Liputan6.com, Jakarta - Survei UNICEF U-Report 2021 melaporkan bahwa 45 persen dari 2,777 anak muda usia 14-24 pernah mengalami cyber bullying atau perundungan daring.
Cyber bullying adalah kondisi di mana seseorang merasa tidak nyaman terhadap komentar, informasi, gambar, foto yang ditujukan untuk dirinya. Semua muatan tersebut dikirimkan melalui internet dengan tujuan menyakiti, mengintimidasi, menyebar kebohongan dan menghina.
Menurut Anna Surti Ariani dari Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, alasan orang melakukan cyber bullying adalah ingin merasa kuat, memiliki harga dirinya rendah, kurang berempati, ingin popular dan tidak sadar akan dampak yang ditimbulkan.
Baca Juga
Advertisement
Di sisi lain, orang yang menjadi korban perundungan daring dapat mengalami berbagai dampak negatif seperti:
-Menarik diri, mudah emosi, menjadi cenderung pendiam dan tidak mau bersosialisasi.
-Tidak lepas dari gawai dan kehilangan minat melakukan kegiatan lain.
-Rasa malu berlebihan.
-Depresi.
-Tindakan bunuh diri.
Cegah Perundungan Daring
Perundungan daring dapat membawa dampak serius yang membekas pada anak. Maka dari itu, Anna menyampaikan beberapa cara mencegah anak menjadi korban perundungan daring sebagai berikut:
-Membatasi waktu memegang gawai dengan jadwal dan durasi tertentu.
-Memberikan edukasi terkait apa itu perundungan daring.
-Membatasi konten dan aplikasi pada gawai.
-Menjadi contoh baik dalam menggunakan gawai.
Advertisement
Pencegahan Lainnya
Dalam keterangan yang sama, Founder Yayasan Sejiwa Diena Haryana menyebutkan cara lain untuk mencegah terjadinya perundungan daring.
“Sebagai teman kita memberi dukungan untuk mendengarkan masalah yang dihadapi, menyemangati dan dapat mengajaknya untuk melaporkannya kepada guru atau orangtuanya,” ujar Diena mengutip keterangan pers, Minggu (3/10/2021).
“Kita juga dapat meng-counter informasi negative dengan memberikan komentar positif tentang sahabat kita.”
Sedang, orangtua bisa mengarahkan anak untuk memblokir pelaku dan melaporkannya. Orangtua juga dapat mengalihkan anak dari media sosial melalui kegiatan lain seperti hobi, berlibur maupun hal-hal kreatif lainnya.
“Bila sudah semakin parah dampaknya, segera konsultasikan anak kepada ahlinya untuk mendapat tindakan terbaik,” pungkasnya.
Infografis Tak Perlu ke Mal, Anak Lebih Baik di Rumah Saja
Advertisement