Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo memiliki cita-cita Indonesia punya tobacco center yang bakal menjadi pusat riset dan pengembangan tembakau. Tujuannya agar membantu mensejahterakan petani dan menambah nilai tembakau menjadi makin tinggi.
Saya sih kepingin bercita-cita memiliki tobacco center sebagai pusat riset dan pengembangan tembakau. Siapa tahu BRIN bisa membantu agar petani tembakau lebih bergairah, agar manfaat tembakau semakin diketahui dan nilainya semakin tinggi, serta terangkatlah derajat serta kesejahteraan petani,” kata Ganjar dikutip dari Instagram pribadinya @ganjar_pranowo Bicara soal Tembakau, Minggu (3/10/2021).
Dia menyebut saat ini ada sekitar 7 Juta petani dan keluarganya yang menggantungkan nasib hidupnya dari industri rokok. Secara pendapatan untuk pekerja di pabrik nasibnya sudah terjamin, sudah aman, karena jadi tanggung jawab perusahaan.
“Tapi petani? yang memegang kendali hulu industri ini malah belum sejahtera. Beberapa menyatakan “menderita pak”. Sebagian besar dari mereka hidup segan mati nggak mau,” ujarnya.
Menurutnya, bicara tembakau berarti bicara soal peluang dan keberpihakan. Jika bicara peluang karena di negara Indonesia ini mampu menghasilkan tembakau terbaik di dunia.
Misalnya, ada tembakau Srintil yang ada di Temanggung, tembakau rancak di Madura, dan tembakau virginia yang ada di NTB, bahkan di Jember tembakaunya diproduksi dan diekspor untuk cerutu kelas dunia.
“Semua ini hebatnya bukan main. Untuk tembakau lain bagaimana? Ada 17 provinsi penghasil tembakau di negara kita, tapi yang tertinggi ada 4 provinsi, Jatim, Jateng, NTB, serta Jawa Barat, masing-masing punya grade-nya sendiri, dari grade A sampai grade G yang paling bagus dan paling mahal harganya,” jelasnya.
Sebagai gambaran, untuk grade G yang biasanya dari tembakau Temanggung itu harganya bisa sampai Rp 1 juta per kilonya. Sedangkan grade A sampai C paling sekitar Rp 40-90 ribu.
Kenapa harga tembakau bisa anjlok, karena kurangnya keberpihakan dari Pemerintah dan semua pihak. Lantaran tidak terlalu banyak yang memikirkan nasib petani tembakau. Sehingga daya tawar petani menjadi sangat lemah, jadi kalau pabrik sudah memutuskan harga petani tak bisa tawar-menawar.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pekerja Industri Rokok Minta Jokowi Tak Naikkan Cukai Tembakau
Sebelumnya, pekerja di industri tembakau meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau di tahun depan. Hal ini mengingat dampak pandemi Covid-19 masih sangat berpengaruh di kehidupan mereka.
Para pekerja di sektor tembakau yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) pun sudah menggagas petisi di laman Change.org dengan judul Lindungi IHT Sektor Padat Karya, Lindungi Sawah Ladang Kami. Langkah tersebut untuk menuangkan aspirasi mereka.
Sampai dengan Kamis 30 September 2021, lebih dari dari 43.000 orang menandatangani petisi online yang berisi permintaan kepada Presiden Joko widodo untuk melindungi industri hasil tembakau sebagai sektor padat karya khususnya sektor sigaret kretek tangan (SKT).
Ketua FSP RTMM-SPSI Sudarto menjelaskan, kenaikan cukai tembakau sangat berpengaruh kepada kehidupan mereka. “Kami memohon kepada Bapak Jokowi, mohon bantu agar buruh di sektor padat karya tetap bisa bekerja di masa pandemi, dengan cara tidak menaikkan cukai SKT pada 2022,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (1/10/2021).
Dia berharap, besaran kenaikan cukai SKT masih sama seperti tahun ini yakni nol persen. Sudarto mengatakan ancaman dan dampak negatif kenaikan CHT sangat nyata khususnya pada SKT. Apalagi, selama pandemi masih belum usai, sektor SKT mengalami tekanan luar biasa.
Di tengah situasi sulit seperti ini, RTMM-SPSI sebagai federasi serikat pekerja yang bertanggung jawab langsung terhadap nasib para pekerja rokok selalu merasakan kekhawatiran yang berulang akibat dari kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif CHT setiap tahun.
Saat ini, jumlah anggota RTMM-SPSI tercatat lebih dari 243 ribu orang, di mana lebih dari 153 ribu orang merupakan pekerja di industri rokok. Dari jumlah mereka yang bekerja di industri rokok, lebih dari 60 persen di antaranya bekerja di segmen SKT.
Itulah sebabnya, kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau memberikan dampak sangat luas bagi para pekerja yang menggantungkan hidupnya di sektor tembakau. Khusus pada sektor SKT, Sudarto berharap, pemerintah melakukan hal yang sama seperti tahun 2021 yakni tidak ada kenaikan cukai sama sekali di tahun 2022.
Advertisement