Liputan6.com, Jakarta - Kotawaringin Barat atau Kobar termasuk salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini berada di Pangkalan Bun.
Keindahan alam di kabupaten ini masih natural yang menjadi tempat tinggal bagi orang utan di hutan hujan tropis. Kabupaten ini terletak di antara tiga kabupaten. Berbatasan dengan Kabupaten Lamandau di sebelah utara, Kabupaten Seruyan di sebelah timur, Kabupaten Sukamara di sebelah barat, dan Laut Jawa di sebelah selatan.
Baca Juga
Advertisement
Luas wilayah kabupaten ini mencapai 10.759 kilometer persegi. Jumlah kecamatan yang berada di Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak enam kecamatan, yaitu Kotawaringin Lama, Arut Selatan, Kumai, Pangkalan Banteng, Pangkalan Lada, dan Arut Utara.
Pada 2020, populasi penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 270,4 ribu jiwa dengan penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan. Sebagian besar penduduk di kabupaten ini merupakan penduduk usia muda atau dewasa dengan jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja sebanyak 171.085 jiwa.
Selain itu, masih banyak fakta menarik lainnya dari Kotawaringin Barat. Berikut enam fakta menarik Kobar yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Sejarah Kerajaan Kotawaringin
Awal mula berdirinya kerajaan ini dari perebutan kekuasaan yang terjadi di Kesultanan Banjar yang terjadi antara Pangeran Adipati Tuha dan Pangeran Anta Kasuma. Konflik kedua pangeran tersebut dimenangkan oleh Pangeran Adipati Tuha.
Pangeran Anta Kasuma memilih untuk meninggalkan Kesultanan Banjar dan mendirikan kerajaan baru yaitu Kerajaan Kotawaringin setelah menjelajahi beberapa tempat. Pada zaman keemasan Kerajaan Kotawaringin, atas perintah Kesultanan Banjar (negara induk) harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda.
Peralihan ini berdampak besar bagi kekuasaan Kerajaan Kotawaringin terutama dalam sektor perekonomian karena adanya monopoli perdagangan Belanda dan pemerintahan. Sultan yang memerintah pada saat itu, Sultan IX Pangeran Ratu Imanuddin (1805-1841) memindahkan pusat pemerintahan dari Kotawaringin Lama ke Pangkalan Bun di Istana Kuning.
Setelah Kemerdekaan RI, wilayah kerajaan menjadi bagian wilayah negara Republik Indonesia dengan status kewedanan. Selanjutnya, wilayah tersebut mengalami perkembangan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2. Istana Kuning
Istana Lawang Agung Bukit Indra Kencana atau Istana Kuning berada di Pangkalan Bun. Dulunya, istana ini bernama Lawang Kuning yang merupakan Istana Kerajaan Kotawaringin.
Konstruksi bangunan ini menggunakan bahan dasar kayu ulin yang berwarna cokelat kehitaman. Pada kawasan istana, terdapat peninggalan tiang bendera dari kayu tunggal yang bernama Datu Batu Hitam, terletak di sisi kiri bangunan.
Tidak seperti namanya, istana ini hampir tidak memiliki warna kuning pada dinding-dinding bangunannya. Nama kuning sendiri merupakan warna kain yang disakralkan yang biasanya digunakan ketika upacara adat. Makna kata ‘kuning’ dapat diartikan sebagai sebuah simbol kemakmuran, kesejahteraan, dan kejayaan.
Advertisement
3. Tanjung Keluang
Tanjung Keluang berada di Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat yang menjadi tempat penangkaran penyu. Terdapat ratusan anak penyu sisik yang siap dilepaskan, biasanya pelepasan ini berlangsung pasca dua bulan menetas.
Selain anak penyu, terdapat pula penyu dewasa dengan rata-rata usia penyu mencapai tujuh tahun. Tidak hanya penyu-penyu pada umumnya, perairan Tanjung Keluang ini menjadi tempat singgah penyu langka atau penyu bersisik (eretmochelys imbricata).
Pemandangan Tanjung Keluang tidak kalah menarik, hamparan pasir putih dengan laut tenang menjadi bagian dari keindahan tersendiri. Anda dapat menikmati pula pemandangan matahari terbit dan terbenam sembari menikmati suasana yang tenang.
4. Astana Al-Nursari
Astana atau Istana Al-Nursari merupakan tempat tinggal bagi bangsawan keturunan raja atau sultan Kotawaringin yang masih menetap di Kotawaringin Lama. Istana ini peninggalan zaman Kerajaan Kotawaringin ini, terletak di Kecamatan Kotawaringin Lama, kurang lebih sekitar 150 meter di sebelah barat tepi Sungai Lamandau.
Dalam prasasti yang terbuat dari kayu ulin di depan pintu masuk istana, tertulis bahwa bangunan ini didirikan tahun 1867 M oleh Sultan Pangeran Paku Sukma Negara, Sultan ke-12 yang ditulis menggunakan huruf Arab berbahasa Melayu.
Advertisement
5. Taman Nasional Tanjung Puting
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan lokasi pertama yang dijadikan sebagai pusat rehabilitasi orang utan (Pongo satyrus). Terdapat sekitar 917 ekor orang utan yang menghuni taman nasional ini.
Kawasan taman nasional yang memiliki luas 415.040 hektare ini, merupakan tempat konservasi orang utan terbesar di dunia. Lokasi Taman Nasional Tanjung Puting ini berada di Kecamatan Kumai dan sebagian di Kabupaten Seruyan.
Sebelum peresmian pada 1982 menjadi taman nasional, dulunya merupakan kawasan cagar alam. Selain orang utan, fauna lainnya yang terdapat di Taman Nasional Tanjung Puting yaitu bekantan (Nasalis larvatus), lutung merah (Presbytis rubicunda rubida), dan beruang madu (Helarctos malayanus). Beragam jenis flora juga tumbuh di taman nasional ini, diantaranya kantong semar (Nepenthes sp.) dan meranti (Shorea sp.).
6. Masjid Kyai Gede
Masjid Kyai Gede berada di Desa Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama. Nama masjid yang dibangun pada 1632 Masehi pada masa Sultan Mustain Billah, raja ke-4 dari Kesultanan Banjarmasin ini, diambil dari nama seorang ulama yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di Kotawaringin.
Arsitektur masjid berbentuk bujur sangkar yang berukuran 15,5 x 15,5 meter dengan tipe joglo. Lantai dan dinding masjid terbuat dari kayu ulin. Masjid ini memiliki 36 buah tiang penyangga di dalamnya. Tiang utama disebut soko guru berjumlah empah buah yang berada di tengah ruangan berbentuk segi delapan dengan keempat sisi bermotif ukiran sulur dan spiral.
Tiang kedua berbentuk silinder yang berjumlah 12 buah dengan ukuran yang lebih kecil daripada soko guru dan tidak berukir. Letak tiang ini mengelilingi soko guru.
Tiang selanjutnya berjumlah 20 buah merupakan deretan kedua yang mengelilingi soko guru, menempel pada dinding masjid. Bentuknya bulat dan lebih kecil dari 12 tiang sebelumnya. Fungsi tiang ini sebagai penyangga atau penguat dinding. (Gabriella Ajeng Larasati)
Baca Juga
KAI Expo 2024 Kembali Digelar di Jakarta, Ada Promo Tiket Kereta Panoramic Hanya Rp199 Ribu
8 Rute Penerbangan Wings Air Dibatalkan Sementara 15 November 2024 Imbas Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki
Ditinggalkan Turis Imbas Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Tingkat Okupansi Hotel Labuan Bajo Berkurang hingga Nol Persen
Advertisement