6 Fakta Menarik Jeneponto yang Jadi Sentra Penghasil Garam di Pulau Sulawesi

Salah satu kuliner khas Jeneponto adalah coto kuda. Bentuknya mirip coto Makassar, hanya saja sumber proteinnya berbeda.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Okt 2021, 08:30 WIB
Potret Kompleks Pemakaman Raja Binamu. (dok. disparjenepontokab.org)

Liputan6.com, Jakarta - Jeneponto merupakan sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya 749,79 kilometer persegi. Kabupatenini berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Takalar di sebelah utara, dan Laut Flores di sebelah selatan.

Jeneponto berbatasan dengan Kabupaten Takalar di sebelah barat, dan Kabupaten Bantaeng di sebelah timur. Wilayahnya terbagi menjadi 11 kecamatan dengan Kecamatan Bangkala Barat sebagai kecamatan terluas yang mencapai 152,96 kilometer persegi.

Jumlah penduduk Kabupaten Jeneponto pada 2020 sebanyak 401.610 jiwa. Komposisinya, penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki, yakni 202.084 jiwa berbanding 198.526 jiwa.

Kabupaten ini dikenal sebagai penghasil nener dan benur ikan bandeng. Selain itu, Jeneponto merupakan salah satu sentra penghasil garam di Pulau Sulawesi. Hasil produksi garam terdistribusi ke kawasan timur Indonesia.

Produksi ce'la atau garam di Kabupaten Jeneponto terbilang masih tradisional. Hasilnya banyak diminati oleh pelaku bisnis di luar Sulawesi Selatan yang akan mengolah kembali untuk menjadi garam konsumsi dan industri. Selain itu, berikut enam fakta menarik lainnya dari Jeneponto yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Cagar Budaya Makam Raja Binamu

Jeneponto dulunya merupakan wilayah Kerajaan Binamu dan Bangkala. Meski hanya kerajaan kecil, jejaknya masih bisa ditemukan lewat keberadaan kompleks makam Raja Binamu di Kecamatan Bontoramba.

Pemakaman ini berada di pinggir jalan dan dekat dengan area pemukiman warga. Luas areanya sekitar 23.127 meter persegi. Dalam kompleks pemakaman ini terdapat sekitar 1.109 buah makam dari tokoh-tokoh Kerajaan Binamu.

Pada umumnya, nisan yang dibangun pada kompleks pemakaman ini menggunakan batu yang disusun berundak, dua sampai empat undak. Untuk makam yang berukuran kecil, nisannya terbuat dari batu yang dilubangi pada bagian tengah sehingga membentuk segi empat yang memanjang. Nisan tersebut disebut sebagai jirat monolith atau balok.

Nisan-nisan tersebut memiliki pola motif yang bervariasi, mulai dari motif flora hingga kaligrafi. Setiap motif memiliki arti. Salah satunya motif kuda dengan bagian badan berlubang dan manusia yang berada pada lubadang badan kuda dapat diartikan sebagai makna dari kendaraan yang menuju ke alam baka.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


2. Batu Karst Pundo Siping

Potret Batu Karst Pundo Siping di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. (dok. disparjenepontokab.org)

Batu Karst Pundo Siping merupakan gugusan baru karst yang terletak di Kecamatan Bangkala Barat, di pesisir pantai selatan. Bebatuan ini diperkirakan sudah berusia ratusan tahun dan telah mengalami perubahan bentuk akibat hantaman ombak yang sangat besar.

Hantaman ombak yang berkali-kali membuat gugusan batu karst ini berbentuk seperti tanaman dan hewan, misalnya saja terdapat bentuk yang menyerupai gajah dan juga jamur. Selain itu, di dalam batuan ini terdapat gua-gua kecil. Masyarakat pada zaman dulu menggunakannya sebagai tempat perlindungan dari kejaran militer Belanda.

3. Pulau Libukang

Pulau Libukang berada di tengah lautan, tepatnya di Kecamatan Bangkala dan masuk ke dalam wilayah Kabupaten Jeneponto. Pulau ini berair jernih dan pasir yang berwarna putih.

Masyarakat setempat menyebut Pulau Libukang sebagai Pulau Harapan. Luas pulau ini mencapai lima kilometer persegi. Pulau ini dihuni oleh kurang lebih 200 jiwa dengan mata pencaharian mereka bertumpu pada hasil laut.

4. Pantai Ujung

Pantai Ujung dikenal juga dengan sebutan kawasan wisata kelapa muda karena sepanjang jalan banyak dijumpai penjual kelapa muda, hasil perkebunan masyarakat setempat. Pantai ini berpasir putih dengan lautan berwarna biru jernih. Pemandangan yang diberikan oleh pantai ini mampu membuat pendatang beristirahat sejenak dari padatnya aktivitas yang dilakukan.

 


5. Air Terjun Boro

Potret Coto Kuda. (dok. disparjenepontokab.org)

Jeneponto memiliki air terjun dengan tinggi yang mencapai 20 meter. Air Terjun Boro terletak di Kecamatan Kelara, sekitar 20 kilometer dari Kota Bontosunggu. Tingginya air terjun ini menjadikan aliran airnya deras. Banyak warga yang mandi di bawah air terjun tersebut.

Pemandangan Air Terjun Boro pas untuk Anda yang ingin beristirahat sejenak. Menurut warga, ketika berada di bawah air terjun yang deras rasanya seperti dipijat.

6. Coto Kuda

Hidangan ini terbuat dari iga kuda yang direbus dengan bumbu, di antaranya ketumbar dan cengkeh. Dulunya hidangan ini disajikan untuk para karaeng, yaitu sebutan untuk raja dan bangsawan di Jeneponto. Masyarakat meyakini bahwa dengan mengonsumsi kuliner ini dapat meningkatkan stamina dan vitalitas kaum pria. (Gabriella Ajeng Larasati)


4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya