Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan internasional naik menjadi USD 80,69 (Rp 1,15 juta) per barel. Harga tersebut mencapai level tertinggi sejak Oktober 2018 di tengah krisis energi Eropa.
Bahkan perusahaan investasi Goldman Sachs memprediksi harga minyak mentah Brent bisa mencapai USD 90 (Rp 1,2 juta) per barel pada akhir tahun.
Advertisement
Pengamat Energi Watch Mamit Setiawan, mengatakan prediksi kenaikan harga minyak dunia tembus di angka USD 90 per barel ini memiliki dua dampak bagi Indonesia, khususnya di sektor hulu.
Pertama, di sektor hulu akan mengalami kontraksi yang sangat bagus. “Karena dengan kenaikan harga minyak dunia ini, secara otomatis keekonomian Indonesia menjadi lebih tinggi dan lebih bagus,” kata Mamit kepada Liputan6.com, Jumat (1/10/2021).
Dia berharap di tengah harga minyak dunia yang sedang bagus ini agar Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) dan SKK Migas bisa terus meningkatkan target lifting kita. Dalam artian memenuhi target lifting kita terutama di tahun 2021 ini dalam target APBN 2021 yang ditetapkan untuk tahun ini sebesar 705 ribu BOPD.
“Ini menjadi peluang sebenarnya di tengah harga yang tinggi maka keenkomian semakin bagus, alangkah lebih baiknya seoptimal mungkin agar produksi minyak ini dapat dikejar sesuai target yang ditetapkan dalam APBN,” tegasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
PNBP Naik
Kedua, kata Mamit, dengan adanya kenaikan ini dari sisi hulu pun secara otomatis Indonesia Crude Price (ICP) Indonesia akan mengalami peningkatan nilai, karena acuan ICP Indonesia menggunakan Brent.
“Dampaknya PNBP kita akan meningkat terutama PNBP di sektor migas. Karena saya melihat di semester I-2021 capaian PNBP di sektor migas kita sudah mencapai goal dari target APBN kita. Jadi secara otomatis ke depan PNBP kita akan melebihi target daripada APBN 2021, karena ICP kita akan mengalami pergerakan yang signifikan,” pungkasnya.
Advertisement