Pemprov DKI: Jakarta Menuju Pembatasan Penggunaan Air Tanah, Belum Melarang

Dari jumlah kapasitas air yang diterima Jakarta, kata Yusmada, hanya mampu mencukupi 64 persen untuk air perpipaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2021, 15:44 WIB
Warga menimba air yang menghitam di Desa Sukaringin, Sukawangi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (10/9/2021). Menurut warga, saat musim kemarau kualitas air tanah berwarna hitam dan sudah berlangsung selama delapan bulan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan pelarangan penggunaan air tanah di Jakarta membutuhkan waktu dan persiapan panjang. Sejauh ini, Pemprov DKI masih sebatas pembatasan ketat penggunaan air tanah. Pembatasan air tanah dilakukan melalui mekanisme pajak penggunaan air tanah.

"Jadi kita akan menuju membatasi penggunaan air tanah, belum melakukan istilahnya pelarangan," ucap Yusmada, Selasa (5/10/2021).

Yusmada menjelaskan alasan larangan penggunaan air tanah di Jakarta belum dapat dilakukan karena sumber air baku belum mencukupi. Di Jakarta, imbuhnya, sumber air baku hanya berasal dari Jati Luhur pertama.

Dari jumlah kapasitas air yang diterima Jakarta, kata Yusmada, hanya mampu mencukupi 64 persen untuk air perpipaan.

"Coverage pengadaan air pipa kita baru 64 persen, tidak pantaslah kalau kita melarang air tanah itu tapi air pipanya belum ada," pungkasnya.

Pembatasan air tanah oleh Pemprov DKI guna mengurangi penurunan tanah. Kepala Seksi Perencanaan pada Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Elisabeth Tarigan mengatakan ada dua faktor Jakarta mengalami penurunan tanah (land subsidence). Dua faktor tersebut yaitu penurunan muka tanah dan tingginya permukaan laut.

Untuk penurunan muka tanah, land subsidence, berdasarkan penjelasan Elisabeth, hal ini disebabkan beberapa hal seperti kompaksi tanah secara alamiah karena masih tanah muda atau tanah bekas reklamasi.

Kemudian, beratnya beban dari gedung-gedung ataupun bangunan di Jakarta, turut andil menurunkan muka tanah. Dan terakhir adalah, masifnya penggunaan air tanah.

"Pengambilan air tanah yang menyebabkan kekosongan pada aquifer bawah tanah," ucap Elisabeth, Rabu (4/8/2021).

 


Penggunaan Melebihi Batasan

Dari kondisi-kondisi tersebut, lima wilayah Jakarta yang memiliki risiko tinggi alami land subsidence adalah Jakarta Utara. Namun, belum disampaikan oleh Elisabeth terkait penurunan muka tanah di Jakarta Utara per tahunnya.

Yang jelas, kata Elisabeth, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI telah melakukan pemberian sanksi kepada bangunan-bangunan yang terdata yang memiliki air tanah dalam, dan penggunaannya dianggap melebihi batasan. Kedalaman air tanah dalam menurut Elisabeth adalah 40 meter lebih.

Sanksi yang diberikan oleh Dinas SDA yaitu penyegelan atau penutupan sumur.

"Pengawasan berada di Dinas SDA, yaitu bisa dengan penyegelan/penutupan sumur," ungkapnya.

 

Reporter: Yunita Amalia/Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya