Liputan6.com, Jakarta - Para ahli lingkungan meyakini bahwa industri daging turut berkontribusi terhadap krisis lingkungan. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menemukan bahwa dalam 25 tahun terakhir, hutan di India telah ditebang untuk pembukaan area peternakan sapi. Fakta itu menyumbang peningkatan penganut vegan di dunia.
Menurut survei The Vegan Society pada Mei 2021, satu dari lima orang telah mengurangi konsumsi daging dalam 12 bulan terakhir. Dilansir dari Independent, Senin, 4 Oktober 2021, 30 persen orang yang mengurangi konsumsi daging termotivasi oleh lingkungan mereka, 35 persen termotivasi karena masalah kesehatan, dan empat orang lainnya karena masalah hak-hak hewan.
Kini, makanan yang menggantikan daging asli cukup banyak ditemui di restoran dan supermarket. Banyak ahli setuju bahwa pengganti daging dapat menjadi alternatif yang bergizi, tetapi tergantung dari bahan apa yang digunakan dalam membuat daging tiruan.
Baca Juga
Advertisement
Dr. Stacey Lockyer, senior ilmuwan nutrisi di British Nutrition Foundation mengatakan sayuran, kacang-kacangan, mikroprotein, dan kedelai tergolong rendah lemak jenuh dan kalori, serta memiliki serat yang lebih tinggi daripada daging.
"(tetapi) Lemak dan garam sering ditambahkan untuk menghasilkan rasa, tekstur atau penampilan yang mirip dengan daging," ujar Lockyer. Dengan begitu, daging nabati ini kemungkinan akan mengandung lebih banyak lemak jenuh atau garam yang lebih tinggi daripada daging asli.
Sementara, ahli gizi Eva Humphries menyebut tidak semua makanan olahan buruk, tetapi mengonsumsi makanan olahan seperti daging nabati berarti mengonsumsi makanan ultra-proses. Sebutan itu ditujukan bagi makanan yang diolah melalui banyak proses. Karena proses itu, kandungan nutrisi yang terkandung di dalamnya berkurang.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Nutrisi Berkurang
Humphries mengatakan bahwa kedelai merupakan salah satu contoh bahan makanan yang baik untuk membuat makanan olahan. Tetapi dengan melalui proses produksi yang panjang dapat menghilangkan manfaat baik lainnya dari kedelai.
"Kita mengambil kedelai dan hanya membutuhkan protein darinya. Itu (pembuatan) melalui proses kimia yang sangat panjang sehingga, kita menghilangkan semua kebaikan lain yang mungkin dimiliki oleh kedelai," ujar Humphries.
"Untuk membuat daging, kita harus memasukkan bahan-bahan lainnya dan mengolahnya lagi. Pada akhirnya, makanan tersebut jauh dari produk makanan pada awalnya," tambahnya.
Meskipun banyak orang yang beralih ke pola makan plant-based untuk kesehatan yang lebih baik, makanan alternatif nyatanya mengandung nutrisi yang kurang, terlebih dalam daging nabati. Menurut Humphries, dari perspektif nutrisi, masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk membuat daging tiruan setara dengan daging asli.
Advertisement
Solusi
Lockyer menambahkan bahwa beberapa daging merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang baik untuk dikonsumsi, seperti zat besi dan vitamin B12. "Tetapi kita harus mendiversifikasi keseimbangan asupan protein dari sumber lainnya yang berasal dari tumbuhan, termasuk kacang-kacangan dan biji-bijian," ujar Lockyer.
Daging tiruan yang berbahan utama kacang-kacangan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan nutrisi yang mendekati daging asli. Namun, ia menyarankan agar mencari daging tiruan yang kaya protein dan rendah garam.
Cristiano Percoco, terapis nutrisi klinis menambahkan, dengan menggabungkan biji-bijian dan kacang-kacangan, asam amino akan menyamai protein daging. Ia setuju dengan perkataan Humphries bahwa makanan ‘utuh’ menjadi pilihan terbaik untuk dikonsumsi.
"Saya tidak akan mengonsumsi terlalu banyak daging alternatif. Mereka harus dikonsumsi dalam jumlah sedang, seminggu sekali untuk camilan," tambah Percoco. (Gabriella Ajeng Larasati)
5 Alasan Diet Tidak Berjalan Lancar
Advertisement