Yuk Kumpulkan, Sampah Sachet dan Botol HDPE Bekas Kini Ada Nilainya

Untuk saat ini, sampah sachet dan botol HDPE bekas yang bernilai baru berlaku di Bandung Raya.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 06 Okt 2021, 12:37 WIB
Kini sampah kemasan sachet sudah bisa kembali menjadi bahan baku plastik berkat daur ulang teknologi terbaru.

Liputan6.com, Jakarta - Di antara tumpukan sampah yang berakhir di TPA atau mengotori badan air, bungkus sachet menjadi salah satu sumber masalahnya. Ukurannya memang kecil, tapi tak bisa diurai di alam dalam waktu singkat. Di sisi lain, banyak pemulung enggan mengumpulkannya lantaran tidak ada nilai jualnya.

Sebuah program berjudul 'Concious Living' diluncurkan P&G untuk berperan menjembatani persoalan sampah sachet tersebut yang bersifat jangka panjang. Produsen beragam kebutuhan rumah tangga itu menggandeng startup Octopus untuk meningkatkan tingkat pengumpulan sampah sachet dan mengolahnya menjadi batu bara alternatif.

"Program ini terlahir dari program internal saat pandemi. Karyawan kerja dari rumah tapi passionate banget untuk melestarikan lingkungan. Mereka memilah sampah, di-pick up, dan lalu didaur ulang. Dalam beberapa bulan aja terkumpul sampai 5,1 ton dari employee kami yang jumlahnya sedikit," Asrini Suhita, P&G Indonesia Sales Senior Director & Sustainability Leader, menerangkan, dalam jumpa pers virtual, Senin, 5 Oktober 2021.

Perempuan yang akrab disapa Ririn itu menjelaskan sampah sachet sulit terurai di alam bebas karena terdiri dari beberapa lapisa, yakni plastik, aluminium, dan kertas yang dilaminasi. Bahannya sulit dipisahnya karena punya titik leleh berbeda saat dihancurkan. Tetapi, sampah ini bisa diolah sebagai sumber energi terbarukan.

Untuk itu, pihaknya menjembatani dengan menginisiasi ekonomi sirkular untuk sampah sachet. Begitu pula dengan botol HDPE yang banyak digunakan perusahaannya sebagai kemasan produk mereka. Pada tahap awal, program diujicobakan di Bandung Raya karena sejalan dengan upaya Pemprov Jawa Barat yang ingin menekan sampah plastik dari rumah tangga.

"Target setahun ke depan bisa terkumpul 30 ton sampah dan memberi manfaat ekonomi untuk 2.800 pelestari yang ada di Octopus. Jadi, kita bisa pastikan sampah tidak rusak lingkungan, dan juga beri dampak pada pelestari," sambung dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Manfaat Ganda

Jumpa pers peluncuran Concious Living, kerja sama P&G, Octopus, dan Dinas LHK Jawa Barat. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Para konsumen yang memilah sampah di rumah akan diminta untuk memanggil para pelestari -sebutan untuk pemulung- untuk menyerahkan hasil pengumpulan. Untuk itu, mereka wajib menggunakan aplikasi Octopus. Setiap sampah sachet dan botol HDPE yang diambil, konsumen akan mendapat poin.

"Mereka dapat poin yang bisa ditukarkan jadi pulsa atau token listrik," kata Ririn.

Sampah yang didapat pelestari kemudian diserahkan ke pengepul untuk ditukarkan dengan sejumlah uang. Pengepul lalu akan menyerahkannya ke pengolah sampah menjadi energi terbarukan.

"Kami terbantu dengan pihak seperti P&G untuk kelola sampah sachet. Selama ini, enggak ada nilainya dan end up di landfill," kata Moehammad Ichsan, Co-Founder dan CEO Octopus Indonesia.

 

 


Evaluasi Rutin

Ilustrasi sampah sachet. (dok. Universal Eye/Unsplash)

Ririn menambahkan, pihaknya akan mengevaluasi program setiap tahun untuk melihat perbaikan apa yang bisa dilakukan. Pihaknya juga membuka opsi lain untuk menekan jumlah sampah kemasaan, khususnya sachet dan botol HDPE, dengan membuat layanan isi ulang.

"Kalau bisa kurangi sampah, kenapa tidak," sahutnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat Prima Mayaningtyas menerangkan bahwa timbulan sampah rumah tangga dan non-rumah tangga meningkat seiring tahun. Jumlahnya mencapai lebih dari 24 ribu ton yang sampai di landfill. Di sisi lain, kesadaran buang sampah yang benar masih kurang.

Mengacu pada UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Permen LHk Nomor 75/2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, produsen harus bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan atas produk yang dihasilkan, baik seluruh atau sebagian. Produsen juga bertanggung jawab menyediakan informasi tentang produk dan pengaruhnya pada tahap siklus hidupnya.

Ia mengapreasiasi penggunakaan teknologi berbasis digital agar bisa memberikan pelayanan publik yang lebih baik. "Dengan aplikasi digital, mengumpulkan sampah dengan lebih mudah dan beri upah dari sampah yang dikumpulkan," kata Prima.


Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya