Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat (Bakomstra) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko telah melakukan pembicaraan beberapa bulan sebelumnya sebelum penunjukan Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum.
Dia mengaku pihaknya pun tak terkejut dengan adanya koalisi mereka berdua. Herzaky menilai, Yusril dan Moeldoko memiliki karakteristik yang sama.
Advertisement
"Mereka akan melakukan apa saja untuk mencapai ambisinya. Kami sudah mendapatkan informasi koalisi mereka berdua ini, sejak tiga bulan lalu," kata Herzaky dalam konferensi pers, Minggu (3/10/2021).
Dia mengatakan, pembicaraan Moeldoko dan Yusril dilakukan melalui rapat daring melalui zoom pada Agustus 2021. Yakni strateginya Moeldoko sebagai dalang dan Yusril sebagai wayangnya.
Kemudian pemeran pembantunya adalah para pemohon gugatan terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
"Kita tahu, bahwa yang namanya kontrak profesional, pasti ada rupiahnya. Itu wajar. Tapi kami minta agar Yusril mengakui saja. Jangan berkoar-koar demi demokrasi," ucapnya.
Herzaky juga menyebut bila demi demokrasi seharusnya ada revisi terlebih dahulu AD/ART partai.
"Itu baru masuk akal. Selain itu, Yusril tidak paham aturan atau belum baca aturannya. Jika keberatan dengan AD ART, ajukan ke Mahkamah Partai, bukan ke Mahkamah Agung," jelas dia.
Yusril Ihza Mahendra jadi pengacara Demokrat kubu Moeldoko
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara Demokrat kubu Moeldoko untuk menguji keputusan Menkumham terkait pengesahan kepengurusan Demokrat kubu AHY.
Menurutnya, AD/ART parpol baru dinyatakan sah dan berlaku setelah disahkan Menkum HAM, maka Termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat Menteri Hukum dan HAM.
"Langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Keduanya mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik. Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?" kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis (23/9/2021).
Yusril menyebut, Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan Mahkamah Partai.
Selain itu, kata dia, PTUN juga tidak berwenang mengadili karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.
Advertisement
Dituding Pernah Minta Tarif Rp 100 Miliar ke Demokrat, Yusril: Saya Prihatin
Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik menuding Yusril Ihza Mahendra menjual keahliannya soal hukum dengan mengatasnamakan demokrasi. Andi Arief bahkan mengungkap Yusril pernah mengajukan penawaran bayaran Rp 100 miliar untuk memakai jasanya kepada Demokrat.
Mananggapi hal tersebut, Yusril menyatakan keprihatinannya terkait sikap para politikus Demokrat yang terus menyerang pribadinya.
“Sama seperti (foto) Pak SBY. Saya juga prihatin sama omongan Rachland,” kata Yusril di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Namun, Yusril enggan menanggapi banyak soal tuduhan mengajukan bayaran Rp 100 miliar kepada Demokrat untuk memakai jasanya.
“Di PD ada tokoh-tokoh sekaliber Dr Amir Syamsudin dan Dr Benny K Harman yang sangat faham masalah hukum. Mengapa DPP PD tidak menyiapkan suatu perlawanan hukum ke Mahkamah Agung. Ayo peras otak dan cari jalan menghadapinya, bukan teriak-teriak seperti Rachland Nasidik. Dalam pengujian ke MA tersebut, saya bertindak profesional sebagai advokat. Saya tidak bertindak secara pribadi. Juga bukan sebagai Ketua Umum PBB,” ucapnya.
Yusril pun meminta Partai Demokrat menggunakan pikiran yang jernih untuk menghadapi persoalan.