Liputan6.com, Jakarta - Usulan pemerintah dalam melaksanakan Pemilu pada 15 Mei 2024 menuai beragam tanggapan pro kontra dari berbagai pihak.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) Achmad Baidowi alias Awiek tidak menyetujui usulan tanggal Pemilu tersebut.
Advertisement
"Kami tidak sepenuhnya setuju dengan usulan pemerintah bahwa pemilu digelar 15 Mei 2024," ujar Awiek pada wartawan, Selasa (28/9/2021).
Awiek menilai, waktu antara Pemilu Raya dan juga Pilkada serentak terlalu berdekatan sehingga menurutnya bisa berpotensi mengganggu jalannya kedua kegiatan itu.
Hal serupa juga disampaikan oleh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera. Ia justru lebih setuju jika Pemilu digelar pada bulan Februari ketimbang Mei 2024 mendatang.
"Opsi KPU yang Februari lebih memberi kesempatan bagi penyelenggara untuk bekerja dengan baik," kata Mardani saat dikonfirmasi.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Djarot Saiful Hidayat menyampaikan kalau pihaknya akan membahas usulan tersebut dalam rapat konsinyering bersama KPU RI dan Pemerintah.
Berikut deretan tanggapan pro kontra soal usulan pelaksanaan Pemilu 15 Mei 2024 dihimpun Liputan6.com:
1. PPP
Usulan pemerintah terkait pelaksanaan hari H pencoblosan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pada 15 Mei 2024 menuai pro-kontra.
Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi alias Awiek menyatakan, pihaknya tidak setuju dengan usulan pemunduran tanggal pelaksanaan Pemilu 2024 yang disampaikan pemerintah.
"Kami tidak sepenuhnya setuju dengan usulan pemerintah bahwa pemilu digelar 15 Mei 2024," kata Awiek kepada wartawan, Selasa (28/9/2021).
Awiek mengingatkan, apabila Pemilu jadi digelar Mei, maka akan sangat berdempetan waktunya dengan Pilkada serentak di bulan November 2024. Hal itu akan menggangu tidak hanya kualitas Pemilu dan Pilkada, melainkan juga para penyelenggara.
"Artinya jika Pemilu nasional bulan Mei, maka jarak dengan Pilkada hanya 6 bulan sudah pasti berhimpitan dengan pelaksanaan Pilkada. Belum kalau Pilpres 2 putaran, maka akan menyita waktu. Termasuk adanya sengketa di MK," kata dia.
Oleh karena itu, Awiek menuturkan bahwa usulan paling rasioal adalah memajukan jadwal Pemilu atau paling tidak tetap pada jadwal semula, yakni April 2024.
"Yang lebih rasional itu adalah memajukan jadwal Pemilu nasional ke bulan Maret atau setidaknya tetap bulan April, bukan malah memundurkan ke bulan Mei," terang Awiek.
Selain itu, Awiek mengingatkan bahwa syarat mengusung calon di Pilkada 2024 adalah hasil dari Pemilu. Oleh karena itu dibutuhkan jarak waktu yang cukup untuk menuntaskan tahapan pemilu hingga penetapan hasil.
"Dalam UU pilkada disebutkan bahwa syarat usungan calon kepala daerah mengacu pada hasil pemilu terakhir yaitu nanti hasil Pemilu 2024," pungkasnya.
Advertisement
2. PKB
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim menyebut, usulan Pemilu pada 15 Mei 2021 sangat mepet dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Dia khawatir waktu yang berdekatan membuat rangkaian jadwal Pemilu dan Pilkada serentak terganggu.
"Kalau coblosan 15 Mei, kapan hasil pemilu ditetapkan? Kapan pendaftaran sengketa hasil pemilu? Berapa lama MK memutus sengketa hasil pemilu? Kapan tahapan Pilkada, terutama untuk pengajuan berkas persyaratan dukungan bakal calon independen kepala daerah ke KPUD? Kapan kesempatan partai politik dan masyarakat melakukan seleksi bakal calon kepala/wakil kepala daerah?" kata Luqman kepada wartawan.
Dia mengingatkan, penetapan hasil Pemilu 2024 adalah syarat bagi partai politik mengajukan calon di Pilkada 2024.
Menurut dia, waktu yang pas untuk pendaftaran calon kepala kepala daerah ke KPUD adalah Agustus 2024. Namun, ia ragu hal itu bisa terlaksana jika Pemilu baru digelar Mei.
"Apakah rentang 15 Mei sampai dengan Agustus seluruh masalah yang berkait dengan sengketa dan pengesahan hasil Pemilu 2024 dapat diselesaikan? Mari belajar dari pengalaman," ujar Luqman.
Apabila pemilu tetap dilakukan pada 15 Mei, ia menyebut kemungkinan buruk akan berdampak pada gagalnya pilkada serentak.
"Kalau coblosan Pemilu 15 Mei 2024, penyelesaian sengketa pemilu oleh MK akan final pada pertengahan Agustus 2024. Jika ini yang terjadi, kita harus bersiap menghadapi kekacauan tahapan Pilkada 2024 dan sangat mungkin berdampak Pilkada Serentak," pungkas Luqman Hakim.
3. PKS
Politikus PKS Mardani Ali Sera tak sepakat akan opsi dari pemerintah yang menginginkan Pemilu 2024 digelar 15 Mei. Menurut dia, ada baiknya jika itu digelar di bulan Februari.
"Opsi KPU yang Februari lebih memberi kesempatan bagi penyelenggara untuk bekerja dengan baik," kata dia saat dikonfirmasi.
Mardani mengatakan, pemerintah boleh saja memberikan usulan waktu pelaksanaan Pemilu 2024. Namun, berdasarkan Undang-undang, KPU memiliki hak untuk menetapkan hari pencoblosan.
Pemerintah perlu mendengar pertimbangan KPU juga Komisi II DPR RI. "Jadi Pemerintah perlu mempertimbangkan pendapat KPU dan tentu DPR dalam hal ini Komisi II," kata Mardani.
Ia mengingatakan, pelaksanaan Pemilu 2024 dan Pilkada harus berkualitas. Demi menghasilkan kepala pemerintahan di pusat dan daerah, serta perwakilan rakyat yang baik.
"Karena hakikatnya Pemilu dan Pilkada adalah memilih eksekutif dan legislatif yang akan bekerja utk rakyat. Dan ini sangat erat kaitannya dengan pengetahuan pemilih terhadap para calonnya," kata Mardani.
Advertisement
4. NasDem
Pemerintah mengusulkan hari-H Pemilu digelar pada 15 Mei 2024. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Fraksi NasDem DPR RI, Saan Mustofa menyatakan pihaknya mendukung usulan pemerintah itu.
"Fraksi NasDem di Komisi II mendukung usulan pemerintah terkait dengan waktu pelaksanaan pemilu tanggal 15 Mei," kata Saan.
Saan menyebutkan NasDem mendukung usulan pemerintah karena bisa menghemat anggaran Pemilu yang diperkirakan bakal membengkak.
"Pertama dari sisi efisiensi anggaran, kita ingin melakukan efisiensi anggaran terkait dengan pemilu maupun pilkada. Nah anggaran yang diajukan oleh KPU Rp 86 triliun terus Rp 26 triliun, kurang-lebih Rp 120 triliun pemilu dan pilkada, belum nanti Bawaslu itu juga mengusulkan anggaran kan," ujar Saan.
Saan mengingatkan bahwa kondisi pandemi membuat negara mau tak mau harus efisien dalam menggunakan APBN.
"Menjadi berat buat negara dalam situasi tengah mengalami krisis akibat pandemi, itu harus kita efisienkan, bagian mana yang kita efisienkan tentu melihat tahapan-tahapannya semua," katanya.
Sementara alasan kedua menurutnya adalah efektivitas waktu karena jarak waktu yang tidak terlalu panjang antara penetapan dan pelantikan presiden.
"Kedua juga terkait dengan efektivitas jalannya pemerintahan, kalau tenggat waktu terlalu lama dengan pelantikan presiden ini juga akan mengganggu proses efektivitas pemerintahan, ketika pemilu sudah berlangsung presiden terpilih tapi suasana sudah berbeda. Hal ini perlu kita pertimbangkan, bagaimana kita membuat sisa pemerintahan tetap efektif tidak mengganggu jalannya pemerintahan," ucapnya.
Selain itu, Saan menyebut usulan KPU agar Pemilu digelar Februari 2024 tidak bagus karena jarak antara Pemilu dan Pilkada terlalu panjang.
"Melihat program dan agenda bangsa ini kenapa kita nggak perpendek, kalau di Februari kan 8 bulan waktu yang sangat lama untuk peralihan ke presiden baru, itu ada dinamika politik yang efeknya kurang bagus," pungkas Saan.
5. Komisi II DPR
Anggota Komisi II DPR RI Djarot Saiful Hidayat menyatakan pihaknya akan membahas usulan Pemilu 2024 dalam rapat konsinyering bersama KPU RI dan Pemerintah.
"Opsi tersebut nanti akan dibahas secara mendalam antara Komisi II dalam konsinyering dengan penyelenggara pemilu dan pemerintah. Tentunya akan diperkirakan secara cermat terutama terkait dengan tahapan dan jadwal pilkada serentak," kata Djarot saat dikonfirmasi.
Dia menyebut jadwal rapat konsinyering akan dilakukan sebelum masa reses atau sebelum 5 Oktober 2021. Rencananya, Komisi II akan menggelar rapat internal terkait jadwal konsinyering hari ini.
"Hari ini agenda kegiatan lagi dibahas di rapat internal Komisi II. Tunggu saja hasil rapat internal komisi," jelas Djarot.
Advertisement
6. Menko Polhukam
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyampaikan, pemerintah mengusulkan pemilu 2024 jatuh pada 15 Mei.
Hal ini berdasarkan hasil rapat internal yang dihadiri Presiden dan Wakil Presiden, Menteri Sekretaris Negara, Menko Polhukam, Menseskab, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Kapolri, serta Kepala BIN.
"Pilihan pemerintah adalah tanggal 15 Mei," kata dia saat konferensi pers, Senin 27 September 2021.
Mahfud menerangkan, pemerintah bersimulasi tentang tanggal pemilihan, pemungutan suara presiden dan legislatif pada tahun 2024. Ada tiga pilihan tanggal pemilu yakni 24 April, 15 Mei, 8 Mei atau 6 Mei.
Mahfud menerangkan, setelah disimulasikan dengan berbagai hal, dipilih pemilu 2024 pada 15 Mei. Ini adalah tanggal yang dianggap paling rasional untuk diajukan kepada KPU dan DPR sebelum tanggal 7 Oktober 2021.
Pertimbangannya adalah kegiatan-kegiatan pemilu 2024 bisa diperpendek agar efisien, baik dari segi waktu maupun uang.
"Mempendek masa kampanye dengan jarak pemungutan suara. Lalu dari pemungutan suara ke pelantikan presiden tidak terlalu lama. Kami antisipasi mungkin ada peradilan di MK kalau sengketa atau mungkin ada putaran kedua. Dihitung semuanya kemudian memperhitungkan hari-hari besar keagamaan dan hari besar nasional. Maka 15 Mei rasional menurut pemerintah," ujar Mahfud Md.
(Deni Koesnaedi)