Liputan6.com, Naypyidaw - Junta Myanmar dilaporkan "tak mungkin memberikan izin" kepada utusan khusus ASEAN -- yang bertugas memfasilitasi dialog di negara yang dilanda kudeta itu -- untuk bertemu dengan pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu Kyi yang digulingkan.
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara telah berada di bawah tekanan global untuk membantu menyelesaikan krisis di negara anggota Myanmar, di mana lebih dari 1.100 orang telah tewas dalam kekerasan pasca-kudeta menurut sebuah kelompok pemantau.
Advertisement
Wakil Menteri Luar Negeri Brunei Erywan Yusof, yang terpilih sebagai utusan khusus ASEAN pada Agustus setelah perselisihan panjang, telah menyerukan akses penuh ke semua pihak ketika ia berkunjung.
Tetapi seorang juru bicara junta mengatakan kepada AFP pada Kamis 30 September bahwa akan "sulit untuk memungkinkan pertemuan dengan mereka yang menghadapi persidangan," demikian seperti dikutip dari France24, Minggu (3/10/2021).
'Mereka' yang dimaksud merujuk pada Aung San Suu Kyi, yang saat ini tengah menjadi pesakitan dan tahanan junta.
"Kami akan mengizinkan pertemuan dengan organisasi resmi," tambah juru bicara Zaw Min Tun, tanpa memberikan rincian lebih lanjut tentang kapan junta Myanmar akan memberikan izin bagi utusan untuk berkunjung.
Analis: Tanpa Bertemu Suu Kyi, ASEAN Tak Akan Dapatkan Hasil
Suu Kyi, 76, saat ini diadili atas serangkaian tuduhan, antara lain: pelanggaran kebijakan virus corona selama jajak pendapat yang dimenangkan partainya secara telak tahun lalu, secara ilegal mengimpor walkie talkie, dan hasutan.
Dia menghadapi puluhan tahun di penjara jika terbukti bersalah atas semua tuduhan.
Pengacaranya mengatakan pekan lalu bahwa pemenang Nobel belum menerima permintaan pertemuan dari organisasi lokal dan asing.
"Tanpa bertemu (Suu Kyi) tidak akan ada hasil," kata analis politik Mg Mg Soe kepada AFP.
"Mereka dapat memindahkan langkah lain untuk melanjutkan bagaimana mereka dapat bernegosiasi hanya setelah mendengarkan dari kedua belah pihak."
Pemimpin junta Min Aung Hlaing telah berjanji untuk mengadakan pemilihan dan mencabut keadaan darurat pada Agustus 2023, memperpanjang batas waktu yang semula hanya satu tahun yang ditetapkan tak lama setelah kudeta.
Advertisement