AS Hindari Penutupan Pemerintahan dengan UU Anggaran Sementara

Kongres dan Gedung Putih sepakat untuk meloloskan UU anggaran sementara ini.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 01 Okt 2021, 13:31 WIB
Presiden Amerika Serikat Joe Biden berbicara tentang berakhirnya perang di Afghanistan dari Ruang Makan Negara Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, Selasa (31/8/2021). Biden mengatakan penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan merupakan pilihan terbaik. (AP Photo/Evan Vucci)

Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintahan Joe Biden meloloskan Undang-Undang sementara untuk menjegal Amerika Serikat (AS) menutup pemerintahan (government shutdown).

Kongres Amerika Serikat meloloskan UU itu sebelum deadline pada Kamis tengah malam untuk mencegah shutdown beberapa operasi pemeritahan, demikian laporan CNBC, Jumat (1/10/2021).

UU ini berfungsi untuk memberikan anggaran sementara hingga Desember 2021. Senat meloloskannya dengan 65 suara senator Demokrat dan 15 senator Republik, sementara DPR meloloskannya dengan dukungan seluruh anggota Demokrat dan 34 anggota Republik.

Sebelum tiba ke meja Presiden Joe Biden, terlebih dahulu Ketua DPR Nancy Pelosi memberikan tanda tangannya. Ia mengaku sangat bangga pada resolusi ini.

Hal ini bukanlah resolusi permanen. Para anggota Kongres masih harus berdebat lagi agar anggaran setahun penuh bisa cair.

Masalah anggaran ini menjadi masalah, sebab Partai Republik ogah meloloskannya. Argumen dari partai itu adalah karena Demokrat berusaha menaikkan plafon utang pemerintahan Amerika Serikat. Proposal itu disatukan ke proposal anggaran, sehingga ditolak Partai Republik.

Tokoh pimpinan Partai Republik di Senat, Senator Mitch McConnell, menegaskan bahwa partainya menolak menaikkan plafon utang.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Masalah Plafon Utang

Janet Yellen, pemimpin departemen keuangan AS yang ditunjuk oleh presiden terpilih Joe Biden. (Twitter/ @NewYorkFed)

Kongres juga masih harus berdebat terkait menaikkan plafon utang. Sebelumnya, Menteri Keuangan Janet Yellen berharap bahwa setelah 18 Oktober negaranya akan mengalami kesulitan untuk membayar kewajiban-kewajibannya. 

Sebelumnya dilaporkan, Yellen telah mengambil "extraordinary measures" untuk mengganjal anggaran, tapi semua itu tak akan bertahan lama.

"Kami sekarang mengestimasi Bendahara akan sangat mungkin kehabisan 'extraordinary measures' jika Kongres tidak bertindak untuk menaikkan atau mensuspens batas utang pada 18 Oktober," tulis Janet Yellen kepada surat ke DPR AS, dikutip dari situs Treasury, Rabu (29/9).

Menunda batas utang berarti memberikan kebebasan bagi Kemenkeu untuk menambah utang. Setelah 18 Oktober, Janet Yellen tidak yakin bagaimana AS bisa membayar kewajibannya.

Bendahara negara itu juga berkata jika masalah batas utang ini tak segera diurus, maka dampaknya akan serius kepada kepercayaan bisnis dan konsumer, serta menambah biaya peminjaman bagi masyarakat, dan memperburuk credit rating AS dalam tahun-tahun mendatang.

"Kegagalan untuk bertindak segera juga bisa menghasilkan disrupsi substansial kepada pasar finansial, sebab meningkatkan ketidakpastian yang memperburuk volatilitas dan menggerus kepercayaan investor," jelas Yellen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya