Menlu Retno Marsudi Sampaikan Kekhawatiran Indonesia Soal Diskriminasi Vaksin COVID-19 di Sejumlah Negara

Indonesia menyampaikan kekhawatirannya terkait diskriminasi vaksin COVID-19 di beberapa negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Sep 2021, 14:50 WIB
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa (26/1/2021). Rapat tersebut membahas perkembangan diplomasi vaksin COVID-19 guna program vaksinasi nasional. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan Indonesia merasa khawatir adanya tren diskriminasi vaksin yang terjadi di sejumlah negara.

Diskriminasi itu, menurut Retno, adalah kewajiban bagi pelaku perjalanan lintas negara untuk mendapatkan vaksin tambahan dari merek lain, meski sebelumnya telah mendapatkan dua dosis dari merek yang mendapatkan izin penggunaan darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Demikian seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (30/9/2021).

"Tetapi masih tetap dilarang untuk masuk ke negara tersebut atau mereka boleh masuk setelah mendapatkan suntikan tambahan dari vaksin yang diakui oleh otoritas mereka," ujar Retno dalam jumpa pers yang dilakukan secara virtual dari New York, Amerika Serikat, Rabu (29/9).

Untuk itu Retno mendesak WHO, GAVI dan Fasilitas Covax bersama-sama berupaya untuk mencegah diskriminasi tersebut terus terjadi.

Pada kesempatan yang sama, Retno juga mengungkapkan perkiraan peningkatan kebutuhan vaksin yang signifikan. Diperkirakan dunia akan memerlukan sekitar 11 miliar dosis vaksin COVID-19 untuk memenuhi target vaksinasi 70 persen penduduk global pada pertengahan 2022.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Sharing Vaksin

Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga saat pelaksanaan vaksinasi di Jakarta Islamic Center, Koja, Jakarta Utara, Selasa (7/9/2021). Dari 32,1 persen jumlah sasaran 208 juta jiwa warga yang divaksin, sekitar 20 persen di antara warga lansia. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemenuhan kebutuhan vaksin itu, menurut Retno, hanya dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas produksi atau pasokan vaksin COVID-19 atau berbagi dosis antarnegara.

"Untuk berbagi dosis, saya sekali lagi menekankan negara-negara dengan kelebihan pasokan dosis harus berbagi dosisnya dengan lebih transparan. (Misalnya dengan) menyampaikan waktu pengiriman dan menghindari berbagai dosis vaksin yang sudah akan habis masa berlakunya," katanya.

Retno juga mengingatkan sudah saatnya negara berkembang dimasukkan dalam rantai pasokan vaksin global. Indonesia, misalnya, siap menjadi pusat produksi vaksin COVID-19 berplatform mRNA untuk kawasan Asia Pasifik. Sementara Afrika Selatan juga telah membangun pusat manufaktur vaksin COVID-19 berbasis mRNA.

Menurut Retno, langkah Afrika Selatan ini harus direplikasi di wilayah lain untuk mempercepat produksi vaksin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya