Liputan6.com, Jakarta - Menurut penelitian terbaru, Bumi memantulkan lebih sedikit cahaya karena iklimnya yang terus berubah. Fenomena indah yang menghubungkan iklim dan kecerahan Bumi adalah awan.
Awan merupakan bagian teka-teki iklim yang terkenal rumit. Para ilmuwan berjuang untuk memodelkan bagaimana awan akan merespons perubahan iklim dan bagaimana respons tersebut pada gilirannya akan membentuk iklim masa depan.
Namun, para ilmuwan di balik penelitian terbaru berpikir bahwa semua temuan terkait reflektifitas bergantung pada dinamika awan di atas Samudra Pasifik.
Dilansir Live Science, Selasa (5/10/2021), penelitian ini bergantung pada pengamatan selama dua dekade dari sebuah fenomena yang disebut 'Earthshine', yang merupakan cahaya pantulan dari Bumi ke permukaan sisi gelap Bulan, lalu dikombinasikan dengan pengamatan satelit dari reflektifitas Bumi atau Albedo, dan kecerahan Matahari.
Fitur yang berbeda di Bumi mencerminkan jumlah cahaya yang berbeda: lautan mendapat sangat sedikit, sedangkan daratan mendapat sekitar dua kali lebih banyak. Sementara itu, awan memantulkan sekitar setengah dari sinar matahari yang mengenai mereka. Salju dan es memantulkan sebagian besar cahaya yang mereka terima.
Para ilmuwan di Big Bear Solar Observatory di California Selatan telah mempelajari bagaimana cahaya Bumi berfluktuasi sejak 1998. Mereka mencari perubahan skala waktu dari harian ke dekade.
Para peneliti mencatat bahwa pengukuran ini masih relatif dan memerlukan pengamatan yang lebih kuat, bahkan mungkin dari cubesats (satelit versi miniatur untuk penelitian ruang angkasa) atau obsertavorium Bulan.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hilangnya Awan Terang di Samudra Pasifik
Para peneliti mengumpulkan dua set data untuk mengetahui apakah dan bagaimana kecerahan Bumi telah berubah. Selama rentang dua dekade penuh jumlah cahaya yang dipantulkan Bumi turun sekitar 0,5% — atau sekitar setengah watt lebih sedikit cahaya setiap meter persegi.
Sebagian besar perubahan terjadi dalam tiga tahun terakhir dari kumpulan data Earthshine yang dianalisis oleh para peneliti hingga 2017. Data dari Clouds and the Earth's Radiant Energy System (CERES) berlanjut hingga 2019 dan menunjukkan penurunan yang lebih tajam di akhir.
Selama waktu tersebut, para peneliti menentukan bahwa kecerahan Matahari tidak memiliki keterikatan yang berarti dengan penurunan reflektansi. Jadi, perubahan jumlah cahaya yang dipantulkan Bumi pasti berasal dari perubahan di Bumi itu sendiri.
Secara khusus, data CERES mencatat hilangnya awan terang di ketinggian rendah di atas Samudra Pasifik timur, di lepas pantai barat Amerika. Penemuan lainnya adalah peningkatan suhu yang mencolok di permukaan laut.
Cahaya yang tidak dipantulkan ke luar angkasa terperangkap dalam perputaran di Bumi, perubahan kecerahan juga berimplikasi pada iklim di masa depan. Hal ini merujuk pada tingkatan laju perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Penulis: Anastasia Merlinda
Advertisement