Menengok Praktik Keberlanjutan Sektor Swasta dan Masalah Perubahan Iklim di Indonesia

Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) mengadakan webinar yang mengundang para perwakilan dari berbagai perusahaan yang menerapkan keberlangsungan di Indonesia dan Belanda untuk berdiskusi.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Sep 2021, 11:06 WIB
Webinar FPCI (28/9/2021)

Liputan6.com, Jakarta Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) menggelar webinar dengan tema: Keterlibatan Sektor Swasta Indonesia-Belanda dalam Race to Zero, yang berlangsung pada Selasa (28/9/2021). Acara terdiri dari 2 sesi.

Pembicara dalam sesi pertama adalah Neneng Goenadi selaku Country Managing Director Grab Indonesia, Azis Armand selaku Wakil Presiden Direktur Indika Energy, Ika Noviera selaku Direktur Corporate Affairs PT Multi Bintang Indonesia Tbk., dan Rami Hajjar selaku Manajer Umum Signify (Asia Tenggara). Sesi pertama membicarakan mengenai Praktik Terbaik dalam Aksi Iklim & Keberlanjutan di Sektor Swasta.

Pembicara sesi kedua adalah Jason Park selaku General Manager untuk Bisnis Nutrisi dan Kesehatan Hewan untuk Indonesia di DSM, Agus Sari selaku CEO PT. Bentang Alam Indonesia (Lanskap Indonesia), Roland Coppens selaku Manajer Umum Air France KLM Asia Tenggara & Oseania, dan Yasmine Sagita, Director of Corporate Affairs selaku Sustainability & HR di Royal Lestari Utama. Sesi kedua membicarakan tentang Kolaborasi Lintas Sektor untuk Aksi Iklim.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Perusahaan Berkelanjutan di Indonesia Terlalu Banyak Beban dan Resiko?

Rami Hajjar, Manajer Umum Signify (Asia Tenggara) pada webinar FPCI (28/9/2021)

Dalam webinar sesi pertama, salah satu topik yang dibahas adalah bahwa masih ada beberapa pengusaha Indonesia yang menganggap perusahaan berkelanjutan terlalu banyak beban dan resiko yang harus diambil jika diterapkan di Indonesia.

Namun, pada kesempatan tersebut, Rami Hajjar selaku Manajer Umum Signify (Asia Tenggara) mengatakan bahwa dunia sedang berubah, begitu pula pelanggan. Dalam hal berbisnis, akan ditemukan banyak pelanggan yang mencari keberlangsungan tersebut.

Ika Noviera selaku Direktur Corporate Affairs PT Multi Bintang Indonesia Tbk pun menyutujui pernyatan Rami, dengan mengatakan bahwa pelanggan perusahaannya sendiri bertanya bagaimana mereka dapat turut berkontribusi untuk lingkungan. 

“Kami percaya cara terbaik untuk melawan perubahan iklim adalah dengan mencegah emisi karbon itu sendiri,” tutur Ika.

Ika mengatakan bahwa fokusnya adalah untuk mengurangi energi yang tak terbarukan menjadi lebih efisien dan bergerak maju menuju clean energy.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Mengapa Perubahan Iklim Tidak Menjadi Masalah Besar di Indonesia?

Agus Sari, CEO PT. Bentang Alam Indonesia (Lanskap Indonesia)

Agus Sari pada kesempatan tersebut mengatakan bahwa rata-rata orang Indonesia tidak melihat masalah perubahan iklim sebagai sesuatu yang mendesak. Hal tersebut agak terlalu jauh dari kebutuhan dan perhatian masyarakat Indonesia.

“Tetapi seperti yang kita tahu, tentu perubahan ilkim ada di sini dan saat ini. Tidak di masa depan (atau) di luar Indonesia. Kita sudah merasakan dampak besar dari perubahan iklim,” tambah Agus.

Agus melanjutkan dengan mengatakan banjir akibat hujan berintensitas tinggi di Kalimantan Selatan, maupun Jerman, dan negara lainnya adalah salah satu dari dampak perubahan iklim.

Menurut Agus, social capital memiliki peran penting. Indonesia harus mengembangkan “gotong royong” di antara masyarakat, maupun pemerintah. Kepercayaan satu sama lain dan pemerintah adalah indikator social capital yang kuat. Meski merupakan kunci untuk hampir semua hal, social capital sangat diremehkan.

 

Reporter: Ielyfia Prasetio

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya