Liputan6.com, Jakarta - Tren konsumsi vitamin meningkat seiring masa pandemi Covid-19. Harapannya untuk meningkatkan imunitas tubuh guna melawan serangan virus.
Vitamin merupakan senyawa yang bermanfaat mengatur metabolisme dalam tubuh. Secara umum ada dua kelompok vitamin, yaitu vitamin yang larut air (vitamin B dan C), dan vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K). Perbedaan kelarutan vitamin tergantung dari unsur-unsur penyusunnya dan akan mempunyai fungsi yang berbeda dalam tubuh.
Masa pandemi memang membutuhkan kekuatan imunitas tubuh agar bisa melawan serangan virus. Vitamin C ditengarai merupakan salah satu vitamin yang dapat meningkatkan imunitas.
Baca Juga
Advertisement
Tak ayal, banyak orang berlomba-lomba untuk dapat mengonsumsi vitamin sebanyak mungkin, mencari vitamin dengan dosis tertinggi, dengan harapan semakin tinggi dosis vitaminnya, semakin ampuh melawan penyakit.
Benarkah demikian?
Vitamin C adalah nama lain dari senyawa asam askorbat. Sifat asam askorbat antara lain adalah sebagai antioksidan, yang berfungsi meredam radikal bebas atau benda-benda asing dalam tubuh, termasuk senyawa virus.
Vitamin C tidak bisa diproduksi dari tubuh manusia, sehingga kebutuhan vitamin C bagi tubuh harus dipenuhi dari asupan makanan. Banyak sekali jenis buah dan sayur yang mengandung vitamin C, yang terkenal sebagai sumber vitamin C tinggi misalnya adalah jambu biji, jeruk, belimbing,strawberry, brokoli, kale, juga cabai.
Kebutuhan tubuh terhadap vitamin C tergantung dari status masing-masing orang, seperti jenis kelamin, usia, status fisik. Secara umum vitamin C dibutuhkan dalam kisaran 40-120 mg/hari.
Vitamin C yang kita konsumsi akan masuk dalam sistem pencernaan tubuh, terserap dalam usus halus, kemudian diedarkan ke seluruh bagian tubuh melalui saluran darah. Penyerapan vitamin C sangat tergantung pada kandungan natrium dalam darah dan konsentrasi vitamin C dalam tubuh.
Bagaimana Jika Kelebihan Vitamin C?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Levine tentang evidence for a recommend dietary allowance of vitamin C, dosis vitamin C yang tinggi justru akan menyulitkan penyerapan.
Sebagai contoh, konsentrasi 200 mg vitamin C dalam tubuh akan dapat terserap sebesar 100 persen. Namun jika ditingkatkan menjadi 500 mg, penyerapan akan berkurang menjadi 75 persen, dan jika ditingkatkan lagi menjadi 1.250 mg penyerapan akan turun menjadi 50 persen.
Artinya semakin banyak kita mengonsumsi vitamin C, justru semakin sedikit vitamin C yang dapat diserap tubuh. Jika kita melihat kembali batas asupan vitamin C yang telah ditetapkan maksimal 120 mg/hari, maka dapat dipahami bahwa tubuh manusia hanya mampu untuk memetabolisme vitamin C sebanyak itu.
Lalu jika kadar vitamin C dalam tubuh kita terlalu tinggi sehingga tidak semua dapat diproses dengan metabolisme tubuh, sisa vitamin C ke mana?
Tubuh membutuhkan kestabilan kadar vitamin C dalam metabolisme, sehinigga jika terjadi kelebihan konsumsi vitamin C, maka akan dikeluarkan melalui saluran pembuangan berupa urine. Vitamin C yang dibuang melalui urine berada dalam bentuk senyawa yang bermacam-macam, yaitu 40 persen berupa dalam bentuk oksalat, 20 persen berbentuk asam askorbat utuh (unmetabolized ascorbid acid), 20 persen berbentuk asam gulonat.
Jadi hampir separuh kelebihan vitamin C dalam tubuh akan menjadi oksalat. Oksalat merupakan senyawa yang mudah sekali mengikat mineral seperti kalsium, sehingga menjadi kalsium oksalat yang dapat mengendap dalam ginjal dan berpotensi menyebabkan penyakit batu ginjal. Selain itu pengikatan kalsium oleh oksalat juga dapat menyebabkan berkurangnya kadar kalsium dalam tulang akan akan memicu pengeroposan tulang.
Jika konsumsi vitamin C yang berlebihan ini terjadi terus menerus, banyak dampak yang merugikan tubuh. Selain tentu saja, pemborosan dan kemubaziran. Kita membeli vitamin dosis tinggi yang harganya mahal, namun hanya untuk dibuang.
Lalu, bagaimana mengatur asupan vitamin C agar tidak melebihi kebutuhan tubuh?
Advertisement
3 Cara Mengatur Konsumsi Vitamin C
1. Sebanyak mungkin mengonsumsi vitamin C dari sumber alami, yaitu berbagai buah dan sayur. Dengan demikian selain memperoleh vitamin C, juga akan diperoleh zat gizi lainnya seperti mineral dan serat pangan.
2. Konsumsi vitamin C dalam bentuk suplemen/kapsul vitamin C dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya setelah sembuh dari sakit, sedang banyak pekerjaan, atau sedang banyak aktivitas fisik.
3. Tidak mengonsumsi vitamin C dosis tinggi setiap hari. Ingat, tubuh hanya membutuhkan maksimal 200 mg vitamin C per hari, kelebihan dosis vitamin C tidak akan menyebabkan kita bertambah sehat, namun justru mengintai berbagai risiko penyakit lain.
Maherawati, Akademisi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Tanjungpura