Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengakui adanya kendala dalam memeriksa Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tanos. Kendala terjadi karena tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP itu tinggal di Singapura.
"KPK beberapa kali sudah mengirimkan surat panggilan kepada yang bersangkutan, saya tidak tahu apakah sudah ada balasan, nanti akan kita periksa," ujar Alex di Gedung KPK, Jumat (1/10/2021).
Advertisement
Alex mengatakan pihaknya juga sudah meminta bantuan Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB) Singapura untuk memeriksa Tanos. Alex mengatakan siap memeriksa Tannos di Singapura jika berkenan.
Hanya saja Tanos belum merespons terkait surat pemberitahuan pemeriksaan penyidik KPK.
"Kalau dia maunya diperiksa di CPID-nya tentu kita ke sana," ujar Alex.
KPK sendiri telah menetapkan empat tersangka baru kasus korupsi proyek e KTP. Para tersangka e-KTP tersebut adalah mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, dan Dirut PT Shandipala Arthaputra Paulus Tanos.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Vonis 7 Tersangka
Sebelumnya, KPK lebih dahulu menjerat tujuh orang dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Ketujuh orang tersebut sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas proyek senilai Rp 5,9 triliun.
Mereka adalah dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.
Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari divonis 8 tahun pada tingkat kasasi.
Advertisement