Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) berkomitmen meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (work in fishing convention), Senin (05/10/2021).
Tujuan dari ratifikasi ini dianggap perlu sebagai salah satu upaya meningkatkan perlindungan kepada Awak Kapal Perikanan Indonesia (AKPI) yang terjadi di dalam ataupun di luar negeri. Pernyataan tersebut langsung dinyatakan Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi.
Advertisement
Menurut Anwar sendiri, konvensi yang tertuang dalam undang-undang merupakan standar dari ketenagakerjaan internasional untuk memastikan kondisi para pekerja yang di dalam kapal perikanan, khususnya syarat dan kondisi kerja, akomodasi, makanan, jaminan sosial, kesehatan, keselamatan dan sebagainya.
“Pertemuan pada hari ini merupakan rapat konsolidasi internal Kemnaker dalam rangka menyikapi perlu tidaknya Indonesia melakukan ratifikasi Konvensi ILO Nomor 88,” jelas dia, seperti dikutip Selasa (5/10/2021).
Hal tersebut menjadi agenda yang penting mengingat perlindungan bagi awak kapal perikanan menjadi salah satu alternatif untuk menguatkan kerangka hukum nasional.
Aturan-aturan yang berhasil ditentukan mengadopsi beberapa standar internasional juga, antara lain sebagai berikut.
- Port State Measures Agreement (PSMA)
- International Convention on Standards of TrainingCertification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCWF)
- Cape Town Agreement on Safety of Fishing Vessel (CTA)
- ILO Convention Number 1999 on Work in Fishing
Lebih lanjutnya, wacana ratifikasi di masa mendatang didukung dari beberapa latar belakang permasalahan yang dihadapi para pekerja, terutama sektor penangkapan ikan.
“Sejak diadopsi pada 2007 sampai 2020, Konvensi ILO Nomor 188 termasuk salah satu Konvensi ILO yang tingkat ratifikasinya sangat rendah,” tambah Anwar.
Ratifikasi dari Negara Lain
Berdasarkan data yang ada, saat ini baru ada 19 negara anggota ILO yang telah meratifikasi Konvensi ILO No. 188. Namun, keseluruhan negara tersebut bukan merupakan negara tujuan penempatan AKPI.
Adapun ratifikasi Konvensi ILO Nomor 188 oleh Indonesia tidak akan memberikan dampak signifikan dalam perlindungan APKI. "Hal ini karena ratifikasi konvensi oleh satu negara hanya berlaku bagi negara tersebut," ujarnya.
Negara telah meratifikasi Konvensi ILO tahun 2007 itu antara lain Angola, Argentina, Bosnia and Herzegovina, Congo, Estonia, Prancis, Lithuania, Maroko, Namibia, Norwegia, Senegal, Afrika Selatan, Thailand, dan Britania Raya.
"Terdapat beberapa negara yang masih berstatus not in force seperti Belanda, Polandia, dan Portugal yang akan dimulai pada 2020, serta Denmark yang akan dimulai pada 2021. Ditambah lagi satu negara belum entry into force," papar Anwar.
Advertisement
Pertimbangan Menuju Ratifikasi
Dalam tataran regulasi nasional, pengaturan bagi awak kapal perikanan sebagian telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Sementara itu, awak kapal perikanan migran yang tertuang dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, telah disusun dalam Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
"Posisi akhir RPP yang telah disampaikan kepada sekretaris negara untuk ditetapkan oleh presiden pada 20 Mei 2020. Kemnaker kembali menyampaikan sikap belum berencana meratifıkasi Konvensi ILO karena ada beberapa pertimbangan seperti di atas," ujarnya.
Menjalankan ratifikasi Konvensi Internasional masih harus mempertimbangkan berbagai hal, seperti masalah teknis, regulasi, dan kewajiban dari pascaratifikasi. Alasannya karena negara yang sudah menjalankan hal tersebut harus bisa sejalan dengan regulasi nasional.
Regulasi yang akan dijalankan ke depan harus dapat sejalan dengan substansi Konvensi yang diratifikasi, penerapan implementasi, pengawasan, dan pelaporannya.
Indonesia senantiasa mendorong ratifikasi dan implementasi instrumen hukum internasional terkait mobilitas tenaga kerja internasional dan hak-hak pekerja migran untuk mendukung strategi diplomasi nasional di tatanan multilateral.
Hanya saja, masih memerlukan sinergitas, kerja sama, dan kolaborasi dari berbagai kementerian yang terkait agar pembentukan dan penetapan regulasi dapat patuh terhadap konvensi yang ada.
"Termasuk koordinasi lintas sektoral dan penguatan kerangka hukum nasional harus dikedepankan sebagai upaya dalam mengatur dan memberikan perlindungan bagi awak kapal perikanan," tutup Anwar.
Reporter: Caroline Saskia