Investor Cermati Perdebatan Batas Utang dan Pengeluaran Pemerintah AS

Wall street bervariasi pada perdagangan saham Rabu, 29 September 2021 seiring sektor saham teknologi AS tertekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Sep 2021, 07:00 WIB
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan Rabu, 29 September 2021 waktu setempat. Sektor saham teknologi kembali berjuang seiring imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun bergejolak.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones naik 90,73 poin atau 0,26 persen ke posisi 34.390,72. Indeks S&P 500 bertambah 0,16 persen menjadi 4.359,46. Indeks Nasdaq melemah 0,24 persen menjadi 14.512,44.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun diperdagangkan di bawah 1,5 persen pada Rabu pagi waku setempat. Namun, imbal hasil obligasi itu kembali naik menjadi 1,54 persen pada perdagangan Rabu sore hari. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun menjadi 1,56 persen.

Selama sesi sebelumnya, imbal hasil obligasi AS menyentuh 1,567 persen, level tertinggi pada pekan ini sehingga memberikan tekanan pada growth stock.

Saham teknologi paling terpukul pada perdagangan Selasa, 28 September 2021. Saham teknologi pun berjuang mempertahankan kenaikan pada perdagangan Rabu, 29 September 2021. Saham Apple naik 0,6 persen dan Netflix melonjak 2,6 persen. Namun, saham Amazon dan Alphabet turun.

 Indeks Nasdaq memimpin ketika pasar dibuka, tetapi kemudian melemah dan imbal hasil obligasi AS pulih.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Gerak Saham di Wall Street

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Sementara itu, saham-saham defensive berkinerja baik dengan sektor utilitas memimpin penguatan. Saham Boeing menguat 3,1 persen, dan mencatatkan performa baik di Dow Jones. Sektor saham energi melambung saat harga gas alam turun.

“Imbal hasil obligasi lebih tinggi pasca the Fed lebih hawkish pekan lalu, bersama dengan harga minyak yang lebih tinggi, stabilisasi dalam indikator ekonomi yang tinggi, dan bukti lonjakan COVID-19 terbaru di AS telah mencapai puncaknya,” tulis Lori Calvasina dari RBC Capital Markets dalam sebuah catatan, dilansir dari CNBC, Kamis (30/9/2021).

Ia menambahkan, sentimen itu telah menekan growth stock, dan mendukung value dan small stock. Ia menilai, bursa saham AS akan bergejolak lebih lama.

“Rotasi yang menjadi rintangan lain bagi S&P 500 mengingat bias indeks yang berat terhadap pertumbuhan sekuler,” kata Lori.

Sementara itu, saham semi konduktor merosot setelah Micron memberikan prospek pendapatan untuk kuartal I 2022 meleset dari perkiraan konsensus mendorong saham melemah dua persen. Saham Nvidia dan Advanced Micro Devices juga merosot.

Di sisi lain, saham dollar tree melonjak 16,4 persen sehingga mencatat kinerja terbaik di S&P 500 setelah perusahaan mengumumkan meningkatkan pembelian kembali sahamnya dan bereksperimen dengan harga lebih tinggi di beberapa lokasi.

Masalah bagi produsen chip dan kenaikan harga oleh ritel muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang rantai pasokan yang terus mengalami gangguan akibat pandemi COVID-19.


Investor Cermati Perdebatan Batas Utang

Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sementara itu, ketua the Fed Jerome Powell mengatakan, frustasi melihat kemacetan dan masalah rantai pasokan tidak membaik. “Bahkan margin tampaknya menjadi sedikit lebih buruk. Kami melihat itu mungkin berlanjut hingga tahun depan, dan menahan inflasi lebih lama dari yang kami duga,” ujar dia.

Investor juga mengamati perdebatan seputar plafon utang dan pengeluaran pemerintah di Washington. Menteri Keuangan AS Janet Yellen menuturkan, memiliki waktu hingga 18 Oktober untuk menaikkan dan menangguhkan plafon utang dan kegagalan untuk melakukannya akan memiliki konsekuensi parah bagi perekonomian.

CEO JP Morgan Jamie Dimon mengatakan pihaknya sedang bersiap kemungkinan AS mencapai batas utang.

Pemimpin mayoritas senat Chuck Schmuer mendorong untuk memberikan suara pada RUU yang akan memperpanjang pendanaan pemerintah hingga awal Desember. Sementara DPR sedang bersiap memberikan suara pada RUU yang akan menaikkan batas utang federal.

“Hari seperti hari ini bagi saya ketenangan belum tentu mewakili ketenangan. Apa yang mewakili saya adalah kami menunggu untuk melihat apa yang terjadi di Washington,” ujar Head of Investment Strategy Citi US Wealth Management.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya