APBN 2022 Defisit Rp 868 Triliun, Sri Mulyani: Turun Dibanding Tahun Lalu

APBN 2022 akan mengalami defisit sebesar Rp 868 triliun atau 4,85 persen dari PDB

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Sep 2021, 15:10 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 akan mengalami defisit sebesar Rp 868 triliun atau 4,85 persen dari PDB. Defisit anggaran ini menjadi yang terakhir lebih dari 3 persen sebagaimana perundang-undangan yang ada.

"Kita melihat APBN 2022 masih akan defisit Rp 868 T atau 4,85 persen dari PDB," kata Sri Mulyani usai menghadiri Sidang Paripurna DPR-RI, Jakarta, Kamis (30/9).

Meski begitu, Sri Mulyani mengatakan defisit anggaran tersebut turun dibandingkan dua kali defisit sebelumnya. Tercatat defisit APBN tahun 2020 6,1 persen dan APBN tahun 2021 sebesar 4,7 persen.

"Ini adalah penurunan defisit dibandingkan tahun ini dan tahun lalu," kata dia

Penurunan defisit ini diharapkan konsisten menurun. Agar pada APBN tahun 2023 defisit anggaran bisa kembali dibawah angka 3 persen.

"Kita berharap menjadi tren yang konsisten agar RI kembali memiliki APBN yang sehat dengan defisit di bawah 3 persen tahun 2023," katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kebutuhan APBN

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Realisasi defisit APBN pada Januari lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu mencapai Rp37,7 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dia menambahkan, untuk menutupi kebutuhan APBN, Pemerintah akan menarik pembiayaan dengan hati-hati. Utamanya saat ini terjadi kondisi yang penuh ketidakpastian karena adanya berbagai geopolitik di luar negeri. Untuk itu, Pemerintah memutuskan untuk memaksimalkan penggunaan Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan fiscal buffer.

"Untuk itu kita akan menggunakan SAL dan fiscal buffer di dalam menjaga kemampuan APBN yang tetap harus fleksibel namun responsif menghadapi ketidakpastian baik karena pandmei maupun akibat perubahan market," kata dia mengakhiri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya