Liputan6.com, Prancis - Aurore Foursy adalah aktivis LGBT, sedangkan pasangannya yang bernama Julie Ligot adalah pekerja IT, keduanya merupakan pasangan lesbian asal Prancis yang berusia 30 tahun-an.
Namun, suatu ketika pasangan itu menginginkan anak, akhirnya mereka segera pindah ke apartemen dan membeli tempat tidur bayi.
Dilansir CNN, Senin (04/10/2021), Foursy mengatakan, ingin membangun keluarga bersama dengan Ligot. Impian mereka pun tercapai, pada hari Rabu Menteri Kesehatan Prancis menandatangani undang-undang yang disahkan pada Juni, dan melegalkan perawatan kesuburan untuk pasangan lesbian dan wanita lajang.
"Ini adalah langkah besar bagi Prancis, kami telah berjuang begitu lama untuk hak ini" kata Foursy.
Kini, Prancis berada di barisan 11 negara dari 13 negara di Eropa termasuk Uni Eropa serta Inggris dan Islandia, yang menawarkan perawatan kesuburan bagi perempuan lesbian dan lajang.
Awal bulan Oktober ini, Kementerian Kesehatan mengumumkan pengeluaran tambahan sebesar US$ 9,3 juta untuk staf dan peralatan di klinik kesuburan, sebagai bagian dari membantu mereka mengatasi lonjakan permintaan perawatan kesuburan ini. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi waktu tunggu pengobatan dari satu tahun, menjadi enam bulan.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penurunan Donasi Sperma
Prancis tidak mengizinkan impor sperma dari luar negeri, karena undang-undang melarang sumbangan sperma demi uang, sebab itulah Prancis berjuang untuk memproduksi sperma sendiri dalam jumlah yang cukup.
Dr. Meryl Toledano, yang menjalankan klinik kesuburan mengatakan bahwa target ini tampaknya ambisius.
"Dengan sperma Prancis saja, kami akan berjuang untuk memenuhi permintaan," kata Dr. Meryl Toledano.
Namun, donasi sperma di Prancis menurun dari 404 di tahun 2017, menjadi 386 di tahun 2018 dan semakin menurun menjadi 317 di tahun 2019. Sebuah badan yang didanai negara, Badan Biomedis, berencana untuk meluncurkan kampanye informasi online pada 20 Oktober dalam upaya mengatasi krisis donasi sperma.
"Menyumbangkan sperma adalah tindakan solidaritas yang intim," kata Helene Duguet, juru bicara agensi tersebut.
Waktu menunggu untuk mendapatkan sperma sangat lama, ini diakibatkan oleh kekurangan sperma, dan membuat banyak pasangan lesbian dan wanita lajang yang semakin tua berencana untuk melanjutkan perawatan kesuburan dari Prancis ke luar negeri.
Penulis: Vania Dinda Marella
Advertisement