Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China dan Taiwan masih terus adu retorika di panggung internasional terkait kemerdekaan Taiwan. Taiwan sedang berjuang agar bisa berdaulat dari Partai Komunis China, sementara China berkeras menolak hal itu.
Retorika yang agresif pun digunakan media pemerintah China dengan memamerkan kekuatan ekonomi dan militer mereka.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, menulis di majalah Foreign Affairs bahwa Taiwan sedang berjuang untuk demokrasi. Ia mengingatkan bahwa kejatuhan Taiwan bisa berdampak buruk pada demokrasi di kawasan.
China membalas ucapan Presiden Tsai melalui media pemerintah. Mereka menyebut Taiwan mengadu ke "majikan" di tengah isu ini.
"Sepertinya pemerintahan Tsai benar-benar ketakutan, mengantisipasi bahwa upaya pemisahan mereka telah mencapai jalan buntu," tulis editorial Global Times, Rabu (6/10/2021).
Tulisan Presiden Tsai dianggap sebagai upaya untuk meminta pertolongan ke AS dan sekutu-sekutunya.
"Dalam konteks ini, Tsai menulis artikel untuk menggarisbawahi bahaya terkini, memanggil AS dan sekutu-sekutunya untuk memperkuat komitmen mereka kepada pulau Taiwan dan mencegah China daratan," tulis Global Times.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perjudian Politik
Beijing menilai upaya Taipei sebagai perjudian berisiko. China menilai Taiwan sengaja menjadi outpost strategis bagi AS untuk melawan pengaruh China.
"Praktik-praktik Taiwan yang bertindak sebagai outpost strategis melawan China untuk mendapatkan proteksi AS adalah perjudian paling gila di politik internasional," tulis Global Times.
Partai Progresif Demokratik di Taiwan juga disalahkan oleh China. Partai berkuasa itu dinilai merusak kooperasi damai dengan China daratan, serta berusaha "menghilangkan dahaga dengan racun."
Media pemerintah China mengingatkan bahwa jika partai itu bekerja sama dengan "kekuatan eksternal" maka mereka akan lebih dekat dengan "kuburan."
Retorika China pun semakin ganas dengan menyebut mereka punya kekuatan nuklir dan tak ada negara yang berani melawannya.
"Tidak ada kekuatan yang berani atau ingin bertempur sampai mati melawan ekonomi terbesar kedua di dunia, serta kekuatan nukklir, demi mencegah reunifikasi China," tulis Global Times.
Advertisement