PB IDI Soroti 5 Poin Terkait Masa Depan Dunia Kedokteran

PB IDI menyoroti 5 poin selesaikan masalah kesehatan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 01 Okt 2021, 11:00 WIB
Marie Thomas, dokter perempuan pertama di Indonesia berulang tahun. Bagaimana kisah hidupnya? Ilustrasi foto dokter perempuan : unsplash.com/@bermixstudio

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis, 30 September 2021 menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran menjadi RUU Inisiatif DPR RI.

Keputusan tersebut disetujui bulat oleh 9 fraksi sebagai usulan badan legislasi DPR RI. RUU Pendidikan Kedokteran melahirkan pengaturan-pengaturan baru di dunia Pendidikan kedokteran untuk penyelesaian pelayanan kesehatan.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menegaskan, Pendidikan Kedokteran tak hanya ditujukan untuk pelayanan kesehatan, melainkan ikut mendukung kemajuan perekonomian bangsa.

"RUU ini bukan saja sangat baik untuk masa depan dunia kedokteran dan pelayanan kesehatan, tetapi juga akan mendongkrak perekonomian bangsa." kata Daeng melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (30/9/2021).

"Sedikitnya, ada 5 poin pengaturan penting yang IDI akan mendukung penuh (RUU Pendidikan Kedokteran) untuk menjadi Undang-undang (UU)," Daeng melanjutkan.


Penguatan Layanan dan Pemerataan Distribusi Dokter

Pasien covid-19 bertelungkup karena kesulitan bernafas saat menjalani perawatan di dalam tenda darurat di RSUD Kota Bekasi, Jumat (25/06/2021). Puluhan pasien covid-19 saat ini dirawat dalam tenda darurat karena keterisian tempat tidur yang penuh akibat lonjakan kasus. (merdeka.com/Arie Basuki)

Daeng M. Faqih menjelaskan gambaran singkat 5 poin RUU Pendidikan Kedokteran yang dimaksud. Pertama, penguatan layanan primer. Pendidikan Dokter diikat penuh untuk menghasilkan dokter yang berkompetensi layanan primer.

"Banyak sekali instrumen pengaturan untuk percepatan jumlah dokter spesialis, sehingga bukan saja dokter umum, pemerataan dokter spesialis pun akan cepat dirasakan masyarakat," ujarnya.

"Kita semua prihatin dengan tingginya angka kematian COVID-19 di Indonesia. Ini karena tingginya angka komorbid. Oleh karena itu, masyarakat butuh dokter spesialis di layanan primer, belum lagi untuk mengatasi kematian ibu dan anak serta stunting," katanya.

Kedua, pemerataan distribusi dokter. Ada strategi percepatan dalam program afirmasi, baik dokter umum, yakni beasiswa, pendidikan kedinasan dari Kementerian Kesehatan, dan kuota penerimaan.

Kemudian poin strategi percepatan dokter spesialis, program khusus, penambahan jejaring Rumah Sakit Pendidikan dalam University – Hospital Based dan penyelengaraan dalam kolegium.

"Jika dihitung dari keharusan dukungan Pemerintah dan kemampuan Pendidikan, maka dalam waktu tiga tahun, masalah pemerataan dokter umum dan dokter spesialis ini bisa selesai," kata Daeng.

"Artinya, ini merupakan harapan yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia terlebih menghadapi bonus demografi 2030," Daeng menekankan.


Kesetaraan Level Kompetensi Global Kedokteran

Dr. Maureen P. Ines-Manzano, seorang dokter gigi, memeriksa pasiennya di dalam kliniknya di Manila, Filipina, pada 19 Oktober 2020. Pasien Dr. Manzano menjulukinya "dokter gigi astronaut" karena mengenakan setelan PAPR untuk melindungi pasien dan dirinya dari COVID-19. (Xinhua/Rouelle Umali)

Poin ketiga, terkait kepastian dan transparasi pendidikan dokter dan dokter spesialis. Masih banyak masyarakat yang takut bercita-cita menjadi dokte, apalagi dokter spesialis.

"(Perubahan RUU) UU ini membuka banyak kesempatan bagi orang tidak mampu, bisa jadi dokter dan dokter spesialis," katanya.

"Kepastian lain soal uji kompetensi tidak lagi menjadi syarat lulus sebagai jaminan kualitas dokter, namun mutu kualitas dokter dilakukan sepanjang proses Pendidikan secara berkesinambungan," Daeng menambahkan.

Keempat, level kompetensi global. Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) harus ada strategi khusus agar Indonesia bisa mengekspor dokter. Sebagai bangsa yang besar dan berdaya saing, dokter Indonesia tidak boleh kalah.

"Pengaturan kesetaraan level kompetensi global yang diatur dalam RUU ini dan percepatan jumlah dokter dan dokter spesialis, memastikan Indonesia bisa ekspor dokter sebentar lagi," kata Daeng.


Wujudkan Medical Tourism

Dokter mencabut gigi murid baru sekolah dasar negeri di Puskesmas Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu (12/8/2020). Selain dalam rangka Bulan Imunisasi Anak Sekolah, kegiatan ini juga bagian dari pemeriksaan kesehatan menyeluruh kepada murid baru sekolah dasar negeri. (merdeka.com/Arie Basuki)

Poin kelima, yang disoroti Daeng M. Faqih terkait Medical Tourism. Menurutnya, masalah terbesar yang dialami tidak terwujudnya medical tourism adalah gap teknologi dalam pelayanan kedokteran terkini.

RUU Pendidikan Kedokteran yang disahkan DPR RI memungkinkan dihilangkannya gap ini. Keringanan bea masuk teknologi dan dukungan pemerintah dalam pelayanan kedokteran di RS Pendidikan dan diikat dalam ekosistem riset dan inovasi merupakan kuncinya.

"Kemudahan penyelengaraan pelayanan sub spesialistik ini merupakan rumus jitu menghapus gap teknologi kedokteran di Indonesia," tutup Daeng.

"RUU ini sangat penting, saya yakin Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Pemerintah akan menyetujuinya."


Infografis Jurus Lolos Malapetaka Covid-19 Akibat Kerumunan

Infografis Jurus Lolos Malapetaka Covid-19 Akibat Kerumunan (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya