada 2021, keluarga Lau berlangganan HKD 3 miliar saham di Evergrande New Energy Vehicle. Pada 2019, Lau mulai membeli obligasi Evergrande dengan imbal hasil tinggi (high-yield bonds), dan China Estates menjual menara perkantoran ke Evergrande pada 2015 dengan rekor HKD 12,5 miliar.

 


Prediksi Analis

Orang-orang berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Bursa saham Asia turun setelah Korea Utara (Korut) melepaskan rudalnya ke Samudera Pasifik. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Analis memperkirakan Evergrande kemungkinan akan restrukturisasi kewajiban totalnya yang mencapai USD 302 miliar atau sekitar Rp 4.304 triliun (asumsi kurs Rp 14.254 per dolar AS).

Perusahaan baru-baru ini mempekerjakan dua penasihat keuangan untuk menilai struktur modal dan likuiditas secara keseluruhan.

Akibat saham perusahaan yang jatuh dan pembayaran dividen berkurang, China Estates menderita kerugian. Tahun lalu, China Estates menerima HKD 1,36 miliar dalam pendapatan dividen Evergrande, dibandingkan dengan HKD 156,5 juta pada Juni 2021.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya