Cara Merawat Kain Batik yang Perlu Diketahui, Pakai Lerak dan Merica

Batik yang diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO bermakna sebagai pengetahuan yang dititipkan lewat Indonesia.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 02 Okt 2021, 11:12 WIB
Ilustrasi batik. Sumber foto: unsplash.com/Trang Nguyen.

Liputan6.com, Jakarta - Menghargai kain batik sebagai salah satu wastra kebanggaan bangsa adalah dengan merawatnya. Namun, tak semua paham cara yang benar agar kain tetap awet.

Bram Kushardjanto, seorang pekerja budaya, membagikan beberapa tips perawatan kain batik di rumah. Pria yang pernah menjadi produser opera klasik Jawa yang terinspirasi sosok maestro batik Indonesia, Iwan Tirta, itu memulainya dengan saran untuk tidak sering mencuci memakai deterjen.

Kain batik, kata dia, sebaiknya dicuci menggunakan air saja atau dibantu lerak. "Lerak bagus banget untuk batik," ujarnya dalam acara  SnackVideo Media Workshop secara virtual, Jumat sore, 1 Oktober 2021.

Selanjutnya, batik juga tak boleh dipakaikan kapur barus yang biasa dipakai untuk menghilangkan bau dan mencegah kelembaban berlebih. Sebagai gantinya, ia merekomendasikan merica.

"Biar enggak berantakan, taruh saja di kantong kasa," sambung Bram.

Kain batik tua juga tak disarankan dilipat, tetapi ditaruh dengan digulung dengan bantuan tongkat. "Seperti tongkat pramuka, lalu taruh di lemari," kata dia.

Terakhir, kain batik juga sebaiknya tidak dijemur terkena matahari langsung. Hal itu akan membuat warna lebih cepat pudar. Alternatifnya adalah dengan diangin-anginkan sejenak sebelum disimpan di lemari.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Sering Disalahpahami

Bram Kushardjanto, seorang pekerja budaya, berbicara tentang batik di media workshop yang digelar SnackVideo secara virtual. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Bram juga menyinggung soal salah paham tentang batik yang masih diyakini sebagian besar orang Indonesia. Batik, kata dia, bukan merujuk pada kain, tetapi teknik pembuatan motif yang biasanya di atas kain, dengan merintangi warna. 

"Ngeblok warna ini bisa dengan canting atau cap," sambung dia.

Saat batik diakui sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco, bukan berarti batik adalah sepenuhnya milik Indonesia. Atribusi itu, menurut dia, dimaknai sebagai pengetahuan yang dititipkan dunia lewat Indonesia. Dengan begitu, negara lain pun masih bisa mengembangkannya.

"Yang cintai batik kita banyak banget. Di Afrika berkembang bagus, India berkembang banyak. Kalau nyuekin ini, mereka yang akan makin ngembangin," kata Bram.

 

 

 


Tentang Motif

Pengrajin batik Lasem yang tampil di Indonesia Pavilion di sela pertemuan tahunan IMF- Bank Dunia. (dok. istimewa/Dinny Mutiah)

Batik, sambung Bram, berakar di tanah Jawa. Seiring akulturasi budaya, seperti pernikahan antaranggota kerajaan, batik pun merambah ke luar pulau, seperti Jambi dan Bengkulu.

"Saat sultan di Jambi nikahkan anaknya dengan anak Raja Surakarta, yang diboyong satu set, sekaligus sama pembatik supaya tidak lupakan akarnya. Sang putri kemudian terpikir untuk buat motif sendiri, jadilah batik Jami dengan motif bunga duren," ia menerangkan.

Bram menyebut, semakin banyak interaksi yang terjadi, semakin memperkaya motif batik. Namun, ia menilai bahwa motif kekinian sangat realis sehingga akhirnya membuat tidak menonjol.

"Motif baru sebenarnya ada banyak, tapi visualnya biasanya realis banget. Enggak simbolik kaya motif-motif klasik. Akhirnya, masyarakat enggak bisa bedain motif-motif bari ini sama kain printing biasa. Ujung-ujungnya, motif-motif baru yang ada jadi enggak precious," ucapnya.


Arti Motif-Motif Batik Klasik

Infografis motif-motif batik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya